Helaan nafas panjang terdengar antara suasana yang hening itu. Pemilik manik safir yang menjadi pelakunya sedikit tidak menyangka jika nafasnya bisa terdengar sekeras itu. Ia tengah berdiri sambil bersender pada dinding tepat disebelah Gempa yang terduduk.
Dipandangnya ketiga adiknya yang duduk berseberangan dikursi tunggu depan ruangan IGD. Nampak Blaze yang terdiam, begitupun Ice dan Thorn. Tak ada yang bersuara sejak tadi. Rasa khawatir terpancar jelas dari wajah mereka yang mulai terlihat lelah. Terutama sang kakak sulung bermanik oranye.
"Kenapa mereka belum keluar juga?". Tanya Blaze pelan membuyarkan lamunana semua orang. Ice menoleh pada sang kakak.
"...apa terjadi sesuatu dengan Solar? apa Solar memiliki penyakit berat dan harus diperiksa selama ini? bagaimana jika--"
"Blaze". Panggilan itu memotong pikiran kacau Blaze. Ia menatap manik aqua sang adik dengan tatapan yang hanya mereka yang dapat mengerti.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Solar akan baik-baik saja", ucap Ice menenangkan.
"Tapi Ice, kenapa dokter lama sekali memeriksanya?"
"Mungkin mereka langsung mengobati Solar. Aku juga tidak tau tapi yang jelas Solar mungkin hanya demam biasa"
Kedua kakak beradik itu terdiam sejenak, entah apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Tapi, rasanya ada sebuah alasan kenapa mereka tak dapat dengan tenang sebelum mendengar sendiri dari dokter tentang keadaan sang adik.
"..bagaimana...kalau Solar seperti ayah?"
Pertanyaan Blaze itu membuat Ice tertegun. Tak ayal, Thorn yang sedari tadi diampun kini memandang manik sang kakak yang penuh kekhawatiran.
"Bagaimana kalau..Solar punya penyakit yang sama dengan ayah...". Kedua adiknya terdiam dengan kata-kata sang sulung. Seakan rasa trauma yang berusaha mereka kubur dalam-dalam terungkit kembali.
Saat itu...
Saat mereka harus kehilangan orang itu.
Disisi lain, Taufan dan Gempa yang mendengar percakapan adik tiri mereka itu kini saling bertatapan. Jujur saja, mereka baru mengerti kenapa Blaze dan adik-adiknya sekhawatir ini pada Solar.
Sedikitnya, mereka pernah mendengar sedikit cerita tentang ayah keempat bersaudara. Ya walaupun mereka tak tau pasti, tapi dari ucapan Blaze, sepertinya sakit Solar mengingatkan mereka pada ayah mereka.
Taufan menunduk, lalu menghela nafas panjang sekali lagi. Lalu ia melangkah mendekat kearah Blaze dan adiknya yang lain.
"Kalian tenanglah. Dokter Ardi adalah dokter keluarga kita sekaligus dokter terbaik dirumah sakit ini. Jadi aku yakin Solar sudah ditangani dengan baik"
Tiba-tiba, Blaze merasakan ada sesuatu yang bertengger dikepalannya. Pemuda itu mengangkat kepala, mencoba mencari maksud dari tindakan sang pemilik manik biru safir.
"Apa yang kau lakukan?", tanya Blaze dengan nada berat.
Taufan tersenyum, "Hm? oh, mengelus kepalamu"
"Aku tau. Tapi apa maksudmu melakukan itu?"
Terdengar tawa kecil dari Taufan, "Apakah perlu kujelaskan? aku juga melakukannya pada adikku yang lain"
"Lepas". Perintah Blaze. Nadanya seakan kembali membuatnya ingat jika hubungan mereka sedang tidak baik.
Taufan yang sebenarnya berusaha untuk mencairkan suasana, walau masih tersenyum, namun ia mengangkat tangannya dari surai hitam Blaze dan lebih memilih untuk bersender didinding sebelah tempat duduk adik keduanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanfictionHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...