"Darimana?"
Suara itu membuat sang pemilik manik ruby menghentikan langkahnya, ia menoleh dan mendapati sang ayah datang dari arah ruang kerjanya. Menatap datar pada sang putra yang entah pergi kemana hingga memilih tidak pulang kemarin, bahkan raut wajah lelaki itupun lebih dingin dari biasanya. Memberitahu pada Hali jika ia sedang marah saat ini.
"Ayah tanya darimana?", ucap Amato mengulang.
Kini mereka berada dalam posisi berhadapan. Amato menimpali tas hitam yang Hali gantung dibahunya lalu menaruh tas itu di sofa sebelum manik coklatnya mengarah pada manik ruby sang sulung.
"..dari rumah teman", akhirnya suara Hali terdengar.
"Teman yang mana?"
Hali tau betul dirinya sudah melanggar aturan rumah sekaligus aturan yang dibuat oleh ayahnya tentang jam pulang, karena itu ia sudah tau jika ia akan mendapat omelan di pagi hari seperti ini. Bisa dibilang, ia sudah bersiap menebalkan telinganya dari tadi.
"Fang", jawabnya singkat.
"Siapa yang mengizinkanmu tidak pulang kemarin? hm?"
"..."
"Ayah telpon berkali-kali kau tidak angkat, ayah tanyakan pada teman-temanmu semuanya tidak tau kau pergi kemana, ayah tunggu sampai malam dan kau baru pulang sekarang. Apa kau sengaja membuat ayah khawatir Hali?"
Hali tidak menjawab, merasa apapun jawabannya pasti tidak bisa membuat emosi Amato reda.
Sementara Amato terus mendeterminasi Hali dengan tatapan tajamnya tanpa menghiraukan Hali sedang lelah atau tidak. Ia mengerti, ego Hali terlalu besar untuk menerima mentah-mentah keputusan yang ia buat kemarin sampai ia berani melakukan hal yang pasti membuatnya marah.
Manik ruby remaja itu enggan menatap balik pada Netra coklat sang ayah, membuat Amato berkali-kali meyakinkan diri sendiri untuk tetap tenang dan tidak membentak sang putra atas sikapnya.
"Ayah tau kau marah pada keputusan ayah Hali, tapi bertindak seperti ini bukan bentuk kedisiplinan yang ayah tanamkan padamu. Jam berapa sekarang? jam 9 pagi dan kau baru pulang, darimana saja? jika terjadi sesuatu padamu apakah bagus?", ucap Amato lagi.
Masih tak ada jawaban. Mendatangkan helaan nafas tertahan dari pemilik manik amber.
Tercipta keheningan antara kedua orang ini, Hali benar-benar berani untuk mengabaikan nasihat sekaligus omelan ayahnya, benar jika pemilik manik ruby itu masih marah akibat kamarnya yang diambil alih oleh sang ayah dan malah diberikan pada Blaze.
Walaupun ia tau kedepannya ia yang akan dirugikan tapi Hali tetap menolak untuk meminta maaf atau bahkan mengatakan sesuatu. Melihat sikap tidak hormat anak sulungnya, Amato tidak ada pilihan selain berbalik sambil menenangkan diri dalam atmosfir hening di ruangan itu.
"Keluarkan tanganmu"
Perintah yang tak asing, sudah Hali duga jika ia akan mendapat hukuman. Tapi ia tidak peduli, menurutnya, dihukum sekarang atau nanti akan sama saja. Begitulah yang ia pikirkan.
Tanpa mengatakan apapun ia mengulurkan tangan selagi menunggu Amato mengambil rotannya dari gudang.
Tak butuh waktu lama sebelum kepala keluarga itu datang membawa rotan ditangannya, ekspresi datar nan dingin membuatnya terlihat sedikit menakutkan. Kalau saja Hali adalah Gempa, mungkin ia sudah bertaubat dari tadi, ini dia adalah Halilintar. Seseorang yang keras kepala dan berhati keras apalagi saat ia marah dan tidak punya kekuasaan untuk melawan, ia terus diam bahkan sampai Amato kembali berada didepannya.
Sosok sang ayah yang kini menunjukan aura tegasnya membenarkan posisi tangan Hali agar sedikit terangkat. Lalu menyentuhkan permukaan rotannya di permukaan telapak tangan Hali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanficHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...