"Argh panas. Ini supir kita dimana sih? yang lain juga belum datang, menyusahkan saja", keluh pemuda bermanik oranye itu seraya menyeka keringat yang menetes di dahinya.
Ice, Solar, dan Thorn hanya menghela nafas lelah mendengar keluhan sang kakak sulung, tentu saja mereka juga merasa kegerahan di hari yang panas itu apalagi ditambah supir mereka datang lebih terlambat dari biasanya, menambah rasa kesal akibat jadwal padat mereka di hari senin.
Tak lama berselang, nampak sang kakak kedua dan ketiga baru datang dari kejauhan perpustakaan sana. Siapa lagi kalau bukan Taufan dan Gempa? dalam sekejap mereka sudah bergabung dengan adik-adik mereka ditemani senyuman ramah sebagai tanda sapaan.
"Hai Blaze, Ice, Solar, dan Thorn. Bagaimana sekolah kalian?", tanya Gempa memulai.
Belum ada jawaban, sampai Solar membuka mulutnya dengan nada datar tanpa emosi sedikitpun. "Bagus". Singkat, tapi Gempa terkekeh kecil dibuatnya.
"Bagus tapi kok kalian tidak semangat?"
Sepi tak ada yang menjawab.
"Eh bagaimana kalau kita jalan saja? sekalian kesupermarket nanti Gempa yang traktir", usul Taufan berusaha mencairkan suasana. Namun usulannya itu menuai tatapan curiga dari sang adik.
Gempa menghela nafas kesal, "Kak Taufan kan udah janji mau traktir aku. Jangan pura-pura lupa deh"
"Hah? kapan aku mengajukan diri untuk mentraktirmu? bukannya--", ucapan Taufan belum selesai saat sebuah cubitan melayang bebas dipinggangnya, menciptakan rasa sakit sekaligus geli yang refleks membuatnya tertawa.
"Aduh!! iyaiya Gem, aku traktir, aku traktir hahaha. Udah dong jangan ngambek, cubitanmu lebih sakit dari suntikan ibu dokter tau", ucapnya jahil.
Pemilik manik amber hanya memutar bola matanya melihat tingkah sang kakak, kini ia menatap Thorn polos. "Thorn, ada banyak pupuk loh di supermarket. Bagus untuk semua tanaman peliharaanmu, aku dulu sering beli untuk tanaman di belakang rumah"
Thorn tidak langsung menjawab, penawaran itu cukup menarik tapi ia takut Blaze tidak setuju kalau dirinya mengiyakan ajakan Gempa. Sementara Taufan juga tersenyum ke arah Thorn berharap sang adik tidak akan menolak, namun sebuah suara berat bercampur malas terdengar menciptakan atmosfir aneh diantara mereka.
"Thorn tidak bisa ikut, dia harus belajar untuk ulangan besok". Icelah yang bicara, nadanya datar sedatar ekspresinya.
Binar di mata Gempa langsung sedikit meredup, namun belum sempat ia menanggapi, sosok sang kakak sulung tiba di perkumpulan mereka hingga ada sedikit keheningan antara ketujuh pemuda itu.
"Jalan kaki saja. Kalau sudah jam segini kurasa pak Wira tidak bisa jemput", ucap Hali segera setelah sampai. Lalu tangannya menaikkan pegangan tas yang tadi tergantung di bahu Gempa sebelum menarik lengan adiknya berjalan melewati saudara lain.
"Ayo Taufan, kita pulang", ajaknya juga pada Taufan. Pemuda safir itu langsung mengekor pada sang kakak dan sang adik setelah memberi lambaian pada Blaze dan adik-adiknya.
Gempa sedikit bingung, namun ia hanya mengikuti kemana Hali menarik pelan lengannya sampai mereka sudah berada cukup jauh dari posisi awal. Kini Hali tidak lagi memegang lengan Gempa dan mereka berjalan beriringan dengan hanya terdengar langkah kaki beradu dengan bahan jalan trotoar.
"Kak Hali..", panggil Gempa seketika. Hali memberi 'hmm' sebagai jawaban.
"Itu..kenapa kita tidak barengan saja dengan Blaze dan yang lain?"
"Untuk apa?". Bukannya mendapat jawaban, Hali malah bertanya balik kali ini hingga membuat Gempa lebih bingung.
"Aku beritahu kau ya Gempa, kau juga Taufan. Tidak usah bersikap baik pada mereka, tidak usah dipedulikan. Mereka saja tidak peduli pada kita, jadi untuk apa memperlakukan mereka dengan baik?", ucap Hali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
Fiksi PenggemarHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...