Elizabeth menyentuh permukaan dinding kaca ruang ICU yang terasa dingin di telapak tangannya. Mata nya menembus dinding kaca tersebut guna melihat seseorang yang tergolek lemah di atas bankar rumah sakit dengan infus dan selang-selang penyokong kehidupannya. Disana, Julian Leonidas. Pemuda tampan jelmaan malaikat sedang tertidur di dalam mimpi panjangnya tanpa berniat untuk bangun, menyisakan kepahitan dalam hati wanita paruh baya itu.
Sudah lima hari sejak kecelakaan di Alexandria yang menyebabkan Julian harus mendapat penanganan khusus di rumah sakit disana hingga Elizabeth menjemputnya keesokan hari dan mengurus segala kepindahan Julian dari sana agar bisa ia bawa kembali ke Washington D.C tempat mereka tinggal. Namun sejak lima hari itu, Julian belum saja terbangun. Rasa kehilangan menghantui benak Elizabeth, bagaimana ia bisa bertahan jika satu-satu nya yang ia punya di dunia adalah Julian.
Suaminya sudah lama pergi akibat kanker yang di deritanya dan taipan kaya tersebut mewariskan seluruh hartanya pada Julian. Sedangkan Elizabeth hanya wali sementaranya. Walaupun begitu wanita itu tak berniat sedikit pun mengusik amanat mendiang suaminya tersebut, ia tidak peduli dengan harta apapun. Ia hanya ingin melimpahkan kasih sayang kepada putra semata wayangnya hingga mencapai usia yang cukup agar bisa mengambil alih seluruh bisnis dan kekayaan Ferdinand Leonidas.
Tanpa sadar, sebulir air mata meluncur dari bola mata hijau keruhnya ke atas jari-jari panjang dan kurusnya melihat kondisi Julian yang nampak stabil namun alih-alih pemuda itu masih saja berbaring diam disana. Sebuah tangan hangat menyentuh pundak wanita paruh baya yang masih menyisakan kecantikan masa mudanya tersebut. Elizabeth berbalik dan mendapati dokter yang sudah tak lagi muda-mungkin saja seusianya-sedang menatapnya sambil tersenyum. Mengenyahkan berbagai pikiran buruk yang singgah di kepalanya Elizabeth ikut tersenyum juga, "Bagaimana kondisi Julian?" Tanya Elizabeth, dokter tersebut melirik ke bahu Elizabeth, tepatnya ruangan yang sedang menampakkan Julian di dalamnya,
"Sejujurnya Mrs. Leonidas kami tidak tahu apa cidera yang dialami Julian" dokter tersebut menghela nafasnya berat, "Ini adalah kondisi yang langkah. Menurut data pemeriksaan kami terhadap Julian, kami mendapati bahwa tubuh Julian tidak mengalami cidera apapun. Bahkan bisa dibilang sangat sehat. Tidak ada riwayat penyakit kronis di dalam organ-organ vitalnya maupun luka secara fisik" Elizabeth terkesiap, wanita itu melirik Julian yang masih terbaring lemah di dalam
"Julian praktis bisa dikatakan dalam kondisi koma Mrs. Leonidas. Kami tidak mengerti bagaimana penjelasan yang masuk akal untuk dapat anda pahami namun yang pasti pemuda itu hanya tertidur" tandas dokter tersebut akhirnya, tangis Elizabeth langsung pecah begitu mendengar penjelasan dokter itu.
Bagaimana ini? Jika dokter saja tidak tahu kondisi anaknya dan tidak dapat menjelaskan bagaimana Julian bisa koma lantas bagaimana dengan ia yang sangat buta tentang hal-hal berbau medis? Mendadak Elizabeth merasa takut. Takut yang sangat melingkupi hati nya. Kemungkinan terburuk dari koma adalah ia sangat takut menerima kenyataan bahwa akhirnya Julian tidak bangun lagi. Tidak bersamanya. Tidak tersenyum untuknya. Dan tidak berdiri disampingnya. Elizabeth menggeleng keras, bagaimana pun juga tidak ada seorang ibu yang menginginkan kematian anak semata wayangnya,
"Apakah ia akan bangun suatu hari nanti?" Elizabeth menatap dokter tersebut ragu dengan beruraian air mata,
"Tentu saja ia bisa bangun suatu hari nanti Mrs. Leonidas selama jalur pernapasannya tidak terputus dan kita terus menyuplai makanannya" Elizabeth menatap Julian di balik kaca ruang ICU sekali lagi hanya untuk mendapati putra nya tersebut masih tergeletak disana.
***
Atha melompat dari punggung unta nya begitu saja ketika ia sudah sampai di pasar. Melihat keramaian pasar pagi itu, ia yakin ia pasti mendapatkan makanan yang banyak untuk mereka mengingat orang-orang terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri bisa dipastikan mereka tidak sadar jika Atha mencuri beberapa makanan darinya. Gadis tersebut menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri layaknya orang senam sebagai pemanasan untuk lari marathon nya kali ini. Setelah selesai dengan rutinitas senamnya Atha melangkah kan kaki nya menuju salah satu stan dengan santai. Ia berpura-pura melihat lihat stan yang menjual beberapa perhiasan dan manik-manik tersebut dengan mata berbinar seolah tertarik,
KAMU SEDANG MEMBACA
PHARAOH [Book One] ✓
FantasyFor Those Who Always Believe in Miracle *** Pada akhir musim panas, Westminster mengadakan study tour. Study tour mengunjungi kota kuno yang dulunya termansyur pada jamannya. namun sayang kedatangannya di kota kuno tersebut membawa bencana beruntun...