19 : Isis

1.5K 123 1
                                    

Aku menatap Caesarion untuk terakhir kalinya berharap bahwa ia mengetahui aku sedang melakukan dosa besar tepat ketika pintu kuil terlihat di depan mataku. Caesarion mengerjapkan matanya perlahan kemudian ia berlari ke arahku secepat mungkin. Begitu ia sudah menginjakkan kakinya di dalam kuil. Kuil tersebut tertutup begitu saja dengan hantaman cukup keras. Dan mendadak tubuhku terasa sangat lelah, seolah habis tertimpa kuil berat di thebes aku merasakan sendi sendi ku nyaris patah. Aku tidak kuat menopang berat tubuh ku sendiri hingga mendadak kegelapan menyergapku.

Dalam dunia fantasi ketidak sadaranku. Aku merasakan dunia seolah olah berputar putar di depan mataku. Membentuk sebuah pusara berwarna hitam dengan spektrum warna warni cahaya kecil yang berpijar seperti bintang di gelap nya malam. Pusara tersebut berputar putar sedemikian rupa lantas meledak dengan dahsyat membentuk kerlap kerlip kecil di dalam dunia serba hitam yang kulihat. Perlahan namun pasti setitik cahaya terlihat dibatas cakrawala membentuk sebuah sorotan kecil. Kuharap itu adalah jalan keluar dari kegelapan yang menyiksa ini. Aku melangkah kan kakiku berlari untuk mendekati cahaya tersebut. Cahaya itu sangat jauh, jadi aku memacu lari ku agar cepat sampai di cahaya tersebut.

Tapi setiap kali aku berlari mendekatinya cahaya itu seolah olah berlari menjauhi ku. Aku tidak tahu sampai kapan aku terus berlari mendekati cahaya tersebut tapi cahaya itu tak kunjung kuraih. Namun mendadak sesuatu menghalangi sorot cahaya itu sebagian. Aku tidak mengetahui itu apa tapi yang pasti sesuatu itu mendekatiku. Melihat dari lengkungan dan lekuk nya sesuatu adalah seorang manusia. Lebih tepatnya wanita. Perlahan ia mendekatiku sampai aku bisa melihat paras wajahnya. Wanita dengan paras tercantik yang pernah kulihat. Bahkan ratu Cleopatra jika bertanding kecantikan dengannya pun akan kalah. Aku terkesiap, melihat betapa cantiknya wanita itu hingga tak sadar bahwa aku harus berkedip beberapa saat.

Matanya sempurna dengan bentuk oval sempurna yang simetris, hidungnya lancip dan meruncing kecil, bibir nya tipis tapi penuh dan kulitnya kuning langsat nyaris berwarna coklat dengan perpaduan sempurna tanpa cacat dan tahi lalat satu pun diseluruh tubuhnya. Alisnya yang tegas dan juga rapuh membentuk garis indah yang bengkok diatas kedua bola mata sebening oasis tersebut. Rambut hitam legamnya tak bisa menandingi siapapun pemilik di dunia ini. Ia mengenakan chitons terusan panjang yang diikat di bagian pinggangnya dan di bahunya dijepit oleh Fibula logam. Jika saja aku tidak dalam kondisi aneh di alam bawah sadar ku mungkin aku akan menangis keras karena iri melihat betapa sempurnanya wanita dihadapanku ini. Ia tersenyum kecil membentuk sudut bibir yang sedikit terangkat, "Waktumu sudah habis" ujarnya.

Demi dewa AmunRa, ini adalah kali pertama aku mendengarkan suara semerdu ini. Kata katanya sungguh indah seperti simfoni yang dilagukan. Aku tidak lantas menjawab, hanya memandangi betapa sempurnanya wanita ini. Aku meringis ketika ia lagi lagi tersenyum padaku. Oh lihat lah diriku! Si cantik dan buruk rupa, ragu aku mencoba bertanya padanya, "Siapa kau?!"

"Aku adalah dirimu" ia menjawabnya yang sontak membuatku tahu siapakah dirinya sebenernya.

Aku jatuh berlutut dihadapannya meminta permohonan maaf karena sikap tidak sopan ku yang keterlaluan terhadapnya, "Dewi Isis....." desahku tertahan.

Ya, dia adalah Isis. Seperti yang kukatakan padamu. Tidak akan ada yang tahu bagaimana rupa Isis sebenarnya bahkan ketika kau bertemu dengannya jika ia tidak menghendakimu untuk mengetahui rupanya. Tapi aku beruntung saat ini, ia mau aku mengenal rupanya. Isis menyentuh bahuku dan seperti sengatan listrik menjalar di tubuhku, "Berdirilah Mese!"

Aku mengikuti ucapannya dan berdiri berhadapan dengan Isis. Berhadapan dengan seorang dewi bukanlah perkara mudah, tidak dalam 18 tahun hidupku. Aku takut, aku gemetaran dan lupa bagaimana cara bernafas hingga megap megap melihatnya, "A-apakah aku sudah mati?"

Ia menggeleng pelan, bibirnya terangkat membentuk segurat senyum, "Tidak. Peralihan kehidupan, Mese. Ini adalah takdir yang sudah digariskan-Nya padamu"

PHARAOH [Book One] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang