Julian dan Oraklhas berjalan ke ruang sidang dimana saat itu berkumpul prajurit prajurit terbaik Alexandria dibawah pimpinan Herodotus. Herodotus memberi salam hormat pada Julian ketika pemuda itu melangkah memasuki ruang sidang. Disana sudah ada beberapa dewan istana yang juga menatap Julian dengan pandangan khawatir. Wazir agung berjalan mendekati Julian dengan membawa sebuah pektoral bermotif abstrak yang dihias dengan batu ruby dan Topaz. Ia memandang Julian dengan tatapan prihatin sambil menyerahkan pektoral tersebut. Julian menyadari bahwa pektoral itu adalah milik Mese yang digunakan nya tadi sebelum gadis itu pergi meninggalkan Lobby istana.
Badan Julian menegang. Rahangnya mengeras dan matanya menyipit tajam. Pemuda itu tengah meredam emosi yang bergejolak di dadanya seolah berusaha untuk membakar dirinya habis habisan. Keterlaluan. Siapa yang berani menculik permaisuri nya yang tidak tahu apa-apa itu. Jika ia memiliki masalah dengan Julian seharusnya Julian lah yang dibawanya. Julian lah sepantasnya yang diculik oleh mereka, bukan Mese. Gadis itu bahkan gadis biasa-biasa saja. Ia tidak tahu bagaimana musuh Julian sebenarnya walaupun Julian sendiri ragu ia memiliki musuh karena selama disini hidupnya masih tenang saja. Mese hanya gadis desa yang polos. Walaupun dia penyamun namun Mese tidak tahu bagaimana kejamnya hidup di istana. Banyak sekali pengkhianat yang bertebaran di sekitar Julian dan bisa menjatuhkannya kapan saja.
Dan sialnya gadis itu harus menerima kejahatan musuh musuhnya. Bangsat! Julian tidak bisa menerimanya. Sial. Mereka rupanya menemukan kelemahan Julian disini. Mese lah kelemahannya. Ia harus mempertahankan gadis itu setidaknya sampai mereka memiliki anak. Oh bagus lah dan kini Julian harus kehilangan gadis itu. Julian menggeram, berusaha menahan emosi yang menggelegak keluar. Tenang Julian. Ia tidak boleh emosi, jika ia emosi maka Mese tidak bisa ditemukannya. Julian harus berpikiran jernih agar bisa menemukan. Mese. Ya, ia tidak ingin membabi buta menghakimi seseorang yang tidak menculik Mese. Ia harus berusaha bersikap adil walaupun emosi saat ini menguasainya.
Wazir agung mengusap bahu Julian pelan, mencoba menenangkan "Yang Mulia. Bersabarlah! tunggu Herodotus dan pengawal menemukan ratu"
Julian memejamkan matanya, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Walaupun rasanya sulit untuk bersabar ketika situasi seperti ini namun Julian mencoba memacu dirinya sendiri. "Kapan gadis itu mulai menghilang Oraklhas?" Julian bertanya lirih,
"Sore tadi yang Mulia. Setelah kalian bertengkar di lobby utama MiLady meninggalkan lobby. Ku kira MiLady hanya ingin menenangkan diri yang Mulia. Jadi aku membiarkannya. Tapi malam menjelang MiLady tak kunjung kembali. Aku yang sewaktu itu sedang berbicara dengan Lord Miraz melihat Octavianus juga menghilang dari Lobby. Aku curiga padanya sehingga kuputuskan untuk mencari MiLady. Penjaga gerbang memberitahuku bahwa Octavianus pergi meninggalkan istana dengan kudanya sendirian yang Mulia. Maka aku segera mengerahkan seluruh pengawal untuk mencari MiLady, bahkan Cassius menawarkan untuk membantuku. Ku kira Octavianus tak mungkin menculik MiLady karena ia pergi dengan berkuda sendirian yang Mulia. Tapi sampai aku memberitahu yang Mulia aku tak bisa menemukan MiLady dimanapun."
Julian membuka matanya lalu menatap Oraklhas dengan tajam, "Kau sudah menyuruh seseorang membuntuti Octavianus?"
Oraklhas terkesiap kaget mendengar pertanyaan Julian. Tapi ekspresinya berubah dengan cepat menampilkan menjadi bingung dan perasaan bersalah. Julian mengernyit, ada emosi aneh yang ditampilkan pria tersebut walaupun sesaat. Pemuda itu tidak bisa mengartikan tatapan Oraklhas tadi karena pria tambun itu menatapnya lama dengan pandangan bersalah kemudian menggeleng, "Belum yang Mulia. Tapi aku akan mengerahkannya sekarang juga"
Julian menatap ragu pada pria itu sebelum mengiyakan ucapannya. Oraklhas segera meminta ijin untuk mencari pengawal istana guna membuntuti Octavianus. Julian mengalihkan pandangnya kepada Wazir agung yang sedang menatapnya khawatir, "Yang Mulia jika aku bol--
KAMU SEDANG MEMBACA
PHARAOH [Book One] ✓
FantasyFor Those Who Always Believe in Miracle *** Pada akhir musim panas, Westminster mengadakan study tour. Study tour mengunjungi kota kuno yang dulunya termansyur pada jamannya. namun sayang kedatangannya di kota kuno tersebut membawa bencana beruntun...