33 : Oraklhas Died

1.1K 99 2
                                    


Julian mendatangi Herodotus yang berdiri tengah membersihkan pedangnya dari darah dengan salah satu pakaian mayat pengawal Octavianus yang tergelatak disana. Lobby utama sudah menyerupai sebuah kolam renang berdarah dibandingkan hall mewah kerajaan karena genangan darah dari para pengawalnya maupun dari para pengawal Octavianus memenuhi ruangan tersebut. Ditambah mayat yang tergeletak tak karuan disana,

Julian bertanya ketika ia sudah berada disamping Herodotus, "Bagaimana semuanya?"

Herodotus membungkukkan badannya sebelum menjawab pertanyaan Julian, "Octavianus melarikan diri. 4 orang juga melarikan diri dan yang lainnya mati yang Mulia. Aku sudah mengirimkan pembunuh untuk mengejar Octavianus dan ke empat orang lainnya Yang Mulia"

"Bagus. Tapi biarkan Octavianus bebas. Biarkan ia hidup untuk sedikit lebih lama menghirup udara segar" Julian berdecak, "Itu hukuman untuk pengkhianat yang paling indah bukan Herodotus? Oh ya dan satu lagi, kirim Cassius kembali ke Roma sebagai buah tangan dariku akibat kedatangan Octavianus. Dia benar benar sudah bukan pria lagi sekarang"

Julian menaikkan sebelah alisnya sambik terkekeh kepada Herodotus yang membeku disampingnya. Walaupun ekspresi wajahnya nampak konyol namun kekonyolan tersebut tidak sampai pada matanya yang memancarkan sorot tajam dan dingin. Herodotus tidak bisa menjawab pertanyaan Julian alih alih ia menundukkan kepalanya kebawah. Julian pun tidak menunggu jawaban Herodotus, ia membiarkan pria tersebut berdiri dengan membeku disana memikirkan nasibnya yang mungkin berakhir sama dengan Cassius, sedangkan dirinya beringsut menuju Oraklhas yang sedang dibantu oleh dua orang pengawal istana untuk berdiri.

Mereka menuntun Oraklhas perlahan dengan hati-hati. Tangan Oraklhas diletakkan diantara kedua bahu mereka berdua. Begitu Julian menghampiri mereka. Dengan segera mereka menyandarkan Oraklhas pada salah satu dinding kemudian membungkuk terhadap Julian, "Bangun!" Perintah Julian sebelum akhirnya mereka berdua menegakkan badannya, "Tinggalkan kami. Aku ingin berbicara padanya. Dan juga, siapkan peti untuk Cassius. Ia akan berangkat ke Roma hari ini juga"

Mereka mengangguk patuh menuruti ucapan Jukian kemudian meninggalkan mereka berdua disana. Oraklhas tersenyum memandang Julian dengan terharu, air matanya menetes lagi dengan perlahan. Ia mengangguk mantab, "Bhe-bhena-rr benn-ar Ca-eesar-rioohn" ujarnya terbata-bata sembari tersenyum.

Julian mengenggam tangan Oraklhas yang berlumuran darah tersebut dan meremasnya hangat mencoba menyalurkan kekuatan pada pria tambun tersebut tapi tak urung Julian juga menatap pria itu bingung, "Kenapa kau mengkhianatiku Oraklhas?"

Setetes air mata kembali mengalir di pipi Oraklhas, pria itu memejamkan matanya perlahan. Menarik udara yang sudah terasa putus putus di tenggorokannya, "M-maafhk-khan.. ak-khu Ju-l-lian. I-tt-hu bhen-narr bhenna-rh thi-ndak-khan t-herboo-ddoh yhang-hh per-nah khulakk-kh

"Pelan-pelan Oraklhas. Jangan memaksakan diri" potong Julian,

Oraklhas tersenyum lebar, "Maafkan aku Julian, aku memang pantas mendapatkannya. Aku pengkhianat dan ini hukuman bagiku. Aku memang memiliki pemikiran untuk merebut takhtamu, kukira dengan mengembalikanmu kesini kau akan cepat untuk meninggal sehingga kekuasaan jatuh padaku. Tapi aku salah besar, kau memang raja yang tangguh. Kau tidak mudah terkalahkan Julian. Walaupun seluruh dunia menghendakimu untuk mati tapi kau masih bertahan hingga saat ini Julian. Sungguh kau mengubah sejarah yang sudah pernah tercatat"

Oraklhas balik meremas tangan Julian menyalurkan ketenangan padanya. Julian menatap Oraklhas sendu "Apa kau bekerja untuknya?"

Oraklhas menggeleng pelan, "Aku tidak akan melakukannya walaupun dalam dua ribu tahun kedepan, Julian" Oraklhas tersenyum lebar menampakkan gigi giginya yang berwarnah kemerahan akibat pendarah gusi,

PHARAOH [Book One] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang