Bunyi terompet besar yang memekakkan telinga tersebut megingatkan Julian bahwa dirinya telah berada di sebuah permainan video game yang sering dimainkan olehnya ketika musim panas tahun tahun yang lalu. Namun sedikit perbedaan yang mendasar, jika saat Julian memainkan video game tersebut ia menggunakan lakon atau pemain utama namun disini ia yang menjadi seorang pemain utamanya. Julian tengah berada di sebuah arena besar yang menyerupai Colloseum dalam ingatannya dengan dikelilingi oleh ratusan bahkan ribuan Romanians yang sedang menyaksikannya berdir disini. Di atas balkon tertinggi,singgasana paduka raja dan kursi para petinggi kerajaan berdiri kokoh seolah menantang keajaiban Tuhan. Terompet besar sebagai penanda dimulainya acara sudah dibunyikan selama dua kali berturut-turut mengundang Octavianus dan dewan dewan kerajaan untuk datang dan menyaksikan pertunjukkan spektakuler yang sebentar lagi akan digelar.
Julian mengerutkan dahinya ketika melihat Octavianus duduk di atas singgasana nya dengan pakaian kebesarannya terlihat rapi tanpa senjata. Octavianus yang mengerti arah tatapan Julian tergelak kecil sebelum berbicara, "Apakah kau bertanya-tanya padaku mengapa aku terlihat seperti ini?" Ujar Octavianus lantang,
Alih-alih menjawabnya Julian terdiam tanpa mengubah posisinya sedikitpun. Ia tetap berdiri lantang ditengah siraman sinar matahari yang terik tersebut. Octavianus lagi-lagi tertawa, "Katakan bahwa aku pengecut keponakanku. Tapi nyatanya bahwa kau terlalu bodoh untuk menyadarinya" ujar Octavianus mengejek, diiringi tawa seluruh rakyat Romawi, "Tidak ada duel diantara kita. Yang ada hanya kau!, si gladiator dari Mesir" Octavianus kembali tergelak,
Julian berdesis sinis. Ia merasa tertipu, terbohongi oleh sikap menyedihkan Octavianus yang mampu membuatnya merasa bersalah pada pria itu. Demi dewa dewa Yunani, Julian merasa begitu bodoh mempercayai ucapan Octavianus. Seharusnya ia tidak pernah memberikan simpati kepada pria itu, bisa jadi semua cerita menyedihkan yang memojokkan ayahnya tersebut hanyalah tipuan belaka. Bagaimana ia bisa begitu bodoh. Julian menggeleng pelan, "Kenapa kau melakukannya?!!!" Teriak pemuda itu marah,
Octavianus tergelak, "Tak ada yang lebih baik selain membuatmu meregang nyawa secara perlahan Caesarion..." Desis Octavianus tajam,
"Apakah cerita bualanmu juga termasuk salah satunya!!" Teriak Julian tidak terima,
Octavianus seketika berhenti tertawa, "Nemesis bukanlah khayalan, dia nyata. Kau bocah yang bodoh! Cih, hanya demi seorang wanita kau rela meregang nyawa
Julian berusaha menekan emosinya saat ini untuk tidak langsung berlari menghabisi pria tua congkak yang sedan tertawa habis-habisan di depannya. Melipit bibirnya sedikit keras, Julian menengadahkan wajahnya menatap Octavianus yang sedang tertawa, "Baiklah. Menyingkat waktu, aku tidak ingin berlama-lama. Kalian bisa memulainya" Octavianus mengomando dengan memberikan tepuk tangannya.
Setelah itu, pintu-pintu lorong arena tertutup rapat dan hanya menyisakan satu pintu yang justru terbuka perlahan. Julian mengernyit menatap pintu tersebut, sedetik kemudian sebuah auman yang menggelegar memecah keheningan di dalam arena. Seketika orang orang berbisik ketakutan membuat bulu roma Julian berdiri tegak. Takut, tentu saja. Julian tahu apa itu dibalik ruangan tersebut. Seekor singa jantan dengan kualitas terbaik namun mengalami stress berat karena terkurung sekian lama. Dan Julian bisa pastikan, singa tersebut tidak akan menolerir siapapun yang dilihatnya sebagai ancaman untuk dicincang habis menggunakan kuku-kuku tajamnya.
Mengeratkan pegangan pada pedang yang dibawanya, Julian bersiap-siap dengan kuda-kudanya. Dua titik sinar berwarna kuning keemasan terpancar dari dalam lorong arena yang terbuka tersebut. Sinar itu semakin lama semakin membesar dan semakin jelas membentuk sebuah bulatan tajam yang Julian kenal sebagai mata binatang buas tersebut. Kembali mengaum untuk menunjukkan keperkasaannya, binatang itu mulai terlihat bentuk aslinya. Berjalan perlahan keluar dari dalam lorong membuat seluruh penonton di dalam arena sedikit harap-harap cemas memikirkan nasib Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHARAOH [Book One] ✓
FantasyFor Those Who Always Believe in Miracle *** Pada akhir musim panas, Westminster mengadakan study tour. Study tour mengunjungi kota kuno yang dulunya termansyur pada jamannya. namun sayang kedatangannya di kota kuno tersebut membawa bencana beruntun...