41 : Pararel

1.1K 84 4
                                    

Julian melompat turun dari kudanya dengan hati-hati. Ia tidak bodoh membiarkan luka ditubuhnya yang sudah menganga lebar menjadi semakin luar biasa buruk karena tidak kehati-hatiannya, walaupun Julian cemas bukan main dengan keadaan gadis itu Julian juga harus mempersiapkan fisiknya secara pribadi untuk menghadapi apapun yang akan terjadi di dalam sana. Pemuda itu sudah sampai di pintu gerbang salah satu kota paling ujung di Roma. Ia menatap pintu yang menjulang tinggi tersebut, bagaimana bata-bata itu berdiri dengan kokoh tak tergoyahkan pada masa itu dan siapa yang menjadi otak bangunan megah tersebut, hanya Tuhan yang tahu bahwa Julian tidak mengada-ada ia bisa terlempar ke masa lampau. Tak ingin menyia-nyiakan waktu pemuda itu mengeluarkan iPhone yang sudah dikantunginya tersebut lantas memotret gerbang itu, sebagai bukti bahwa pemuda itu memang pernah terlempar ke masa lampau.

Seseorang pria berteriak pada Julian di dalam sebuah gazebo kecil yang terletak di atas gerbang, "Apa yang kau lakukan?!!!!" Serunya,

Pria itu berteriak membuat perhatian Julian yang semula terfokus pada gerbang menjadi mendongak, menatapnya "Ptolemy Caesar, Philophator VII" ujar Julian membalas dengan setengah berteriak,

Manik mata kehijauan milik pria itu membulat sempurna begitu mendengar pernyataan Julian, setelahnya pria tersebut bersiul dengan irama yang membuat beberapa prajurit istana menghampirinya. Mereka membicarakan sesuatu yang tidak bisa Julian tangkap dengan jelas, pria itu berbicara dengan ekspresi yang meyakinkan sembari menunjuk-nunjuk Julian yang memperhatikan mereka di bawah. Seluruh prajurit mengikuti arah tunjukan pria tersebut dan kembali terkejut melihat Julian.

Lantas berbondong-bondong dari mereka berlari menuruni tangga di dalam gerbang tersebut menuju Julian. Julian bisa melihat hampir 50 orang lebih berkumpul mengepungnya dengan tombak teracung tepat tertuju pada pemuda itu. Julian menatap satu persatu tanpa ekspresi. Tak ada apapun yang terpancar di dalam manik mata kekuning-kuning madu an miliknya. Pria itu seolah sudah mengeraskan inti sel terdalamnya untuk tidak melakukan kontak emosi apapun yang sanggup membuat pertahanannya runtuh.

"Aku hanya akan menyerahkan diri" ujar Julian datar, tetap tanpa ekspresi.

Pria pertama yang mendekati pria diatas gerbang yang Julian duga sebagai kepala prajurit tersebut membuka topeng yang menutupi wajahnya mengamati Julian dengan pandangan menusuk setajam paruh elang, ia tidak berbicara namun dari tatapannya siapapun tahu bahwa pria itu tengah menelanjangi bulat-bulat apapun di depannya. Julian tak pernah takluk dengan tatapan macam apapun, apalagi dengan mereka yang setingkat prajurit, bahkan jika Octavianus memberikan pandangan mematikan yang dapat membunuhnya sekaligus ia tak akan gentar. Itu hanya tatapan yang tak mungkin bisa melukaimu.

Alih-alih pria tersebut menganggukkan dagunya memberi kode. Julian merasa salah satu tombak dengan kasar menyentuh punggungnya menyuruhnya membungkuk, dan sebuah tendangan di betis belakangnya. Julian terdiam dan mengijutu semuanya, ia menundukkan badannya dengan kaku dan membiarkan mereka mengikat kedua kaki dan tangannya. Kepala prajurit tersebut berbicara kepada mereka, "Bawa kudanya!" Ujarnya memerintah begitu pandangannya melihat kuda putih milik Julian yanv berdiri tak jauh dari pria tersebut.

Salah satu dari prajurit tersebut menarik paksa tali kekang kuda tersebut dan setengah menyeret ia memasukkan kuda itu ke dalam kota. Julian menundukkan kepalanya menunggu kepala prajurit kembali bersua, "Bawa ia!!"

Setelah mengatakan hal tersebut seseorang menendang kaki Julian dengan kasar dan menyuruhnya berdiri. Julian tertatih mengikuti mereka berdiri karena entah kesialan dari mana prajurit tersebut tepat menendang luka tusukan pisau yang diberikan Herodotus dikakinya. Sambil berusaha mengumpulkan kekuatannya, Julian berdiri dengan perlahan mengikuti mereka berjalan menuju ke dalam kota.

Butuh waktu hampir tiga hari bagi pengantar pesan memberi kabar kepada Octavianus tentang penyerahan diri seorang raja Alexandria. Dan tiga hari pula Julian mendekam di sebuah penjara bawah tanah paling ketat di Roma. Penjagaan selama 24 jam penuh tanpa interaksi dengan siapapun, dan fasilitas yang sangat terbatas. Bahkan tak ada air di dalam sana untuk sekadar buang air kecil. Jadi selama tiga hari itu Julian mengisi waktunya untuk tidur, memulihkan kembali kekuatannya yang sempat terkuras habis.

PHARAOH [Book One] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang