Julian tidak mengatakan apapun selama perjalanan mereka menuju istananya walaupun berulang kali Octavianus mengajaknya bicara dan menyinggung pertunangannya yang dilakukan secara mendadak seolah olah pria tersebut berlaku peduli pada Julian yang notabene nya keponakan palsu Octavianus. Pria kejam itu memasang tampang senyum seribu watt nya yang dibuat sedemikian bagus hingga kebohongan manis itu terasa muak dimatanya. Julian bukan pemuda yang bisa dibodohi, ia tahu mana sikap yang tulus dan pura-pura. Bagaimana pun juga kepandaiannya menganalisis wajah seseorang tidak diragukan lagi. Octavianus tak pernah berhenti bicara semenjak ia merangkul bahu Julian dengan akrab kemudian menumpang naik ke dalam kereta mereka berdua.
Mese beralih menjadi duduk disebelah Julian sedangkan Octavianus duduk dihadapan mereka berdua. Nampak mencoba membuat gurau an yang semakin menegangkan suasana karena baik Julian dan Mese, mereka berdua tidak merespon Octavianus sama sekali. Pria itu berdecak kesal kemusian berucap, "Jangan memperburuk situasi dengan sifat menyebalkan kalian itu atau ak--
Mese mendelik marah, "Atau apa? Kau akan apa?!" Potongnya dengan gusar
Kereta mendadak berhenti seketika. Octavianus tau bahwa kereta sudah berhenti di depan istana mereka dan tinggal seseorang pelayan yang akan membuka kan pintu kereta. Sesaat sebelum pintu kereta terbuka Octavianus berbalik badan menghadap mereka dengan wajah datar, "Aku bisa melenyapkan pesta ini seketika Athanasia Mekshenet. Aku tahu kau dan Georg Zuberi hanyalah pengkhianat kelas rendahan. Kuharap kau menghormati Caesarion sebagai calon suami mu sehingga kehormatan nya di depan publik tidak akan jatuh"
Mese diam. Tidak menjawab perkataan Octavianus sebelum pria tersebut keluar dengan senyum lebar dan mengatakan hal hal mustahil yang bisa dilakukan mereka bertiga. Gadis itu diam bukan berarti ia takut tapi lebih kepada karena mengkhawatirkan reputasi Julian terhadap tingkahnya. Octavianus tidak pernah bermain main dengan ucapannya. Ia adalah tipe pria yang menepati janji nya dan jika Octavianus berkata ingin melenyapkan pesta nya, tentu saja itu akan terjadi. Gadis itu melirik Julian yang masih mengintip dari balik tirai, paras pemuda itu tak terlihat tapi Mese bisa merasakan bahwa raja nya tidak baij baik saja
"Yang Mulia...." panggil Mese lirih, desahan nafas berat Julian terdengar di telinga gadis itu, "Maafkan aku, aku tidak pernah bermaksud untuk menyinggung perasaan mu atau membuat pesta ini hancur tapi kau tahu Octavianus memancing dan menyindir mu terus. Aku tidak mau melihat mu di jelek jelekkan pria yang lebih buruk darimu. Aku tidak tahan melihatnya. Maafkan aku. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya yang Mulia"
Julian tetap tidak merespon, pemuda tersebut hanya diam saja memandangi tirai dengan wajah setengah menyembul keluar. Mese menjadi bingung, gadis itu menyentuh bahu Julian dan memanggilnya lagi tapi tetap tak ada sahutan,
"Yang Mulia...." Mese menggoyangkan bahu pemuda tersebut tapi Julian masih tetap diam,
"Yang Mulia!!!....." gadis itu memanggil Julian sekali lagi dengan nada oktaf yang lebih tinggi namun Julian benar benar tuli dan tidak merespon sama sekali.
Mese geram melihatnya ia mengoyak tubuh Julian kemudian menampar pipi lelaki itu keras. Suara akibat tamparan tersebut membangunkan Julian dari tidur nya dengan panik dan tergeragap. Mendadak sensasi panas dan nyeri menyebar disekitar wajahnya yang mulus tersebut membuat Julian mengerenyit bingung, "Apa-apaan kau ini!!!!"
Mese tidak menjawab alih alih berpaling keluar dari kereta nya dan tidak mempedulikan pemuda yang tengah memanggilnya tersebut. Gadis itu mendengus kesal tidak mempedulikan Julian yang berlari lari menyusulnya dengan langkah kaki panjang. Mese memang bukan gadis mungil, dia menjulang bak model dengan tinggi menyamai Julian dan memiliki kaki kurus langsing yang panjang sehingga kalaupun ia berlari, Julian mungkin tidak akan bisa mengejarnya. Jadi mempercepat langkahnya agar Julian tidak bisa mengejarnya Mese memasuki istana megah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHARAOH [Book One] ✓
FantasyFor Those Who Always Believe in Miracle *** Pada akhir musim panas, Westminster mengadakan study tour. Study tour mengunjungi kota kuno yang dulunya termansyur pada jamannya. namun sayang kedatangannya di kota kuno tersebut membawa bencana beruntun...