17

981 65 11
                                    

Nunggu cerita ini up kayak nunggu kepastian dari dia gak sih?

****

"Siapa sih?!" Ia berusaha melepas pelukan di pinggangnya.

"Diam, Sandra," deep voice milik seseorang itu membuat buku kuduk Sandra meremang.

Apa-apan ini?! Apalagi saat ini ia sedang memakai pakaian yang agak minim malam ini. Jika bisa meramal masa depan, Sandra ingin sekali memakai baju yang sedikit tertutup di lemarinya. Mengutuki dirinya sendiri.

"Tol-" mulutnya dibekap menggunakan bibir seseorang itu.

Sandra memberontak saat ciuman itu berubah menjadi lumatan. Air matanya sudah berderai, tak ia sangka bahwa ia dilecehkan di rumahnya sendiri.

Pemuda itu menghentikan aksinya dan menghapus air mata gadisnya tanpa rasa bersalah. Sandra menerjang pemuda itu dan memukulnya brutal tak perduli mau babak belur. Sekarang yang ia lakukan ia anggap sebagai perlindungan diri. Matanya menangkap sebuah pisau yang sempat ia jatuhkan tadi. Menggapainya lalu berniat membunuh orang yang telah berani menciumnya.

"Sinting!"

Pemuda itu terkekeh pelan dan diam saja saat nyawanya terancam. Ia ingin sekali melahap Sandra tapi ia urungkan sebab gadis ini akan membencinya. Walau sekarang mungkin ia sudah membencinya.

"Kak Dipta jahat! Bajingan! Tolol!" Maki Sandra pada akhirnya, ia tak punya nyali untuk membunuh. Ia membuang pisau ke segala arah dan berdiri dari perut Dipta, ya oknum pelecehan itu adalah Dipta.

Awalnya Dipta datang ke kamar Sandra tadi namun tak menemukan gadis itu. Ketika ia menuruni tangga, ia melihat gadisnya sednag mencuci piring dengan pakaian minimnya. Mau tak mau Dipta kehilangan kendali.

Sisi liarnya yang ia sembunyikan dan tanam kembali bangkit melihat pujaan hatinya. Entah sejak kapan, Dipta begitu jatuh pada sosok Sandra.

Tak ia sangka, bibir merah itu menggoda untuk dicium. Ketika Sandra hendak berteriak lantas Dipta membungkamnya menggunakan bibirnya daripada menggunakan tangan kan rugi.

Sandra berlari menjauh dan berusaha menggapai lift. Tapi, apa daya Dipta bangkit dan menangkapnya. Menggendong dari arah depan dan melingkarkan kaki Sandra pada pinggangnya. Sandra memberontak brutal dan tak mau. Dipta sosok keras kepala tak mau kalah.

Sandra terisak histeris dan berusaha lepas dari cengkeraman Dipta yang sedari tadi menatapnya intens. Ia takut sungguh takut.

"Hiks... lepasin!!"

"Apa maunya lo sih?! Gue benci sama lo, kak!!"

Brugh

Dipta menjatuhkan Sandra ke ranjang gadis itu. Kemudian, menindihnya tak lama meletakan kepalanya pada ceruk leher gadisnya. Menghirup aroma tubuh Sandra dengan rakus.

"Tapi aku cinta sama kamu, Cassandra," ia sedikit menciumi leher Sandra.

"Gila!! Sinting! Brengsek bajingan bangsat!" Maki Sandra lagi berusaha melepas pelukan Dipta.

Dipta menggeram. Ia berusaha agar dirinya tak menodai Sandra sekarang. Begitu berusaha sampai terasa sakit sekali.

"Diam Sandra! Kamu belum lihat sisi liar aku? Kalo mau lihat yaudah kita mulai," suara itu semakin serak.

Akhirhya Sandra memilih diam dari pada melawan. Ia harus menyusul keluarganya di Surabaya dan menjauh dari Dipta. Untuk malam ini saja Sandra biarkan

Terlalu banyak menangis akhirnya Sandra terlelap juga padahal ia tidur begitu lama sejak pulang sekolah. Melihat gadisnya sudah tertidur, Dipta merapikan selimutnya dan berjalan ke kamar mandi menuntaskan sesuatu.

***

Matahari pagi menyorot melalui cekah jendela kamar Sandra membuat seorang pemuda merasa terganggu. Ia memggeliat kecil dan mencari sesuatu di sampingnya.

Matanya terbelalak tak melihat Sandra di sampingnya. Ia mencari ke seluruh penjuru kamar namun tak ada. Ketika melihat pintu lemari yang terbuka dan pakaiannya yang sudah berantakan apalagi bekas pakaian semalam sudah berada di keranjang kotor membuat Dipta yakin bahwa Sandra kabur darinya pagi-pagi sekali.

Meraih ponselnya menelpon seseorang.

"Dimana?"

"..."

"Surabaya? Baiklah, pantau terus jangan sampai gadisku terluka."

Seringaian muncul di wajah tampan bak dewa Yunani itu. Ia menatap langit kamar pujaan hatinya, mulai sekarang ia akan menunjukan sosok aslinya tanpa tertutupi topeng pada sang gadis.

Beralih pada Sandra yang sudah sampai di rumah salah satu sepupunya. Kabar mengenai ia yang tiba-tiba berada di Surabaya juga telah diketahui keluarga Xavier.

"Kak Sandra mau makan apa?" Tanya seorang gadis sepantaran Sandra.

Sandra masih bergeming di tempat tanpa ada niatan menjawab. Ingatannya berputar di malam itu, sangat sial saat Dipta mendatanginya dalam kondisi ia memakai pakaian yang terbuka.

"Kak Sandra! Kakak kenapa?" Aura yang bertanya tadi mengelus punggung tangan sang kakak sepupu.

"Ah? Eh mau apa aja, Ra," akhirnya ia tersadar dari lamunan panjangnya.

Tak menunggu lama, Aura bergegas menyiapkan makanan untuk Sandra sebab sejak gadis itu tiba. Ia bahkan belum mengisi perutnya lebih parah lagi saat kabur dari rumah tadi ia belum sempat sarapan takut Dipta terbangun.

****

Gadis dengan manik mata biru sedalam lautan itu memandang jauh pada langit malam yang begitu indah. Menghela napas pelan, baru saja tadi ia terbebas dari rangkaian proses interogasi sahabat-sahabatnya.

"Baru aja masuk sekolah setelah diskorsing sekarang malah libur pribadi lagi, aishhh," keluhnya.

"Gara-gara Diptanjing! Arggh, gue pindah aja dari sekolah itu?"

Baru saja kata-kata itu keluar dari belah bibir ranum itu. Deringan telepon itu menghentikan lamunan si pemilik netra biru.

"Halo," ia menjawab panggilan tanpa mau repot melihat pemilik nama penelepon.

"Jangan pernah berpikir buat pindah, sayang. Kan gak lucu kalau kita punya dedek emes," suara di seberang membuat Sandra tersadar dan mengecek nama di layar.

'Diptanjing'

Tanpa mau mendengar kelanjutannya, gadis itu menutup telepon secara sepihak kemudian memblokir. Celingak-celinguk mencari sesuatu, nihil yang ia dapati. Sandra merasa diawasi sejak ia tiba di Surabaya dan benar ternyata Dipta mengawasi seyiap gerak-geriknya.

"Apa karena gue nyebut dia bercabang bukan berbatang ya? Iya gitu?! Omo!!! Diptanjing itu sebenarnya kelainan gak sih," Sandra kesal sendiri lalu memutuskan untuk masuk menutup pintu balkon.

Udara malam hari ini cukup berangin walaupun malam begitu cerah. Bulan tampak bersinar di atas sana ditemani cahaya bintang yang beribun memenuhi langit.

Gadis itu membaringkan tubuhnya. Seakan tersadar sesuatu bergelantung di lehernya, gadis itu mengambil liontin berbandul hati dengan permata zamrud itu.

Ia tak pernah punya liontin ini sama sekali lalu dari mana datangnya? Apakah ini perbuatan Diptanjing itu? Jika iya, Sandra tak mau repot melepaskannya bukan karena ia menyukai Dipta tapi liontin ini terlalu indah jika dilepaskan dari lehernya. Tak sadar jika liontin itu yang membuat seseorang di sana bisa mengawasinya dari jarak dekat.

Di kediaman Altezza, tepatnya kamar si sulung Altezza. Sang pemilik kamar begitu serius memandangi layar laptop yang menampilkan sang gadis terlelap dalam mimpinya. Begitu mudahnya, pemuda itu menyadap sistem keamanan rumah perwira TNI yang merupakan saudara dari Dante Xavier.

"Kau begitu candu, sayang."

****

Hey, mana suaranya, angkat kaki keatas dan mari bergoyang bersama

Cassandra! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang