26

707 45 2
                                    

"Balik sana!" Usir seorang gadis pada gadis lainnya yang asik mengupil.

Gadis yang mengupil itu menoleh sebentar kemudian kembali melakukan aktifitasnya tanpa terganggu sekalipun. Sebut saja gadis A, gadis A berdecak kesal kemudian menjambak rambut si gadis B.

Gadis B tentu saja tak terima kemudian balik menjambak rambutnya. Keduanya saling menjambak rambut sampai berguling di padang rumput, mereka terus begitu sampai terguling di lembah dan berakhir di dalam danau yang airnya begitu jernih bahkan penghuninya di dalam sangat kentara terlihat dari atas.

"Sialan lo!" Maki gadis B.

"Lo yang lebih sialan, kampret!"

Keduanya saling menyahut dan mencipratkan air. Berakhirlah mereka duduk di pinggir danau menunggu matahari terbenam.

"Lo beneran gak mau pergi?" Tanya si A.

"Gak mau jujur aja! Tapi pasti lo menolak kalau gue tetap di sini," gadis B berceletuk.

Gadis A mendesah pelan, ia tak tau bahwa gadis ini sangat keras kepala, kemudian ia mendorong si B ke dalam danau, dirinya ikut menenggelamkan diri.

"Pikirin dengan kepala dingin Cassandra Esclovazka, ini hanyalah sekedar dunia bawah sadar lo. Sudah seharusnya lo bangun, mereka yang baik gak nyata," gadis A menyuruh gadis B yang terdiam, siapa lagi kalau bukan Sandra.

"Sejak awal cerita lo yang transmigrasi jatuh dari ketinggian itu cuman karangan otak lo yang menolak buat bangun dari koma, semua cerita yang lo alamin itu semua mimpi lo, semua hal yang lo inginkan dari dulu," lanjut gadis A atau kita sebut saja Rona.

Sandra memalingkan wajah, ia tak mampu menyanggah sebab itu semua benar, dunia ini tak nyata. Ini hanya candaan atas impiannya untuk disayangi keluarganya saja. Dari awal memang tak ada kenyataan semanis ini, sebab Sandra terlahir untuk menerima kemalangan sepanjang hidupnya, pikir gadis itu berkecamuk.

"Bangun, Sandra. Cukupkan langkah sampai di sini, jangan terlalu tenggelam dengan khayalan, gue dukung khayalan lo. Tapi apa lo lupa bahwa kakek dan Rey nunggu lo untuk bangun," Rona terus mendesak.

Rona bukan siapa-siapa, ia hanyalah entitas tak diketahui yang selalu menemani imajinasi seorang Sandra, anak terbuang dan ditelantarkan.

"Gue... takut...," matanya mulai berair.

"Jangan takut, ada kakek ada Rey dan lo jangan lupa sama kak Dipta. Dia yang selalu ada buat lo, saat ini pun dia hampir gila karena lo gak bangun. Cukup Sandra, biarin aja kalo mereka masih gak perduli. Dunia ini gak hanya mereka kok," ujar Rona memberi semangat.

Sandra diam tak membalas, ia naik setelah lama berendam. Rona menyusul, ia memegang pundak gadis itu.

"Mau kemana?"

"Mau bangunlah dari koma, anjir lo yang nyuruh!" Desis Sandra marah.

Rona menepuk dahinya. "Selesain dulu impian lo di dunia bawah sadar lo, lo sampaikan terima kasih. Mereka emang fiksi untuk di dunia nyata lo tapi mereka nyata di alam basah sadar lo, Sandra."

"Benar juga, terima kasih Rona udah nemenin gue selama ini," Sandra berucap tulus.

"Sama-sama, berbahagialah Sandra. Jangan biarin mereka jatuhin lo ke lubang hitam lagi," nasehat Rona memberi pelukan sehangat matahari pada Sandra.

***

Pukul enam pagi, Sandra terbangun setelah memgambil keputusan. Sekarang ia akan menerima takdirnya, sebab sudah pasti semua masalah pasti ada solusinya. Sudah bukan waktunya untuk Sandra takut dengan semuanya.

Ia beranjak ke kamar mandi dan bersiap-siap sekolah. Ia akan habiskan waktu bersama keluarga dan sahabatnya di sini sampai ia bisa kembali menemui kakek dan adiknya di dunia nyata.

Tak tak tak

Keceriaan memenuhi wajahnya dengan rambut diurai dan penampilan lebih rapi dari biasanya. Semua orang terdiam, apakah masalah gadis itu sudah selesai sampai ia bisa tersenyum selebar ini. Begitu pikir mereka.

"Selamat pagi!" Sapanya.

Seseorang menepuk kepalanya membuat poni yang ia susun terbengkalai. Sandra mendengus kemudian melompat dan membuat rambut kakaknya, Arka yang sudah disisir rapi menjadi acak-acakan.

"Rasakan! Itu akibat menggangguku di pagi hari, kak," ia menjulurkan lidah.

"Ck! Dasar cerewet!" Desis Arka marah.

"Pagi Sandra. Kayaknya ada yang senang banget ni," Radian mencolek pipi adiknya.

"Bang Dian!" Sandra memeluk tubuh tegap kakak pertamanya, menempelkan wajahnya di dada laki-laki itu.

"Hmm?" Alis Radian menukik.

"Sandra sayang sama kalian semua," ia melepas pelukannya kemudian memperagakan tangan yang terbuka lebar.

Saudara-saudaranya lantas memeluk saudari mereka yang begitu menggemaskan. Mengerumuni Sandra seperti semut yang mengerubungi gula.

"Akh! Lepaskan aku, penampilanku bisa berantakan!" Gadis itu meronta.

"Hey! Lepaskan putriku," Oniria berteriak kesal.

Mendengar teriakan itu, mereka melepas putri kesayangan Xavier kemudian gadis itu berlari ke Onitia membiarkan wanita itu merapikan tatanan rambutnya. Wajahnya kesal menatap kelima saudaranya yang malah tertawa lebar.

"Hmm, putri papa sangat cantik," puji Raefan.

"Tentu saja karena aku anak mama Raespati!" Seru Sandra bahagia.

Tak lama pelayan datang melaporkan bahwa makanan sudah siap. Mereka bersama-sama menyantap sarapan pagi mereka sambil bersenda gurau. Suasana beberapa hari kemarin terasa mencekam namun kini kembali lagi seperti semula.

Sandra akan menerima semuanya, menerima takdirnya yang tak dicintai oleh kedua orang tuanya maupun kakaknya sendiri. Manusia tak hanya mereka, masih banyak triliunan orang di luar sana yang bisa menyayangi dirinya.

"Rey ayo berangkat!" Seru Sandra memakai sepatunya.

Reygan merangkul kakak yang lebih pendek darinya itu. Keduanya saling meledek dan melemparkan candaan, pemandangan yang begitu indah.

"Pegangan kak, kita bakal membelah jalanan hari ini, siap?" Tanya Reygan dengan nada penuh antusias.

"SIAP!!"

"Kakak jangan teriak di samping telinga Rey!" Rengek Reygan menjalankan motornya.

"Hahaha," Sandra tertawa bebas. "Lewat jalan pintas aja deh, Rey, kakak mau hirup udara segar."

Tak membantah Reygan menyusuri jalan pintas yang dimaksud, penuh dengan pepohonan rindang, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Maasih terlalu pagi untuk sampai di sekolah, Sandra melihat jalanan sudah sepi maka ia merentangkan tangan membiarkan rambutnya terbang padahal bisa saja pas sampai di sekolah rambutnya akan seperti sarang burung.

"Kakak senang ya hari ini," ucap Reygan fokus pada jalan.

Sandra mengangguk semangat, "Kakak akan terima semuanya, Rey."

"Hm?" Alisnya menukik akan tetapi sedetik kemudian ia mengangguk.

Lima belas menit waktu yang ditempuh untuk sampai di sekolah. Sandra turun lebih dulu dan merapikan rambutnya dan juga pakaiannya. Melirik beberapa gadis yang berkerumun enggan mendekat.

Sandra menarik napas kemudian menghembuskannya dengan senyum mengembang, dengan kaki panjangnya ia menghampiri mereka.

"Selamat pagi," sapanya penuh kegembiraan.

Vashti langsung menubruk tubuh Sandra, ia merindukan Sandra yang selalu memanjakannya walau ada Kareen sih. Semenjak kebingungan Sandra waktu itu, mereka takut mendekat, Sandra dalam keadaan yang tidak stabil.

****

Maaf baru up teman-teman, semoga masih ada yang setia ya sama Sandra, kasihan lo dianya

Cassandra! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang