finished

1.2K 78 18
                                    

"gak nyangka ya anak kita udah besar-besar" ucap New yang sedang duduk bersandar pada dada bidang Tay.

"Hmm, gak kerasa dua puluh lima tahun berlalu" sahut Tay.

"Padahal baru kemarin rasanya kita melalui semuanya bersama-sama. Baru kemarin rasanya aku gendong anak-anak" keluh New.

"Sekarang anak-anak sudah bisa menentukan hidup mereka masing-masing"

New mengangguk setuju atas apa yang di ucapkan oleh Tay barusan.

"Maaf untuk aku yang dulu pernah nyakitin kamu" New duduk tegap menghadap Tay.

Tay tersenyum tipis, ia mengusap pipi yang masih tampak kencang tersebut walaupun usia mereka sudah menginjak kepala enam.

"Aku gak kebayang bagaimana hidup aku tanpa kamu"

"Maafkan aku" lirih New.

"Padahal kita sudah sepakat untuk melupakannya, dan kamu masih saja mengingatnya" ucap Tay.

"Rasa bersalah itu masih ada Tay" New menunduk sedih.

Tangan keriput Tay menggenggam tangan New.

"Kamu sendiri yang mengatakan untuk melupakan semuanya"

New mengangguk "tapi nyatanya aku tidak pernah bisa melupakannya hiks..."

Tay menarik New kedalam dekapannya, ia mengusap punggung New dengan lembut.

"Yang lalu biarlah berlalu. Yang terpenting sekarang, kita sudah memenuhi janji kita untuk menua bersama" Tay mencium puncak kepala New.

"Hingga maut yang memisahkan" tambah New.

Tay tersenyum, ia mendorong tubuh New hingga pelukan mereka terlepas.

"Nanti kalau aku yang pergi duluan, kamu harus kuat ya? Karena masih ada anak-anak yang membutuhkan kamu" ucap Tay.

"Kenapa kamu ngomong seperti itu?" Ucap New tidak terima.

Tay terkekeh, New masih saja menggemaskan.

"Umur gak ada yang tahu. Gak mungkin juga kita di panggil tuhan dalam waktu yang bersamaan bukan?" Jelas Tay.

"Bagaimana jika aku yang pergi duluan?" Tanya New.

Tay terdiam "jika kamu yang pergi duluan, aku pasti sangat terpuruk karena di tinggalkan oleh cinta pertamaku. Walaupun begitu, aku berusaha untuk tetap tegar demi anak-anak. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, hati aku akan selalu menyebut nama kamu setiap saat" jelas Tay.

New menitikkan air matanya. Usia mereka memang sudah tua, di tambah mulai timbulnya berbagai penyakit yang menyerang tubuh mereka. Tinggal menunggu ajal yang menjemput.

"Aku cinta kamu Tay. Aku benar-benar menyesal karena sudah sempat menyia-nyiakannya orang seperti kamu. Tapi sekarang aku merasa menjadi orang yang paling beruntung dan paling bahagia di dunia karena memiliki kamu"

Tay terharu mendengar penuturan New.

"Aku cinta kamu juga. Aku tidak akan pernah bosan untuk mengatakan aku cinta kamu"

"Dan aku juga tidak akan pernah bosan untuk mendengar kamu mengatakan jika kamu mencintaiku"

Tay dan New saling melempar senyum.

***

Brak

"Papa!" Seru Phem ketika membuka pintu ruangan tersebut.

"Phem? Hiks..." Tangis New kembali pecah.

Nafas Phem terengah-engah karena ia berlainan dari perusahaan Vihokratana yang ia pegang saat ini menggantikan Tay. Phem menghampiri New dan memeluk New dengan erat.

Feeling of regretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang