19. Diajak ta'aruf

135 11 0
                                    

Setelah sekian lama baru kali ini Rafa dan Afan melihat kembali kantung mata Arsha. Mereka tertawa karenanya. Apa yang menganggu Arsha sampai sebegitunya.

"Njenengan kenapa toh, Gus?" Rafa bertanya dengan tawanya.

"Lagi banyak fikiran yaa?" tebak Afan.

Arsha pun menghela napasnya berat. Kemudian menimbang apakah akan menceritakan masalahnya atau tidak? Namun, dirinya membutuhkan solusi, berpura-pura kuat dan tidak ada masalah tidak akan merubah apapun.

"Dijodohin," ujar Arsha singkat.

"Hah, siapa yang dijodohin?" Rafa mendekat terkejut.

Afan justru menghela napasnya. "Wajar, Kiai sama Bu Nyai pasti pengen yang terbaik."

"Iya," respon Arsha malas.

Rafa menengok Afan dengan mata menyipit, kemudian kembali menatap Arsha. "Pasti gak tega ya ninggalin si teteh cantik semalam."

Berdeham agak keras, Arsha menatap tajam sahabatnya. "Bukan gitu."

Afan ikut menimpali, "Terus apaa?" desaknya.

"Emang siapa sih yang mau dijodohin sang Gus kita ini?"

Memandang langit cerah, Arsha bergumam pelan. "Ning Naya?"

Dua kalimat itu membuat Rafa dan Afan terpaku. "Serius?!"

Rafa sontak tersenyum. "Kalau Rafa jadi Gus sih engga akan nolak. Hihi secara 'kan Ning Naya itu shalihah bangett ya, kelihatannya lembut dan juga perpendidikan lagi. Apalagi parasnya cantik, nyaris sempurna pokonya."

"Tapi di mata saya ada yang jauh lebih baik."

Afan menatap Arsha serius, "Sania?" mendengar nama itu, Arsha menatap Afan tetapi tidak memberikan reaksi apapun. "Gimanapun, taat kepada orang tua adalah kewajiban seorang anak." Lanjutnya. Arsha pun mengangguk lantas tidak ingin membahasnya lagi. Sementara itu seulas senyum tipis terpatri di wajah Afan. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu.

Di sela waktu luangnya, Sania membuka kembali diarynya yang tebal. Entah berapa goresan yang sudah Sania torehkan di atasnya. Lantas semuanya masih dengan pembahasan yang sama. Masih tentang dia. Sania tersenyum mulai mencurahkan pikiran serta isi hatinya.

Masih tentang dia, masih dia orang yang aku cintai

Waktu telah berlalu hari demi hari, tetapi rasa di hati tidak pernah pergi

Aku masih mencintaimu, meski telah melihatmu memilih orang lain

Aku masih mencintaimu, meski kamu menyuruhku mencari orang yang lebih baik dibandingkan denganmu.

Namun, harusnya kamu tahu jika aku hanya ingin dirimu

Namun, harusnya kamu sadar jika kamu adalah rumah ternyamanku

Tidak peduli sebanyak apapun kekuranganmu, aku akan melengkapi dengan kelebihanku. Meski sangat terlihat jika aku di sini yang harusnya banyak memantaskan diri.

Meski kamu seperti halnya langit, aku akan memaksakan diri untuk menjadi bintang yang setidaknya bisa membuat langit menjadi lebih indah. Namun, sepertinya duniaku lah yang lebih indah karena warna-warna yang kamu berikan.

Aku memang tidak sesempurna dia, orang yang sama halnya mencintaimu, tetapi tolong jangan larang aku untuk tetap memilihmu sebagai pendamping hidup. Sebab kamu bukti nyata rumah dambaan yang ingin kuwujudkan.

Netra Sania berkaca-kaca ketika menulisnya, buku ini mungkin tidak akan pernah terbaca oleh orang yang selalu Sania sebut sebagai, 'Kamu' dalam diarynya.

Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang