24. Ar-rahman yang melembutkan

83 2 1
                                    

Sania terjaga dari tidurnya, perempuan itu meraba nakas untuk mengambil sebuah cangkir. Namun, ternyata tidak ada air di sana. Waktu menunjukkan pukul setengah tiga malam dan dirinya kehausan.

Akhirnya Sania pergi ke dapur. Rumah ini masih sepi. Mungkin masih terlelap dalam mimpi. Tanpa sadar Sania melangkah ke kamar Gus Arsha. Perempuan itu meraba pintunya. Terdengar alunan surah Ar-rahman yang begitu menentramkan hatinya.

Jika ditanya suara siapa yang paling Sania rindukan? Tidak ada lagi jawabannya selain suara Gus Arsha. Laki-laki yang mampu meredam amarahnya, selalu sabar dalam menghadapinya, selalu mempunyai cara agar membuatnya patuh.

"Gus," gumamnya pelan.

Siapa sih yang tidak menginginkan sosok yang baik untuk menjadi imamnya? Nahkoda yang mampu membawanya semakin dekat dengan Tuhan.

Bukan hanya tampan dan rupawan yang perempuan butuhkan. Namun, juga sebuah rasa tanggung jawab yang ditunjukkan serta agamanya yang baik yang mampu membingbingmu untuk menjadi lebih baik.

Bagi Sania yang sangat minim ilmu agamanya, pemimpin rumah tangga yang kaya akan ilmu pengetahuan adalah sebuah hal yang penting. Ibu dan Ayah yang berpendidikan maka dapat membingbing anak mereka untuk menjadi anak yang berilmu pengetahuan.

"Ya Allah, bolehkah hamba yang melaksanakan shalat sunah dan puasa sunahnya jarang mendapatkan laki-laki yang taat akan agama-Mu?"

"Ya Allah, bolehkah hamba-Mu yang masih harus banyak belajar ini mendapatkan sosok yang sudah bisa mengajar?"

"Ah, aku terlalu banyak meminta sebagai hamba pendosa. Aku terlalu mengharapkan Hamba yang sempurna kepada Allah yang lebih sempurna dari segalanya."

Lelah dengan ekspetasi yang Sania ciptakan sendiri. Gadis itu pun kembali melangkah menuju kamarnya. Yang bisa dirinya lakukan adalah ikhtiar. Sisanya biarkan saja Allah yang mengaturnya.

Sementara di sisi lain, Arsha menikmati setiap lantunan ayat yang dibacanya sambil sesekali menangis. Arsha menyadari betapa baiknya Allah telah memberikan nikmat yang tiada henti baginya.

Dari mulai nikmat hidup, bernapas, kesehatan dapat menggerakkan tubuhnya dengan leluasa, lahir dari orang tua yang berilmu juga harmonis dan lain sebagainya. Dirinya sering lalai akan nikmat.

"Ya Allah, ampuni hamba yang selalu fokus kepada masalah yang Engkau berikan. Padahal di luar itu, Engkau memberikan sebuah nikmat dan hikmah yang tidak ada bandingan. Tolong jangan buat diriku lalai dengan kebahagiaan yang Engkau berikan. Namun, jangan juga Hamba menerima kesedihan dan gelisahan yang tiada henti. Sungguh, hamba menginginkan sebuah kebahagiaan yang semakin mendekatkan kepada-Mu Ya Rabb."

Laki-laki itu mengusap air mata yang melewati pipi dan hidung yang sedikit memerah.

"Sebenarnya hamba tidak berani untuk meminta satu hal ini selain kepada Engkau, Ya Rabb. Berikanlah hamba jodoh terbaik menurutmu. Jika boleh apa yang terbaik menurutku juga bisa menjadi yang terbaik menurutmu."

"Hanya Engkau yang tahu betapa besar kasihku kepada-Nya. Bahkan ketika kini aku menahan diri untuk tidak berkomunikasi dengannya."

♡♡♡

Setelah pertemuannya dengan sepupu Arsha, Naya menjadi gelisah. Perkataan Sania terus terekam jelas dalam ingatannya.

Sania geram. "Bukan itu maksud saya, Mbak. Saya gak mau Mbak berjodoh dengan Gus Arsha, Mbak. Dia adalah rumah saya, Mbak ngga berhak mengambilnya. Mbak, saya udah kehilangan rumah ternyaman dengan bentuk bangunan. Tolong yang ini jangan Mbak ambil juga yaa? Please Mbak. Aku cuma minta itu aja, jangan sampai Mbak nikah sama Gus Arsha."

Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang