Memenuhi permintaan orang tuanya untuk mencoba Ta'aruf akhirnya hari ini Arsha akan bertemu dengan santriwati yang akan dijodohkan dengannya dtemani dengan Kaila. Tentang hal ini Arsha belum memiliki titik terang untuk berhenti atau melanjutkan.
Kaila memperhatikan saudaranya dengan tatapan biasanya, gadis itu juga ikut berfikir apa yang akan terjadi kepadanya. Sepupu mereka menyukai abangnya, sementara orang tuanya malah menjodohkan dengan orang lain. Gadis itu menghela napasnya, jelas saja Arsha tidak senang dengan ini.
"Mas, deg-degan?" goda Kaila berpura-pura senang.
Arsha menggeleng. "dikit, selebihnya hambar."
Kaila berdecak beberapa kali. "Kasihan sekali masku ini. Tapi Mas katanya cinta ada karena terbiasa, terus Kai juga pernah denger, 'bangunlah cinta setelah menikah, bukan menikah karena cinta.' Mas setuju gak?"
Arsha terdiam sebentar, tubuhnya tidak begitu semangat hari ini. "Agak sulit, De kalau kitanya udah punya orang yang kita cintai. Kecuali kalau emang hati kitanya belum milik siapa-siapa."
Tertawa mendengarnya, Kaila menggoda. "Oh, jadi Mas udah punya orang yang dicinta siapa tuh?"
Tiba-tiba Arsha sadar jika dirinya telah masuk jebakan. "Apa sih anak kecil." Laki-laki itu berjalan lebih cepat karena malu.
"Hayo, pasti ...."
"Bukan, bukan dia." Arsha menyela cepat.
Lagi-lagi Kaila tertawa, "Loh, Kai belum nyebut siapa-siapa loh, Mas."
Hari ini rasanya Kaila sangat menyebalkan, sementara bagi Kaila, Arsha sangat menggemaskan. Abangnya ini pemalu sekali jika menyangkut cinta.
"Kai bisa loh jadi mak comblang kalian."
Arsha menghela napas. "Percuma, kalau engga ada restu orang tua."
"emang kenapa orang tua kita gak restuin?"
Dengan melamun Arsha menjawab, "Kita sepupu."
Kaila tertawa. "Oh, Sania yaa?"
Arsha mengangguk tanpa sadar, laki-laki itu menatap langit sejenak lantas menunduk lagi. Tiba-tiba langkahnya terhenti kareana tawaan Adiknya. Kenapa Adiknya tertawa?
"Ciee suka sama Saniaa."
Tunggu, kenapa dia tahu? Arsha melotot, tadi dirinya menjawab dalam hati kan? Atau tanpa sadar malah mengucapkannya saking banyak pikiran?
"Ngaco kamu."
Arsha pun mempercepat langkahnya menuju taman pesantren yang sering dijadikan tempat kumpul keluarganya atau santri yang sedang galau. Taman ini jarang sekali dikunjungi orang ramai, karena takut menganggu kenyamanan lingkungan keluarga Kiai. Biasanya orang-orang yang sedang banyak diam atau banyak masalah yang ke sini. Suasana yang adem sungguh membuat mereka nyaman.
Dari kejauhan Arsha melihat sosok perempuan yang duduk di bangku taman membelakanginya. Apakah itu? Pikir Arsha. Kemudian mereka pun mendekatinya.
"Assalamualaikum." Arsha menatap sejenak perempuan di depannya kemudian menunduk setelah salamnya dijawab. "Ning Naya?" Arsha memastikan.
Gadis itu tersenyum malu lantas menunduk. "Nggeh, Gus Arsha. Gus yang mau dijodohin sama saya?"
Arsha mengangguk. "Umi dan Abi udah jelasin sebelumnya tentang kamu, Ning lulusan S satu Al-Azhar, Kairo. Sekarang berusia sama dengan saya dua puluh tiga?" Naya mengangguk. Arsha kembali melanjutkan percakapannya. "Sebelumnya mohon maaf menganggu waktunya, tetapi saya hanya ingin memanfaatkan waktu beberapa bulan ini untuk saling mengenal. Jika setelah kita saling mengenal Ning Naya merasa tidak cocok dengan saya, maka nanti bisa memberi tahu keluarga kami untuk tidak melanjutkannya."
Naya membenarkan itu. "Saya setuju,Gus Arsha. Boleh saya mengajukan sebuah pertanyaan sebelumnya?" Suaranya begitu lembut masuk ke gendang telinga dua saudara di depannya.
Arsha mengangguk pertanda setuju. "Mengapa Gus Arsha mau berta'aruf dengan saya? Sementara santriwati yang lain juga banyak yang mengantri untuk bisa mendapatkan kesempatan ini."
Mendengar pertanyaan ini Arsha tersenyum. "Kalau boleh sayang menjawab jujur, saya sebenarnya belum terpikirkan untuk menikah, tetapi permintaan Abi dan Umi menyadarkan saya, jika saya memang telah siap segalanya mengapa tidak melaksanakan salah satu sunah Rasulullah? Jika kamu bertanya mengapa orangnya kamu? Karena kamu adalah sosok wanita pilihan Umi dan abi saya. Tidak mungkin mereka ingin menjerumuskan anaknya, yang berarti kamu adalah orang yang baik."
Naya tersenyum. Dari pertanyaan ini Naya mendapatkan jawaban jika Arsha merupakan anak yang begitu berbakti kepada orang tuanya. Meskipun alasan pertama ingin mengenalnya adalah karena orang tua, tetapi itu baik. Setidaknya, kemungkinan Arsha mempermainkannya kecil.
"sekarang boleh saya yang bertanya?" Naya menyetujui.
"Tujuan kamu menikah di usia yang muda ini karena apa?"
Naya berdeham sebenatr, bohong jika bilang dirinya tidak malu. Jujur saja Naya begitu gugup. "Sejujurnya saya bukan wanita yang sangat baik, sampai pantas dipilih oleh Pak Kiai dan Bu Nyai untuk disandingkan dengan Gus Arsha, tapi Gus saya adalah seorang perempuan yang imannya terkadang begitu mudah turun, perempuan yang ingin menjadi lebih baik setiap harinya dan rasanya tidak begitu mudah untuk istiqamah. Saya menginginkan teman yang setia, yang ingin berjuang bersama di jalan-Nya. Tujuan saya adalah mencapai ridhanya, maka saya membutuhkan sosok dengan tujuan yang sama."
"Mungkin saya wanita yang penuh dengan kekurangan Gus, maka dari itu saya membutuhkan sosok yang dapat melengkapi kekurangan saya dan bahkan mungkin menganggap kekurangan saya sebagai kelebihan. Setidaknya, dia bisa menghargai saya sebagai seorang perempuan."
Arsha tersenyum dan spontan Kaila mengucapkan, "Masyaa Allah." Sekelas Ning Naya yang terkenal shalihah saja menyadari dirinya penuh kekurangan dan membutuhkan teman untuk berjuang. Apalagi dirinya yang rempahan rengginang. Rasanya Kaila menjadi insecure.
Jika membahas tentang Naya, mungkin akan banyak laki-laki yang mengejarnya. Paras yang ayu, hidung yang lentik, penampilan syar'I, tetapi begitu anggun dan tutur kata yang manis juga penuh sopan santun. Sosok ini hampir mendekati sempurna.
Sementara di sisi lain Sania menyalami tangan Ayahnya, setelah mereka berbincang-bincang dengan Pak Kiai dan Bu Nyai. Bu Nyai menyambut Sania dengan begitu senang.
"Maaf Bu Dhe, Sani mau ngerepotin lagi."
Bu Nyai tertawa. "Yo ndak, Nduk." Mengelus surai keponakannya dengan lembut. "Bu Dhe seneng, setidaknya di sini kamu akan lebih dekat dengan Allah dan jauh lebih tenang. Bahagia terus ya, Nduk. Maaf kalau Bu Dhe engga bisa bantu, Nduk dan ngecewain."
Sania menggeleng. "Ini sudah cukup Bu Dhe." Kemudian mata Sania ke sana kemari dan disadari Bu Nyai.
"Arshad an Kaila ke taman belakang, Nduk. Tunggu di sani saja ya sambil istirahat. Nanti Kaila antarkan ke kamar atau mau langsung istirahat dulu di kamar tamu, Nduk?" tawar Bu Nyai.
Sania menggeleng. "Sani mau keliling boleh, Bu Dhe." Bu Nyai pun mengangguk setuju.
Langkah kaki gadis itu mulai bergerak menuju taman, sungguh Sania begitu penasaran sedang apaa mereka disana? Sekalian memberikan kejutan kedatangannya. Sedari tadi Sania terus menerus tersenyum sembari bersenandung kecil.
Dari kejauhan Sania melihat kedua saudara itu tengah bercengkrama dengan seseorang yang tidak begitu Sania karena wajahnya pun tidak terlihat. Hanya saja punggung perempuan itu membuat Sania overthinking. Apakah ada saudara Bu Nyai yang datang? Ketika Sania hendak melangkah lebih jauh lagi menghampiri mereka, justru percakapan mereka sudah selesai dan perempuan itu pun pergi duluan tanpa sempat Sania melihatnya.
Gadis itu menatap kepergiaannya dengan sedikit kecewa. "Tak apa deh, kan bisa tanya langsung sama Gus Arsha."
Arsha pun mulai menyadari kehadiran Sania, laki-laki itu bangkit dari duduknya lantas tersenyum kecil. "Sani," panggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}
Chick-Lit🌻Update setiap Malam Ahad jika tidak ada kendala♥️ Sania berhasil dibuat jatuh cinta oleh sepupunya, Gus Arsha. Di sebuah mimpi buruknya, Sania nekat melakukan suatu hal yang membuat Gus Arsha yang selalu bersikap baik kepadanya merasa begitu kecew...