18. Kulo Tresno Njenengan

107 7 0
                                    

Pergantian tahun islam kini telah tiba, tepat pada malam 1 Muharram, para santriwan dan santriwati mengadakan acara pawai obor, sepanjang perjalanan mereka melantunkan shalawat dan yang memimpin shalawat itu tentunya keluarga Pak Dhenya, dan laki-laki idaman Sania menjadi salah satunya.

Suara merdu laki-laki itu selalu membuat Sania gagal akan usaha untuk melupakannya. Bahkan suaranya saja terlalu indah untuk dilupakan. Sebelum berangkat pawai Sania sempat melihat betapa berkarismanya laki-laki itu. Baju koko berwarna putih andalannya selalu sukses membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

Sania bergumam seraya tersenyum, "Sorban putih, sarung batik, dan koko warna putihnya gue yang istrika."

Sepanjang perjalanan Sania ikut melantunkan shalawat, di sela-sela itu Sania sering kali mendengar pujian yang kaum hawa lontarkan untuk laki-laki idamannya. Sania tidak mengelak jika Arsha memiliki pesona yang begitu sulit orang lain tolak.

Sementara di sisi lain, Naya juga mulai mempunyai rasa kagum kepada seseorang yang akan menjadi calon suaminya. Arsha terlalu sempurna untuk dirinya tolak. Bukan hanya paras tampannya yang memikat, tetapi keimananya kepada sang Maha Kuasa menajdi point besar untuk dibandingkan dengan laki-laki lainnya.

Heboh dan penuh gembira, gema shalawat di mana-mana, tidak jarang mereka bertemu lawan arah dengan rombongan pawai kampung lainnya. Di situsiasi seperti ini, harus disyukuri karena Alhamdulillah masih banyak orang islam yang tahu akan tahun hijriah, tahun baru milik islam sendiri. Tidak jarang di Zaman yang sudah semakin tua ini, para umat muslim lebih sering merayakan hari-hari special kaum atau agama lain.

Selepas Pawai berakhir, waktu mulai malam dilanjut kembali dengan Tabligh Akbar. Sebelum itu Sania pulang dahulu ke rumah Pak Dhenya, untuk membantu Bu Nyai membawakan konsumsi ke tempat acara. Meskipun sangat sederhana, tetapi acara ini sangat menggembirakan terutama untuk para santriwan dan santriwati yang pecinta gratisan.

Sania tidak sendiri ada Kaila di sampingnya. Mereka tertawa bersama menceritakan keseruan pawai tadi. Sejenak Sania lupa akan masalah yang sedang dirinya hadapi. Di bawah rembulan terang, Sania yang memakai kerudung pashmina denim terlihat semakin cantik. Kemeja putih beserta sarung perempuan membuat kesan santrinya begitu mencolok. Dalam acara seperti ini bahkan untuk pengajian sehari-hari para santri disunahkan memakai sarung, hanya saja ada santri yang mengamalkannya ada juga yang tidak. Memang perihal sunah terkadang dianggap sepele, jangankan yang sunah yang wajib saja terkadang kita abai.

"Ning Kaila," suara baritone laki-laki memanggilnya.

Kedua perempuan cantik itu berbalik. Dilihatlah tiga laki-laki tinggi yang tersenyum kea rah mereka. Laki-laki yang berada di tengah-tengah menjadi atensi Sania. Tolong Sania ingin sekali menjerit saat ini.

Sania berbisik dalam hati, "Ya Allah Ya Allah, gak kuat Gus Arsha ganteng bangetttt!" Sania menggigit bibir menahan rasa malunya.

"Sani," panggil Gus Arsha. Sembari memeluk alat hadroh, Arsha menyapa sembari tersenyum. Hatinya bersyukur karena sepertinya mood gadis itu sedang bagus. "Berat gak?" tanya Arsha, tadinya mau basa-basi, tetapi tidak menyangka dengan respon Sania.

Sania yang sedang memangku wadah yang lumayan besar berisi olahan mie pun mengangguk. "Berat Gus," balasnya tiba-tiba tersipu.

Arsha menjadi gelagapan, laki-laki itu segera menyerahkan alat hadroh yang beratnya tidak seberapa kepada Afan. Melihat reaksi sahabatnya, Rafa tertawa. "Hmm, sini-sini biar saya aja kalau gitu."

Wadah itu pun pindah ke tangan Arsha dengan hati-hati laki-laki itu mengambil alih dan berhasil tanpa menyentuh sedikit pun kulit Sania.

Kaila pun berdeham hendak menyindir kakanya. "Aku juga berat nih," kodenya. Mata bulatnya memandang dua kresek besar berisi snack yang dirinya angkat dengan penuh dramatis.

Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang