Tatapan matanya kosong, wanita itu berdiri di dekat jembatan yang di bawahnya sungai cukup besar dengan alirannya yang deras. Hidupnya keras sehingga dia merasa sangat lelah.
Gadis itu menatap ke bawah, menyeramkan. Air matanya mulai meleleh, tangannya mengelus perutnya yang mulai membuncit.
"Bagaiamana kita sekarang, Nak?"
Rasya terisak. "Maafin Bunda ya, Nak. Bunda yang salah." Perempuan itu menunduk. Bohong jika Rasya tidak menyesali semua perbuatannya.
Seorang laki-laki yang kebetulan sedang berlari sore, memperlambat larinya dan mendengar penuturan gadis itu. Lantas menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Kemudia dia kembali berlari, tidak lagi memperdulikan wanita itu. Dirinya yakin jika dilihat dari ucapan dan gerak-geriknya wanita itu belum ada niatan untuk bunuh diri.
Rasya pun mengikuti arah laki-laki itu karena sama dengan arahnya pulang.
"Yang kuat ya Rasya, kamu bisa! Pasti bisa!" batinnya.
Sekitar 20 menit berjalan akhirnya Rasya sampai dengan peluh yang bercucuran, wanita itu terduduk lemas di teras. Ibunya yang melihat itu lantas menghampiri dengan tatapan yang seolah-olah ingin menghabisinya.
"Dari mana saja kamu? Perut gede aja bepergian, mau bikin malu, hah?!" bentaknya. "Masuk rumah!"
Rasya terperanjat, perutnya terasa sakit. Maka diusaplah perutnya, seraya mata yang menahan air mata agar tidak kembali meleleh.
"Maaf, Bu. Rasya bosan di rumah," ujarnya pelan.
"Makan sana! Jangan sakit, jangan nambah beban di keluarga ini! Kamu hamil di luar nikah aja sudah jadi aib, nyusahin."
Ibunya terus bermisuh-misuh dan memaki dirinya, Rasya yang sudah tidak kuat lagi mendengar makian itu pergi meninggalkannya dengan sedikit tertatih-tatih. Ternyata rasanya hamil seberat ini, apalagi ketika dirinya mengalami tekanan batin.
Sebelum menuju kamarnya, Rasya melihat Ayah tirinya sedang berdiri dengan melihat ke arahnya. Sejauh ini hanya Ayah tirinya yang lebih baik kepadanya dibandingkan dengan Ibu kandungnya sendiri.
Pasti bahagia sekali menjadi Sania, jika keluarga Rasya tidak bersama ayahnya. Tiba-tiba saja Rasya ingin menjadi seperti Sania, pergi jauh dari rumah yang seperti neraka ini. Baginya rumah ini hanya tempatnya untuk singgah. Ini bukan rumah impian dan yang dirinya harapkan.
Rumah ini neraka dan menyiksa.
"Ayah, aku mau mondok." Tiba-tiba ucapan itu terbesit dari hatinya. "Kaya Sania," lanjutnya.
Terlihat Ayahnya terkejut, wanita yang ada di depannya yang dahulunya tidak pernah tertarik ke dalam hal berbau agama kini meminta untuk pergi ke tempat pengajian?
"Kenapa?" tanya Ayahnya.
"Rasya mau dicintai banyak orang. Mau bahagia di sana, jauh dari rumah ini." Dia mulai terisak.
"Apa jaminannya kamu di sana bahagia, Rasya? Dalam kondisi seperti itu? Kamu yakin tidak akan dicemooh oleh banyak orang?"
Rasya terdiam, ucapan Ayahnya benar hanya saja tetap menyakiti hatinya. "Terus Rasya harus gimana Ayah? Biar bisa bahagiaaa! Rasya harus gimana!" jeritnya kehabisan akal.
Ibunya tiba-tiba menyambung dari belakang. "Diam di rumah dan lahirkan anak itu. Setelah itu pergi bekerja dan membesarkannya!"
"Gak mau! Rasya gak mau anak ini! Anak ini semakin membuat hidup aku sengsara!"
"Rasya!" bentak Ibunya. "Engga ada yang nyuruh kamu melakukan perbuatan kaya gitu! Seburuk apapun sifat Ibu, saya engga pernah mendidik kamu menjadi anak pelacur kaya gitu!"
"Astaghfirullah berhenti, Bu!" Ayahnya berteriak. "Cukup!"
Rasya pun berlari ke kamar dengan rasa kalutnya. Hampir setiap hari kondisi rumahnya seperti itu. Dirinya seolah-olah dipandang sebagai manusia yang paling hina di dunia ini.
Cantika yang melihat itu dari pintu kamarnya merasa iba, meskipun dirinya sama bencinya kepada sang kakak yang menurutnya sangat bodoh. Meskipun begitu terkadang Cantika ingin sekali memberikan dukungan kepadanya.
Yang paling Rasya butuhkan saat ini memanglah support dari orang-orang terdekatnya. Bukannya caci maki, hinaan, pojokkan dan hal negatif lainnya yang membuat dirinya merasa semakin tidak berguna dan depresi.
Cantika mengambil setumpuk coklat yang dibelinya lantas pergi ke kamar kakanya dan memberikannya tanpa mengucapkan satu patah kata pun.
Sementara itu Rasya menangis tersedu sambil berkali-kali menelpon sang mantan pacar. Berharap jika dia akan menganggmat setidaknya sekali dan jika bisa dia ingin orang itu bertanggung jawab akan apa yang telah mereka perbuat. Semakin lelah akhirnya Rasya tertidur dengan kondisi matanya yang sangat sembap.
Kemudian di sisi lain Sania berusaha beradaptasi dengan lingkungan kamarnya. Namun, tatapan ramah yang santriwati tunjukkan kepadanya ketika ada Bu Nyai dan Ning Kaila menghilang ketika mereka telah pergi.
Pandangan mereka begitu sinis, sampai Rasanya Sania ditusuk dari belakang. Ketika Sania sibuk merapihkan barangnnya bantuan yang sebelumnya ditawarkan itu terhanya sekadar untuk mencari muka di depan Bu Nyai saja.
Baru beberapa hari di sini Sania sangat muak, mereka terlihat sangat senang bercengkrama dan tertawa tanpa mengajaknya. Segala hal Sania lakukan tanpa seorang teman. Makan, shalat berjamaah pergi sendiri, ngaji pun pergi sendiri.
Rasanya mereka hanyalah sekelompok orang asing yang hanya tinggal bersama. Ingin sekali Sania mengeluh dan memberontak dengan apa yang terjadi saat ini. Namun, kejam rumahnya lebih daripada ini.
Kemudian hal yang tidak pernah dirinya duga terjadi begitu saja. Salah satu di antara anggota kamarnya ada yang kehilangan kalung emas, membuat seisi gedung sampai heboh karena santriwati merupakan anak dari seorang donatur di pesantren itu.
"Yang sering di kamar akhir-akhir ini siapa?" tanya Yusti.
"Kalau aku lihat sih Sania ya?" timpal Yuki.
Sania hanya diam saja dicurigai banyak orang di aula. Karena sedang ada pemeriksaan di kamar, maka seluruh santriwati pun disuruh menunggu di aula.
"Astaghfirullah, tapi belum tentu kan?" Santriwati yang lain menimpal.
"Yaudah kita lihat aja, ada engga di lemari atau di tas dia." Yayu, sang pemilik ikut menimbrung.
Orang-orang yang berinisial Y itu saling bertatapan. Ketiganya sudah dikenal dengan nama geng three Y dikarenakan inisial nama mereka yang sama. Jik melihat dari situasinya pasti orang yang pertama akan dicurigai adalah teman semakamarnya, karena mereka lah yang paling dekat.
Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya Roisah 'amnya datang dan memberikan sebuah pengumuman yang mengejutkan.
"Kalungnya sudah ketemu," ujarnya.
Bersambung ....
Assalamualaikum ....
Hallo apa kabar? Udah sampai ke kota mana aja nih? Maaf banget yaa, updatenya malam hihi
Soalnya baru sempat nulisSemoga suka ya, chapter ini!
Kasih tanggapan di sini yaa!See you next part😍🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}
Chick-Lit🌻Update setiap Malam Ahad jika tidak ada kendala♥️ Sania berhasil dibuat jatuh cinta oleh sepupunya, Gus Arsha. Di sebuah mimpi buruknya, Sania nekat melakukan suatu hal yang membuat Gus Arsha yang selalu bersikap baik kepadanya merasa begitu kecew...