28. Don't leave Me

89 4 4
                                    

Percakapan dengan Bu Dhe-nya terus terputar di kepala Sania. Gadis itu tengah merenung memikirkan alasan sebenarnya di balik perkataan Bu Dhenya.

Apakah kehadiran dirinya di rumah ini hanyalah sebagai beban? Pengganggu? Penjahat?

"Nduk, Bu Dhe mau kamu tinggal bersama santriwati lainnya. Pergi ke asrama ya, Nduk. Di sana bisa membuat Sani lebih nyaman."

Melihat ekspresi Sania yang mulai terlihat sedih. Bu Dhe meluruskan. "Untuk sementara waktu ya, Nduk. Maaf bukannya Bu Dhe ngusir, tetapi untuk kebaikam bersama. Sisi baiknya, Nduk juga bisa lebih mandiri lagi."

"Nduk, Bu Dhe sayang sama Nduk. Jangan berpikir aneh-aneh ya Nduk."

Sani hanya menanggapi senyuman dan anggukan. Tangan yang mulai sedikit demi sedikit keriput pun mengelus kepala Sania dengan lembut.

"Bu Dhe tunggu jawaban terkait ta'arufnya, Nduk." Kemudian beliau pergi.

Tiba-tiba terbersit dalam pikiran Sania. "Perkataan Bu Dhe tadi mungkin tidak ingin kehadirannya di sini menimbulkan fitnah, meskipun dirinya tetap ada hubungan darah. Namun, bersama Gus Arsha kita tetap bisa menikah."

Intinya, Bu Dhe nya itu tidak ingin kehadiran Sania membuat salah paham calon istrinya Arsha.

Semasuk apapun alasan Bu Dhenya itu menyuruhnya pindah tetap saja hatinya terasa sesak, kakinya terasa berat untuk sekadar melangkah membuka pintu kamar. Dirinya sudah nyaman berada di kamar ini.

Hal lainnya, Sania belum siap menerima perlakuan buruk dari orang lain. Antara trauma dengan apa yang terjadi di rumahnya atau karena di sini dirinya selalu diperlakukan dengan baik.

_______

Setia dengan amalannya. Gus Arsha bangun di sepertiga malam. Diam sejenak lantas bangkit mengambil air wudhu melaksanakan shalat tahajud, hajat, taubat sehingga membaca Al-Qur'an. Tak sampai di situ dia juga memanjatkan doa kepada Allah SWT.

Arsha bersyukur dengan imannya, karena semalas apapun dirinya untuk melaksakan ibadah masih tetap bisa memaksakan diri untuk istiqamah. Terkadang hal itu membuat dirinya kelelahan. Namun, laki-laki itu selalu ingat jika suatu hari dirinya akan mengalami sakaratul maut dan kembali lagi kepada pemiliknya. Sampai saat itu tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya selain amal baik.

Apalagi untuk saat ini, Arsha merasakan kegelisahan yang luar biasa. Entah apa sebab pastinya laki-laki itu pun tak tahu. Di tengah lamunan membaca Al-Qur'an, tiba-tiba bibirnya berhenti bergerak, hafalannya terhenti.

Laki-laki itu merasakan ada seseorang yang memperhatikan di belakangnya juga diiringi suara isak tangis. Mendadak tubuhnya merinding, perlahan Arsha menoleh ke belakang dan menemukan seseorang yang memandangnya dengan berlinang air mata.

Menyadari sosok itu bola mata Arsha hendak keluar. Tidak menyangka perempuan yang kini tatapannya beradu bisa seberani itu masuk ke kamarnya.

"Sani, ngapain di sini?" Lututnya lemas, dia tidak pernah berada satu kamar dengan selain mahramnya.

"Gus Arsha, maaf ...." suara sendu tidak mampu lagi melanjutkan perkataannya.

"Keluar San, gimana kalau ada yang salah paham?"

Ingin rasanya Arsha sekarang menangis. Masalahnya jika mereka ketahuan berada dalam satu kamar meskipun tidak melakukan apapun itu akan menghancurkan kepercayaan orang lain dan martabat mereka sendiri.

"Ma-maaf, Gus." Sania dengan cepat membuka pintu kamar Arsha sembari terus terisak.

Arsha tidak sempat berfikir banyak, dia melihat Sania tertegun di depan pintu membuat Arsha terburu-buru melihat apa yang sedang terjadi di depannya. Sebagaimana kekhawatiran Arsha, Uminya sedang menatap tajam kepada mereka.

"Masuk!" titahnya pelan, tetapi penuh penekanan.

Arsha segera mundur begitupun Sania. Uminya pun langsung menutup pintu itu setelah berada di dalam kamar bersama dua orang itu.

"Umi, Arsha bisa jelasin." Tatapannya memohon.

Uminya hanya diam, gumpalan emosi memenuhi dadanya. Tidak baik jika dirinya bicara sekarang. Sementara itu Sania hanya menunduk, badannya kaku. Tidak henti-henti hatinya merutuki apa yang telah dia perbuat.

"Apa yang terjadi?"

Arsha menghela napas yang terasa berat. "Engga terjadi apa-apa, Mi. Tadi Sania kayaknya engga sadar masuk kamar Arsha, terus engga lama keluar malah ketemu Umi depan pintu."

Uminya menatap Sania. "Jelasin, Sania."

Panggilan nama itu semakin membuat Sania berdebar karena jarang sekali Bu Dhenya memanggil namanya sekaligus.

"Sa-sania sedih," ujarnya. "Terus engga tau apa yang Sani pikirin, Sania malah masuk kamar Arsha."

"Apa yang kamu rencanain sebenarnya, Sania! Bu Dhe tau, sudah cukup laka kamu menyukai Arsha. Apa Sani engga sadar, kalau Bu Dhe engga mau Arsha sama Sani?!"

Arsha dan Sania terlonjak terkejut mendengar itu keluar dari bibir orang yang sangat mereka sayangi.

"Ta-tapi ke-kenapa Bu Dhe?" tanyanya lemas.

"Keluarga kamu berantakan, Nduk. Bu Dhe engga mau kamu makin tertekan dengan penolakan saudara-saudara Ayah kamu yang lain. Keluarga ini menolak pernikahan sepupu, Nduk."

"Gapapa Bu Dhe. Sania gapapa, asalkan bisa sama Gus Arsha."

"Sani, pernikahan tidak sesederhana itu."

"Umi, boleh Arsha bicara?" Uminya mengangguk.

"Arsha engga peduli apa kata orang lain, Mi. Namun, memang sejauh ini Arsha masih menjadi laki-laki penakut yang tidak berani mengutarakan pendapatnya hanya takut menyakiti perasaan Abi dan Umi. Tapi Mi, Arsha juga engga bisa terus menyakiti diri sendiri."

Arsha memegang tangan Uminya. "Umi, Arsha takut engga bisa membahagiakan orang yang engga Arsha cintai, Mi. Arsha takut tidak bisa mempertahakan pernikahan yang Umi dan Abi siapkan. Mi, tolong hargai pilihan Arsha untuk membatalkan perjodohan dengan Ning Naya."

Permohonan itu dibalas bentakan. "Mas! Gak bisa! Umi gak setuju!"

"Umiii," mohon Arsha sehingga tangannya dihempaskan.

Uminya berdiri, "Ingat, hari ini Bu Dhe engga mau lihat Sani di kamar itu lagi. Tinggallah bersama santriwati lainnya, Nduk. Bu Dhe mohon."

Sania mengangguk pasrah, tidak ada yang dirinya bisa lakukan. "Nggeh, Bu Dhe."
Sania pun keluar dari kamar itu penuh rasa kecewa dan penyesalan. Dia telah menghancurkan kepercayaan Arsha dan Bu Dhenya.

Arsha menatap kepergian Sania. Hatinya bergumam, "Don't leave me."

-----

"Abi, ada yang mau Arsha bicarakan. Arsha mau perjodohannya batal, Bi."

Bersambung ....

Assalamualaikum tok tok ada yang kangennn? Hehe

Mengejar Cinta Gus Arsha (5) {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang