CHAPTER 16

605 32 1
                                    

Assalamu'alaikum, jangan lupa VOTE & KOMEN ya? Makasih^^
--
Happy Reading 📖

Sudah dua hari lamanya Haziq mengajar di ponpes Al-Maidah. Beberapa kali dia bertemu dengan Hazia, dan mereka hanya berpapasan tanpa ada kata-kata yang keluar. Seperti saat ini Haziq dan Hazia kembali bertemu, tetapi hanya sekedar saling melewati, tidak ada kata yang keluar dari salah satu dari mereka.

Hazia berjalan lurus dengan langkah yang di cepatkan, didalam hati Hazia sudah menggerutu kenapa dia harus bertemu dengan Haziq disaat dia sedang sendirian seperti ini. Sedikit lebih jauh Hazia berjalan, akhirnya dia bertemu dengan Kenza dan Alifah yang sedang memakan mangga di sebuah gazebo.

"Kalian enak banget ya makan mangga disini, Aku tadi nyari kalian kemana-mana tau ngga?" kesal Hazia kemudian ikut duduk bersama Kenza dan Alifah.

Kenza dan Alifah yang mendengar kekesalan Hazia tentu saja tersenyum tanpa rasa bersalah. "Tadi tuh ada Gus Agham jadi aku langsung lari aja, eh Zara nya ngikut. Aku kira kamu juga ikut tadi," jelas Alifah.

Hazia menatap Kenza dan Alifah dengan malas. "Aku malah ngga sadar kalian pergi tadi, soalnya cari sandal aku yang entah kemana."

"Baiklah maafkan kami kanjeng ratu Zia," kata Kenza dan Alifah secara bersamaan. Hazia yang awalnya kesal langsung tertawa seketika saat mendengar panggilan 'Kanjeng Ratu'.

Kenza dan Alifah yang melihat Hazia tertawa, ya tentu saja tertawa. Ketiganya ini memang satu frekuensi, karena hal kecil saja pasti tertawa, tidak salah pertemanan mereka semakin erat. Saat tawa mereka sudah mereda, Hazia melihat mangga yang bisa dibilang banyak itu. "Ini mangga kalian ambil sendiri atau dikasih?" tanya Hazia heran.

"Ini dikasih Kiyai Abi kok, katanya pohon mangga itu buah nya kebanyakan, jadi dikasih ke kami pas ngga sengaja ketemu tadi," jawab Kenza. Sedangkan Alifah sibuk mengupas kulit mangga, hingga dua mangga terkelupas dan Alifah memotong buah mangganya. "Nih cobain deh," kata Alifah memberi potongan mangga kepada Hazia.

Hazia mengangguk, dia mengambil potongan mangga itu lalu memakannya. "Manis, manis banget malah. Mau lagi!" pekik Hazia senang.

"Iyakan? Manis banget emang mangga punya Kiyai Abi tuh. Nih ambil aja," kata Alifah. Kenza, Alifah, dan Hazia memakan mangga itu dengan lahap hingga habis. "Alhamdulillah, habis," kata mereka secara bersamaan.

Mereka membuang kulit dan biji mangga ke kotak sampah yang berada di dekat mereka. Setelah bersih mereka mencuci tangan di keran yang tersedia. "Kira-kira itu mangga Kiyai Abi beneran atau mangga punya Gus Agham ya? Kan punya Gus Agham itu juga punya Kiyai Abi," celetuk Kenza secara tiba-tiba.

"Mangga itu punya Kiyai Abi pasti, mana mungkin Kiyai Abi ambil mangga punya Anaknya sendiri," balas Alifah sembari mematikan keran. "Iya sih, ngga mungkin."

"Aku mau ngembaliin pisau ini ke Bi Mina dulu ya?" pamit Alifah.

"Iya, Zara temenin Shena, nanti dia ngga sadar kalau ada Gus Agham."

"Oke, kamu ikut ngga Zia?"

"Engga, Aku tunggu sini aja. Lagian dapur nya juga deket sini, kalian ngga mungkin lama juga."

"Oke, kami pergi dulu ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Kenza dan Alifah berjalan pergi meninggalkan Hazia yang duduk di gazebo. Hazia duduk sembari melafalkan bacaan Al-Quran agar tidak terlupa. Cukup lama Hazia menunggu hingga seseorang memanggil namanya.

"Hazia," panggil orang itu. Tubuh Hazia menegang saat suara itu terdengar, itu bukan suara Kenza ataupun Alifah. "Kak Haziq."

Itu suara Haziq, suara berat yang sangat Hazia kenali. "Bisa bicara sebentar?" tanya Haziq. Hazia bingung harus bagaimana, dia juga menyesal kenapa tadi tidak ikut Kenza dan Alifah saja, dari pada dia bertemu dengan Haziq seperti sekarang.

"Bisa, sebentar saja," jawab Hazia. Dia juga tidak enak jika menjawab tidak kepada Haziq.

"Terima kasih."

"Iya, Kak. Langsung saja, ingin bicara apa?" tanya Hazia dengan menunduk.

"Apa kamu masih menunggu Saya, Hazia?" Hazia terdiam. Pertanyaan yang tidak dia bayangkan akan keluar dari mulut Haziq. Hazia hanya terus menundukkan kepada dan tidak menjawab pertanyaan Haziq sama sekali.

Haziq yang tidak mendapatkan jawaban kembali bertanya, "Hazia, Apa kamu masih menunggu Saya?" Tidak ada jawaban lagi dari Hazia, gadis itu benar benar diam.

"Hazia—"

"Apakah itu harus sekali dipertanyakan, Kak?" sela Hazia. Hazia menatap Haziq dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Menurut Kakak, apa Saya masih menunggu Kakak menepati janji Kakak?"

"Jika dari Saya, Iya. Saya yakin kamu masih menunggu Saya, Hazia."

"Lalu untuk apa ditanyakan?"

"Saya hanya ingin memastikan. Jika kamu masih menunggu Saya, Apa Kamu mau berjuang bersama agar kita bisa bersatu?"

Hazia diam. Dia bingung harus menjawab apa, disatu sisi dia tidak ingin menyakiti hati wanita yang kini bersama Haziq, tapi di sisi lain, dia masih mengharapkan Haziq. "Dan menyakiti hati istri Kakak, begitu?" Hati Haziq terasa tertusuk saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Hazia.

"Aku memang masih menunggu Kakak, tapi untuk seterusnya tidak lagi. Kakak sudah beristri, bahkan akan segera menjadi Ayah—"

"Kamu bisa menjadi istri kedua Saya, Hazia."

Hazia menatap Haziq dengan tatapan tidak percaya. "Apa Kakak pikir istri Kakak akan menerima nya? Dan Aku akan mau menjadi istri kedua Kakak? Tentu saja, Tidak."

"Sudah ya Kak, lebih baik Kakak pergi. Dari pada ada orang yang melihat kita berdua dan menimbulkan fitnah," sambung Hazia.

Haziq terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Baiklah, tetapi Hazia. Coba pikirkan lagi jawabanmu. Saya permisi, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Haziq berjalan menjauhi Hazia yang mengatur nafas nya, jujur saja Hazia tadi hampir terbawa emosi, untung saja tidak terlepas.

Tanpa Hazia dan Haziq ketahui, Alifah dan Kenza mengintip dan menguping pembicaraan mereka dari jauh. Alifah dan Hazia bersembunyi di tanam hias yang cukup besar dan mampu menutupi badan mereka. Dipertengahan pembicaraan Hazia dan Haziq, Alifah dan Kenza sudah siap untuk menyerang Haziq dan mengomeli Hazia jikalau keduanya merencanakan untuk memperjuangkan rasa mereka lagi.

"Untung tadi kita ngga langsung kesana," gumam Kenza.

"Iya, padahal Aku udah siap nampol Zia kalau sampe nerima ajakan si Ustadz Zia itu."

"Sama, Aku juga udah siap buat ngomelin Zia tadi. Tapi nya untung nya Zia nolak. Ayo kita samperin Zia, pura pura aja kita ngga tau tadi."

"Oke! Ayo Zara."

Alifah dan Kenza keluar dari persembunyian dan menghampiri Hazia yang masih duduk di gazebo. "Ziaaa, maaf ya lama. Tadi kami ngobrol sama Bi Mina dulu," kata Kenza saat sudah berada di hadapan Hazia.

"Iya nggapapa. Ayo kita keliling aja, bosen juga disini," ajak Hazia.

"Yaudah Ayo," kata Alifah menyetujui, begitu juga dengan Kenza.

Hazia berdiri, lalu ketiganya berjalan untuk berkeliling. Untungnya hari ini free, jadi mereka bisa berkeliling tanpa waspada. Tidak jauh mereka berjalan, mereka melihat Abiyasa yang sedang menelpon. Dan ketiganya tidak sengaja mendengar perkataan Abiyasa.

"Iya Bunda. Nanti Aku pergi kunjungi Dani. Habis itu Aku pulang sebentar," kata Abiyasa kepada ibunya yang sedang dia telpon.

Kenza mengerutkan dahinya, nama yang disebutkan oleh Abiyasa seperti tidak asing baginya. Dia seperti mengenal nama itu. Dan secara tiba-tiba rasa sakit melanda, kepala Kenza terasa pusing, entah kenapa Kenza mendapat dorongan untuk terus mengingat siapa Dani itu, dan membuat rasa sakit dikepala makin menjadi.

"ASTAGFIRULLAH KENZA!"

•••••

©.12-08-2023, Palembang.

Perjalanan Hijrah Cinta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang