CHAPTER 13

566 44 1
                                    

Sebelumnya aku mau mengingat, jangan lupa follow akun punyaku dan anak-anakku ya. Aku bakal spoiler di akun official, dan bakal interaksi sama anak-anakku pas followers udah lumayan banyak. And bakal live juga.

Akun punyaku :

IG (utama) : __rlk.syftri
IG (official) : author__rlk.sytri
Tiktok (official) : bluebellbunny_12

Akun punya anak-anakku :

IG (Azgham) : _assegaf.azgham
IG (Alifah) : alfh.shna_
IG (Hazia) : hazia_2242
IG (Athala) : alkahfi_ya
IG (Abiyasa) : abijayan_khlif
IG (Kenza) : kenza_ranawiyah

______________________________________

Assalamu'alaikum, jangan lupa VOTE & KOMEN ya? Makasih^^
--
Happy Reading 📖

Siang hari yang tidak terlalu panas, Alifah, Kenza, dan Hazia duduk di sebuah pondok kecil untuk menikmati angin yang bertiup menerpa wajah mereka. Mereka duduk sembari menunggu saatnya berkumpul di lapangan, karena hari ini pembelajaran dilakukan di luar ruangan.

"Belum disuruh kumpul juga ya? Kenapa harus di luar ruangan sih?" keluh Kenza. Alifah mengangguk setuju, karena dirinya lebih suka belajar di dalam ruangan. "Ya sudahlah, terima aja. Dari pada disuruh belajar di atas genteng, mending di lapangan," celetuk Hazia.

Kenza menghela nafas dan hanya mengangguk untuk menanggapi. Saat mereka sedang tenang tenang nya, ada seorang anak kecil yang menghampiri mereka. Anak kecil itu juga menepuk lutut Alifah, yang membuat Alifah tersentak karena terkejut.

"Astagfirullah ... Kamu siapa dik?" tanya Alifah kepada Anak kecil itu. Hazia dan Kenza juga mengalihkan pandangan mereka ke Anak kecil tersebut. Anak kecil itu tersenyum dan merentangkan tangan nya pada Alifah. "Thazin mau dipangku."

Alifah menuruti kemauan Anak kecil yang bernama Thazin tersebut, walaupun dirinya sendiri masih merasa bingung. "Kamu kenapa bisa disini, dik?" tanya Kenza.

"Aku kesini sama Ayah, tapi Ayah lagi bicara sama Kakek, jadi Thazin berlari terus tau tau ada disini, ketemu Kakak Kakak cantik," jawab Thazin dengan lugunya. Alifah, Kenza, dan Hazia tertawa karena merasa gemas, mereka juga sedikit salah tingkah karena dipuji cantik oleh Thazin.

"Mulutnya pinter banget ya ngeluarin kata-kata manis," kata Alifah, dia memeluk Thazin dengan erat karena gemas. "Kamu kenapa lari? Nanti Ayah kamu nyariin gimana?" tanya Hazia.

"Ayah sendiri kok yang bilang kalau Thazin boleh main main disini, asal jangan keluar dari pondok saja." Hazia mengangguk paham lalu mencubit pelan pipi Thazin. "Gemes banget."

Disaat Alifah dan Hazia fokus pada Thazin, Kenza melihat kearah lapangan yang cukup jauh dari mereka. Disana sudah banyak santri yang berkumpul, bahkan para pengajar sudah ada disana. "Eh, kita harus kesana deh, itu udah pada ngumpul." Alifah dan Hazia mengalihkan pandangan mereka ke arah lapangan.

"Oh iya, terus ini Thazin gimana?"

"Kita bawa aja kesana, pasti Gus triple A kenal sama Thazin."

"Yasudah, Ayo kita kesana sekarang."

Mereka berdiri, begitupun dengan Thazin. Alifah berjalan dibelakang bersama Thazin yang menggenggam tangannya. Saat sedang berjalan Thazin tiba-tiba berhenti, membuat Alifah juga mau tidak mau ikut berhenti. "Ada apa, Thazin? Kenapa berhenti?" tanya Alifah kepada Thazin.

Kenza dan Hazia yang berada didepan ikut berhenti saat mendengar pertanyaan Alifah. Sedangkan Thazin menatap fokus ke sebuah arah, secara tiba-tiba Thazin melepas genggaman di tangan Alifah dan berlari kearah yang dia tatap. Reflek Alifah, Kenza dan Hazia juga ikut berlari mengejar Thazin.

Thazin berhenti lalu mengambil sesuatu, yang entah apa yang Thazin ambil. "Kamu ngambil apa, dik?" tanya Kenza.

Thazin berbalik lalu menunjukan sesuatu yang dia ambil. "Thazin ambil ini."

"Astagfirullah! Ular?!" kaget ketiganya saat melihat apa yang Thazin ambil. "Ih bukan! Ini tuh mainan," sangkal Thazin dengan wajah yang kesal.

Alifah memberanikan diri menyentuh mainan ular itu, untuk memastikan  apa itu benar mainan, atau bukan. "Iya, bener. Ini mainan," kata Alifah sembari menghela nafas lega. Kenza dan Hazia yang mendengar itu juga ikut lega, mereka kira itu ular asli karena bentuk dan warnanya yang mirip.

"Buang aja mainan nya, kotor itu," kata Kenza. Thazin melihat mainan itu, dan memang mainannya sedikit kotor, ada tanah yang menempel pada mainan itu. "Yasudah, Thazin buang deh."

Thazin melempar mainan itu, dan tidak lama terdengar suara di lapangan. "ULAR!!" Alifah terkejut dan langsung saja berlari kelapangan, diikuti oleh Kenza dan Hazia. Saat Thazin ingin ikut ke lapangan, Ayahnya tiba-tiba datang dan menggendongnya.

"Kamu dari mana aja? Ayah khawatir, dari tadi nyariin kamu."

"Thazin tadi main sama—"

"INI ULAH KALIAN LAGI?!" teriakan dari Azgham membuat Ayah Thazin terkejut dan langsung menghampiri Azgham yang berada di lapangan.

Di lapangan, terlihat Azgham dengan wajah yang sudah memerah, dan Alifah yang memegang ular mainan itu. "Bukan—"

"Masih mau ngelak?! Kalau bukan kalian, lalu siapa yang melempar ini?! Kalian ini biang masalah sekali. Kalau cuma mau buat onar disini, lebih baik tidak usah masuk kesini. Saya tidak yakin ada yang mau sama Kamu, bahkan saya sendiripun tidak akan mau sama Kamu, Alifah. Karena kalian bertiga sangat nakal dan selalu membuat masalah." Alifah terdiam, begitupun dengan Hazia dan Kenza.

Athala menepuk bahu Azgham. "Sudah, Kak. Tahan emosi," tegur Athala. Sedangkan Abiyasa menatap tiga gadis yang sedang menundukkan kepala. "Kalian bertiga, silahkan duduk, jangan dimasukkan ke hati perkataan Kak Azgham, ya?"

Alifah mengangguk, lalu berjalan ketempat paling belakang, diikuti oleh Kenza dan Hazia. "Omongannya nyakitin banget sih? Kek gitu di panggil Gus? Masih mending Gus Abi," keluh Kenza, disetujui oleh Hazia.

"Omongan nya kayak gitu banget, padahal emang bukan kita yang ngelempar," tambah Hazia.

"Udahlah, biarin aja," kata Alifah lalu ditempat yang kosong bersama dengan Hazia dan Kenza. "Kamu nggapapa kan? Gus Agham ini apalah, dikira Kamu mau banget sama dia," kata Hazia dengan mata yang menatap sinis kearah Azgham.

"Udah udah, Aku mah nggapapa. Mungkin Gus Azgham lagi ada masalah atau banyak pikiran, kan ngga ada yang tau. Masih mending kita yang jadi sasaran, kalau Thazin yang kena marah tadi kan kasihan." Kenza dan Hazia mengangguk setuju. Walaupun mereka kesal karena dimarahi tadi, tapi mereka bersyukur karena yang kena adalah mereka bukan Thazin.

Tidak lama masa pembelajaran dimulai, Alifah melihat Thazin didepan. Anak itu digendong seorang pria, yang diyakini itu adalah Ayah Thazin.

"Thazin gemes banget," bisik Hazia. "Mau aku unyel unyel pipi nya, gembul banget," tambah Hazia.

"Iya, gemes banget."

Setelah puas menatap Thazin, mereka berdua kembali fokus pada materi yang disampaikan.

•••••

©.23-07-2023, Palembang.

Perjalanan Hijrah Cinta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang