"Lo duluan aja!" ujar Garvi dibalik helm.
Aku menganggukan kepalaku, "Rumah lo masih sama kan?"
"Iya lah, lo kira gue pindah gitu"
Balasan tak santai yang diberikan oleh lelaki itu membuatku tertawa, "Siapa tau ya kan" balasku lalu melajukan motor dengan kecepatan sedang.
Garvi selalu berada di belakangku hingga mataku bertemu dengan matanya lewat cermin saat di jalanan yang sepi. Namun, dengan cepat aku memutuskan kontak mata kami lalu kembali fokus dengan jalanan.
Sialan.
Setelah sampai di rumah Garvi, aku memikirkan motor di dekat pos satpam. Menyebutkan rumah sepertinya membuatku merasa bersalah karena memang lebih pantas disebut mansion.
"Sorry kalau keadaannya kayak gini, soalnya mbok lagi ngambil cuti" ujar Garvi yang membuatku tersenyum canggung."Santai aja, lo bakal lebih kaget kalau ke rumah gue"
Sikap yang ditunjukkan lelaki di sampingku hanya terkekeh dan menggeleng, "Ayo masuk!"
Aku hanya menganggukkan kepala lalu mengikuti Garvi dari belakang. Astaga, menginjakkan kakiku di rumah ini sangat tak pantas bagi diriku.
Badanku terasa sangat dingin ketika memasuki rumah ini, bahkan pendingin di laboratorium sekolah kalah melawan pendingin di rumah Garvi.
Aku kagum dengan semuanya, sangat cantik dan mewah.
"Lo duduk di sana aja!" titah Garvi yang hanya kuturuti saja.
"Gue mau ganti baju dulu, mama gue bentar lagi turun" lanjutnya.
Aku mengangguk, "Eh Gar"
Garvi yang sudah berjalan menuju tangga pun membalikkan badan, "Kenapa? Lo mau ikut gue ganti baju?"
"Enggak lah, gila lo!" kesalku yang membuat Garvi menertawaiku.
Sepeninggalan Garvi, aku hanya melihat-lihat setiap sudut ruang tamu di rumah ini. Interior klasik modern sangat menyatu dengan beberapa barang yang terlihat sangat glamour.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Teen Fiction"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...