Setelah kejadian kemarin membuat diriku tersadar bahwa dibalik banyaknya kejahatan yang ayahku berikan selalu ada sesuatu hal yang membuatku bangga terhadap ayahku.
Jika kalian berpikir bahwa diriku membenci ayahku sepenuhnya, kalian tentu salah.
Lihat saja, hingga saat ini disaat aku melihat keringat yang bercucuran di wajah serta pakaian yang telah telah dibasahi oleh keringat.
Hatiku memanas, walaupun ayahku memiliki sifat kasar tak membuat Ayah lupa akan tanggung jawab yang Ayah pegang walaupun pamrih.
Saat ini diriku sedang berada di kamar sembari mensecrol aplikasi tiktok. Aku tersenyum saat melihat sepasang suami istri dari Indonesia-Spanyol berinteraksi di media sosial.
"Coba gue punya suami bule pasti bahagia banget kan ya?"
"Shalawatin dulu aja lah, siapa tau emang bener" pungkasku lalu tertawa tak jelas.
Sekitar tiga video kulewati muncul kembali pasutri tadi, "Kayaknya kita bakal jadi tetangga deh mbak"
"Duh, mana cakep lagi suaminya. Anaknya pasti mau sama gue sih ini, fix anak kalian udah hak paten punyaku lo mbak!"
"Subhanallah.... romantis sekali pasangan ini" gumamaku setelah melihat akun pasutri itu.
Hampir setiap menonton video pasutri ini diriku menggigit jari karena gemas dengan kelakuan mereka hingga tak sadar adikku melihatku dengan tatapan mengintimidasi.
"Kakak gila ya?" ujar adikku yang membuat diriku melototkan mata tajam.
"Waras gini dibilang gila, kamu mau kakak gila?"
Aku melihat adikku menggelengkan kepala, "Lagian kakak tuh dari tadi ketawa sendiri sama ngomong sendiri, biasanya kan orang gak waras kayak gitu"
"Terserah kamu deh, udah sana keluar main aja sama Zaki! Kakak mau ngelanjut gila lagi" ujarku sinis lalu adikku menatapku menyebalkan.
"IBU KAKAK GILA NIH" teriak adikku saat keluar kamar.
"Kurang ajar emang tuh bocah" lirihku lalu kembali menfokuskan diri pada kegiatanku yang tertunda.
○○○○
Jumat
Hari ini diriku berangkat pukul 05.25 seperti Jumat biasanya. Sampai saat ini, aku dengan Garvi semakin asing karena dirinya semakin dekat dengan Violetta dan menurutku mereka memang memiliki hubungan.
Aku juga tak masalah, karena sebenarnya pun diriku masih ragu dengan perasaan tak menentu ini dan benar saja perasaanku pada Garvi hanya singgah sebentar.
Sesampainya di kelas, aku langsung bergabung dengan Bintang di pojok depan sana.
"Hari ini senam ya?" tanyaku pada Bintang dengan wajah malas.
Bintang menatapku lalu mengangguk, "Iya njir, males banget gue. Kenapa gak langsung masuk aja sih"
"Dari pada jalan-jalan mending senam ya kan?"
"Ya iya sih, tapi tetep aja mending langsung masuk aja" balas Bintang dengan ciri khasnya yang membuat diriku tertawa kecil.
"Sosiologi udah belum?" tanyaku bertepatan dengan pengumuman dari central agar segera menuju lapangan besar.
"Udah tapi entah bener apa enggak, nanti cocokin ya?"
Aku mengangguk, "Gue juga belum selesai, ayo ke lapangan! Keburu dimarahin nanti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Teen Fiction"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...