"Lo kenapa?" tanya Garvi berulang kali yang membuat diriku jengah dengan lelaki itu.Aku menatapnya datar, "Gue gak kenapa-napa, lo yang kenapa-napa"
"Terus kenapa lo ngejauhin gue" balas Garvi yang membuatku semakin kesal.
Aku juga tak tahu kenapa diriku bertingkah seperti ini, perasaanku benar-benar berkecamuk tak jelas. Rasanya aku ingin menangis setiap kali Garvi menatapku dengan mata teduhnya.
Tetapi kenyataannya aku tak boleh dekat dengan dirinya karena sudah memiliki perempuan lain.
"Lo yang ngebikin gue jauh, ouh ya... stop ngikutin gue kalau masih mau jadi temen gue" ancamku lalu pergi meninggalkan Garvi seorang diri di dalam perpustakaan.
Di perjalanan menuju kelas, tepatnya di depan gazebo aku membulatkan mataku sedikit kaget.
Perempuan bersama Garvi tadi pagi berjalan dengan teman-temanya dan berpapasan denganku. Aku hanya tersenyum membalas perempuan itu yang menganggukan kepala dengan senyuman yang terpatri.
Aku tak begitu jelas melihat name tag yang terpasang namun kupastikan dirinya bernama Violetta Gloretha.
Melihat wajahnya yang sempurna pas dengan proporsi badan yang dimiliki membuat perempuan itu sangat cantik. Aku memang pantas kalah.
Lagipula kalau diriku menang pun aku tak mau pacaran, karena itu adalah keputusanku setelah bisa masuk sekolah ini.
Pikiranku berkecamuk sedari melihat perempuan tadi hingga memasuki kelas walaupun wajahku tetap netral.
"Dari mana?" tanya Bintang.
"Perpustakaan, ekonomi gak ada pr kan?"
Bintang menggelengkan kepalanya, "Berharap banget ada pr ya lo?"
Aku mengangkat bahu acuh lalu memperbaiki posisi dudukku menjadi tegak, "Berharap jam kos, gue ngantuk pengen tidur"
"Tidur mu lo!" balas Bintang sedikit menyenggol lengan kiriku.
"Kalau gak ngantuk gue gak mungkin tidur" acuhku lalu menenggelamkan kepalaku pada meja.
"Tangan lo keluar darah kayaknya tuh" ujar Bintang sembari menekan bagian yang dirinya lihat membuatku merintih.
Sakit, sial kenapa bisa aku lupa bahwa tanganku masih terluka. Aku melihat lukaku lalu menutupi dengan tangan yang lain membuat Bintang menatapku dengan tatapan iba.
"Gue gak kenapa-napa, kemarin gue gak sengaja jatuhin gelas eh pas bersihin malah kena" jelasku sedikit bebohong.
Aku hanya tak menginginkan teman-temanku tak tentang kondisi keluargaku dikarenakan menjaga perasaan orangtuaku.
"Ke UKS ajak yuk biar itu diperban, ngeliatnya bikin gue juga ngerasain sakit"
"Enggak usah, bentar lagi dah berhenti darahnya" tolakku halus yang mendapatkan helaan napas dari Bintang.
"Pokoknya kalau sampai istirahat kedua darahnya belum berhenti harus ke UKS" ancam Bintang yang kuangguki saja.
Sebenarnya ini masih terasa sakit namun diriku tak terlalu memperdulikannya karena memang sudah terbiasa dengan darah yang keluar akibat kaca.
"Iya-Iya gampang, nanti gue bilang aja"
"Good girl, eh tumben si Garvi belum masuk kelas padahal biasanya selalu rajin.
Aku menaikkan bahuku acuh, "Kangen lo ya? Biasanya juga berantem kalau dah campur lah tumben lo nanyain"
Bintang melototkan matanya tak terima sepertinya, "Gila lo! Mana mungkin gue kangen sama bocah edan itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Teen Fiction"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...