"Setelah itu bisa dikemas ya mama-mama cantik," ujar wanita berambut pirang dengan setelan hitam putih.
Seorang wanita paruh baya berambut sebahu itu mengangguk paham, "Seperti ini to?" tanyanya sembari mengangkat sebuah plastik bergambar produk di dalamnya.
Aku tersenyum, "Betul sekali itu. Mama Eti pintar sekali," pujiku tulus setelah melihat hasil Mama Eti yang terlihat sangat rapi.
"Jangan memuji seperti itu, Mama jadi merasa enak."
Mendengar balasan Mama Eti membuat semua yang berada di sini merasa terhibur terutama diriku. Aku berdiri setelah menyelesaikan pekerjaanku memasukkan abon tuna itu ke dalam toples kecil karena aku harus menunaikan ibadah asar.
"Selly tolong bantu Mama Eti sama Velyn mengajarkan yang lain membungkus ini ya! Aku mau salat asar dulu sama yang lain," pintaku pada Selly yang sedang disibukkan menimbang abon.
Selly menganggukkan kepala, "Iya, nanti kalau sudah selesai ini pasti aku bantu."
Aku mengacungkan kedua ibu jariku mendengar balasan Selly dan langsung mencuci tangan sekaligus membenarkan kerudung sport hitam ini.
Dirasa sudah rapi, aku bergegas keluar namun langkah kakiku terhenti saat sudah berada di depan pintu. Aku menoleh ke belakang, "Kenapa?"
"Tolong Edo suruh masuk buat bantuin bawain kardus itu ya! Soalnya berat, " pinta Velyn dengan sedikit menaikkan suaranya.
Aku hanya mengangguk sebagai balasan dan langsung menyusul Tania yang sudah meninggalkan diriku sedari tadi.
Sesampainya di depan rumah Mama Eti, aku menghampiri yang lain dan tujuanku ke sini adalah memberitahu Edo kemudian mengajak yang lain pergi salat asar.
"Edo, kamu di suruh masuk sama Velyn dan kalian berdua ayo salat dulu!" pintaku kepada ketiga lelaki yang sedang sibuk dengan ikan tuna itu.
"Lima menit lagi ya Vi, aku harus beresin ini dulu." balas Edo yang kuangguki.
"Cepet kalian berdua solat dulu!"
"Sebentar Vi, nanggung ini bentar lagi menang."
"Iya, kamu duluan aja sana!" imbuh Alam yang membuatku merasa ingin membanting ponsel mereka berdua.
Bisa-bisanya mereka berdua lebih memilih game dari pada Tuhan mereka. Memang bocah gila mereka berdua.
"Kalian mau Allah tiba-tiba narik nyawa kalian karena nanggung bentar lagi juga mati? Mau tidak?" balasku sinis.
✨️✨️✨️✨️
Aku tersenyum melihat pesan yang di kirim pada email pribadi milikku. Memang benar ya, bahwa usaha tidak akan menghianati hasil.
Tidak sia-sia aku dan teman-teman memberikan edukasi kepada masyarakat setempat untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam mereka yang sangat melipah itu. Tiga bulan kami mengajarkan beberapa olahan yang dapat mereka kembangkan serta bagaimana memasarkan produk tersebut agar bisa bersaing di pasar tidak lah mudah.
Bahkan, aku dan Velyn sempat drop karena kekurangan cairan akibat suhu yang ada di daerah ini. Tetapi tak apa, itu bukanlah suatu masalah yang mematahkan semangat kami untuk memajukan UMKM kabupaten Biak Numfor ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Teen Fiction"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...