Tepat pukul 4 sore aku telah sampai di rumah, diriku menghela napas lalu masuk ke dalam. Saat aku melewati kamar tidur ibuku, langkah kakiku terhenti karena mendengar isakan yang kuyakini berasal dari dalam.
Mataku melotot tajam dengan mulut yang kututup tanganku sendiri. Air mataku mulai mengalir, hatiku benar-benar sakit.
Melihat ibuku menangis dengan membalut tangan yang berlumur darah, tak lupa kening juga pipi yang berwarna ungu.
Aku ingin masuk, tetapi hatiku menyuruh untuk masuk ke dalam kamar tidur. Langkahku menolak.
"Kenapa bisa sampai kayak gini bu?" ujarku yang membuat ibuku sedikit terkejut lalu menghapus air matanya seolah tak terjadi apa-apa.
Ibuku menggeleng lalu tersenyum membuat hatiku semakin sakit, "Ibu gak kenapa-napa, kamu udah pulang?"
Dengan cepat aku mengobati tangan juga wajah ibuku yang terluka tanpa menjawab pertanyaannya.
Sial, air mataku tak bisa berhenti.
"Jangan marah sama ayah ya! Ibu yang salah di sini, ibu gak mau kamu durhaka sama cinta pertama kamu"
Ucapan ibuku membuat kegiatanku terhenti lalu melanjutkan kembali, "Cinta pertamaku cuma diriku sendiri, aku gak punya cinta pertama karena hanya aku yang ngertiin diriku sendiri"
"Maaf bu, aku udah terlanjur kecewa sama ayah dan dari dulu aku juga berusaha buat gak benci laki-laki yang harus kusebut ayah" tukasku lalu semakin terisak.
Air mata ibukku menetes dan jatuh mengenai luka pada tangannya yang sedang aku obati, "Maaf, ibu gak bisa apa-apa buat kalian bertiga. Tolong sayangi adik-adikmu karena kamu harapan ibu satu-satunya!"
Mendengar perkataan ibu membuatku terdiam, aku tak bisa berkata iya karena aku takut sesuatu hal yang tak terduga menghampiri kami.
●●●●●
"Telat 3 menit"
Aku menatap sinis kepada Garva, "Bodo amat, lagian gue yang dateng duluan bukan lo yang ingkar 30 menit" kesalku.
Garva terkekeh lalu menyengir tak jelas, "Ya... sorry, kan gue bangunnya telat"
"Heleh alesan" balasku setelah memutar kedua bola mataku malas.
Garva tersenyum sembari menatap diriku yang membuat aku menatap ke arah lain. Wajahku memerah saat dirinya terkekeh.
"Lo lucu juga ya ternyata" ujarnya yang membuatku memberanikan diri untuk menginjak kakinya.
"Baru tahu lo? Udah cepet ayo jadi nggak" sungutku sebal.
"Jadi dong, jalan kaki 5 menit gak kenapa-napa kan?"
Aku mengangguk lalu kami berdua mulai melangkah kaki dengan jalan yang cukup ramai oleh orang-orang yang tengah berkumpul dan bersenang-senang.
Kami sedang melewati taman, tempat saat kami berdua berkenalan. Mengenai kemana kami akan pergi, aku tak bisa menjawab saat ini karena hanya menurut dengan Garva.
Panti asuhan. Langkah kami berdua terhenti di sini, aku menatap Garva dengan tatapan seolah bertanya ini tempat yang kami kunjungi.
Garva mengangguk, "Ayo!"
"Gue gak bawa apa-apa" ungkapku spontan.
"Siapa yang suruh? Gue cuma minta lo buat temenin gue aja, right?" balas Garva menatapku dengan tatapan teduh.
Aku mengangguk tak enak, "Yaudah deh"

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Jugendliteratur"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...