Hari-hariku sebelum masuk kuliah adalah bekerja. Melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kinerjaku.
Aku menjalani semuanya dengan santai dan bersyukur karena kedua hal itu yang membuat diriku bisa beradaptasi sangat baik dan cepat dengan kota istimewa ini terutama tempat kerjaku.
Hampir satu bulan aku melakukan kegiatan yang hampir sama setiap hari. Bangun, beribadah, bekerja, belajar dan beristirahat. Aku biasanya menyebut 5B.
Karena hari ini Jumat, aku harus berangkat lebih awal agar nantinya tidak terburu-buru.
"Pagi bu Lia" sapaku memasuki dapur khusus pembuatan pastry.
Bu Lia tersenyum kepadaku, "Pagi juga nak, ayo cepet soalnya hari ini banyak pesanan!"
Mataku berbinar mendengar ucapan bu Lia, "Beneran? Oke deh ayo kita mulai bu!"
"Iya, Bismillah semoga lancar sampai selesai" ujar bu Lia lalu kami mulai berdoa.
"Amiin" pungkas kami dan dengan cepat mulai membuat pastry yang telah ditentukan.
Saat ini, aku mulai bisa membuat salah satu jenis pastry yaitu flaky. Jadi, bagianku masih itu hingga sekarang. Akan tetapi, saat waktu luang aku belajar membuat varian yang lain.
Sembari membuat olahan berbahan dasar tepung terigu ini, aku dan bu Lia juga mengobrol hal yang penting hingga tidak penting.
Seperti halnya saat ini, kami sedang membicarakan tentang perjuangan Ibu Lia hingga bisa menjadi chef seperti saat ini.
"Berarti bu Lia tuh termasuk salah satu alumnus UGM ya? Tahun berapa lulusnya bu?" tanyaku penasaran dan tetep fokus dengan adonan yang harus ku bentuk dengan sempurna.
"Iya betul banget, kalau ibu tuh alumni tahun 2000. Kamu belum di proses kali waktu tahun segitu!"
Aku tertawa mendengar balasan bu Lia dan kagum dengan dirinya yang tetap sangat fokus dengan kerjaan di depannya.
"Waduh tidak tahu kalau soal itu. Jadi, Alvi bisa tanya-tanya tentang suasana di UGM dong ya terus kenapa Ibu bisa tetep di sini padahal udah di larang sama orang tua?"
"Jadi, waktu pengumuman keluar dan Ibu dinyatakan di terima, Ibu langsung ngambil uang di kamar orang tua Ibu terus mutusin buat kabur. Uang yang ibu ambil itu ya... buat beli tiket ke Jogja dari Palembang sama bertahan hidup smapai Ibu dapat pekerjaan di salah satu toko bakpia di sini,"
Aku tercengang mendengar penjelasan bu Lia,"Kabur? Woah kok bisa sih Ibu ini, terus hubungan Ibu sama orang tua gimana?"
"Saat orang tua Ibu tau Ibu kabur, mereka langsung telepon Ibu terus bilang hati-hati di daerah orang, uang yang Ibu ambil udah dihalalkan tetapi orang tua Ibu tidak mengirimkan uang setelah uang itu habis," jelas bu Lia sembari membuat fla matcha.
Aku mengangguk paham lalu memasukkan adonan yang sudah tersusun rapi di loyang ke dalam oven besar tepat belakangku.
"Alhamdulillah deh kalau udah membaik, tetapi kenapa Ibu itu tuh kekeh gitu loh padahal kan bisa ngerayu orang tua Ibu terus akhirnya Ibu dibiayai kuliahnya dan tidak lelah-lelah untuk bekerja" tanyaku setelah menutup oven.
Ibu Lia mengehela napas, "Ibu cuma mau membuktikan bahwa masa depan itu pilihan diri sendiri karena Ibu yang ngejalanin. Terus, Ibu cuma mau jadi salah satu orang yang berhasil di kaki sendiri... tidak menjual nama orang tua. Sukses yang tercipta dari diri sendiri itu lebih hebat dari pada karena orang tua"
"Iya bener kata Ibu, bahkan banyak juga anak-anak yang melanggar aturan dan mereka tidak takut karena mereka tahu bahwa orang tua mereka akan menyelamatkan mereka dengan cara apa pun," balasku dengan membereskan peralatan yang sudah kupakai untuk dicuci.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Teen Fiction"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...