"Alwer tuh siapa?"
Perempuan berkemeja hitam dengan hijab pashmina nude itu menoleh kepada diriku. Dia menatap diriku seolah berbalik bertanya.
"Adeknya Garva, kenapa bisa kenal coba?"
Aku menyesap es jeruk di depanku, "Dia nyamperin aku sewaktu aku di Balkon, beda banget ya sama kakaknya."
"Iya tetapi dia jarang ngobrol sama cewek, kenapa sama kamu mau? Jangan-jangan dia suka sama kamu lagi!" tudingnya lalu makan nasi goreng yang dirinya pesan di kantin kampus ini.
Aku berdecih tak terima, "Tidak minat berpacaran, buat susah hidup aja. Lagian nih ya kak, sendiri itu bikin aku bebas mau ngapain aja dan deket sama siapa aja. Tetapi aku juga tidak minat sih."
"Heleh... bohong banget, bilang aja masih gamon sama yang onoh." cibir kak Senja yang mendapatkan cubitan kecil dariku di tangannya.
Aku berdecak malas. Sungguh, aku malas membahas dirinya. Rasanya muak dengan tingkah lakunya tetapi memang benar yang kak Senja katakan, aku memang belum bisa mematikan rasa itu.
Sangat sulit sekali, sungguh aku tak berbohong. Tetapi aku terus mencoba untuk mematikannya.
"Sugeng siang konco kalih mantan kang mas kulo" ujar seorang laki-laki yang membuat kami menoleh bersama.
Alwer, ya itu dia orang yang tiba-tiba datang menjumpai kami di Kantin kampus FEB ini.
"Nggeh, monggo lenggah teng mriki!" pinta kak Senja yang diikuti oleh dirinya.
"Lah, kamu kuliah di sini juga kah?" tanyaku penasaran.
Alwer mengangguk, "Tetapi aku anak hukum, bukan akan sini."
"Mau masuk politik dia, katanya mau jadi Menteri Pendidikan" sahut kak Senja lalu terkekeh.
"Kelihatan ngejek ya kamu kak!" balas Alwer yang sepertinya tak terima dengan kak Senja.
Aku tertawa melihat interaksi mereka berdua, "Cocok ya kalian berdua!"
"MATAMU" sahut mereka berdua bersamaan yang membuatku terdiam seketika.
"Ogah banget sama bocah ingusan begini, mending nikah sama dosen yang udah kepala 3 dari pada sama dia yang hidup aja belum tentu terjamin." jelas kak Senja pedas.
"Ngeri banget mulut manismu kak!" balas Alwer.
Kak Senja tak membalas perkataan Alwer, dirinya memilih untuk pergi dari Kanti karena mendapatkan pesan dari temannya agar masuk ke dalam ruangan.
"Pergi dulu ya, disuruh masuk kelas."
pamit kak Senja lalu bergegas pergi meninggalkan kami berdua.Berhubung aku hanya membeli es jeruk, itu saja dibelikan kak Senja karena dirinya memaksa diriku untuk menemaninya makan siang di Kantin. Aku menginginkan untuk pulang dan kembali bekerja karena hari ini hari Sabtu.
"Mau ke mana?" sela Alwer saat diriku sudah berdiri.
"Pulang lah, emang mau ngapain lagi di sini?" tanyaku menatapnya sembari menenteng tasku.
Alwer menarik tasku yang menandakan agar aku kembali duduk, "Mau bicara sebentar boleh?" ujarnya.
"Mau bicara apa? Kalau tidak penting, mending aku balik buat kerja biar pulang cepet. Tugasku banyak." jelasku masih berdiri.
"Duduk dulu makanya! Nanti tak anter pulang deh."
Aku mengehela napas dan memilih untuk mendudukkan diri kembali di kursi, "Masih bisa pulang sendiri dan cepet mau bicara apa!"
"Boleh minta nomor wa tidak?" tanyanya dengan santai.
"Buat apa dulu, kalau aneh-aneh aku tidak mau." sahutku dengan tatapan mengintimidasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVI
Fiksi Remaja"Sayang dok uangnya," lirihku mengalihkan pandanganku. "Kamu lebih sayang uang yang bisa dicari daripada tubuh kamu yang hanya hidup sekali?" Aku tersenyum, "Tidak apa-apa dok, yang terpenting keluarga saya di desa bisa makan daging dari uang yang...