"Boy, duduk. Papi mau bicara."
Naka yang baru saja turun dari lantai atas dan berniat untuk keluar rumah mengurungkan niatnya saat suara sang Papi masuk ke dalam telinga. Laki-laki dua puluh lima tahun itu pun menurut. Menghampiri sang papi dan duduk di hadapannya—di sofa yang berbeda dengan tidak begitu bersemangat.
"Kenapa, Pi?" tanya Naka.
Saka—sang kepala keluarga yang tidak lain adalah ayah dari Naka menutup tatapannya dari tablet yang tengah ada di tangannya. Pandangannya itu kini fokus menatap putra satu-satunya di rumah ini.
"Usiamu berapa Naka?"
Naka mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan aneh dari papinya yang sangat tiba-tiba. "Dua puluh lima, Pi, tahun ini. Papi lupa sama umur anak Papi sendiri?"
"Sudah 25 tahun, ya? Sudah dewasa berarti kan anak Papi?" Saka mengulas senyumnya. Senyum yang terasa aneh di pandangan Naka. Namun ... itu mengerti arti sebuah sinyal bahaya yang keluar dari sana.
Naka mendadak diam. merapatkan duduknya pada pinggir sofa dan mengalihkan pandangan dari sang ayah. Huh, ini pasti ingin membahas masalah yang kemarin.
"Sudah 25 tahun sudah dewasa. Kenapa kamu masih berpikir seperti anak-anak, Naka?"
Naka menatap Papinya sekilas sebelum kemudian menunduk lagi. Mendumal dalam hati, kesal kenapa kejadian kemarin yang seharusnya sudah berlalu malah dibahas lagi.
"Apa gara-gara habis patah hati makanya pikiran kamu masih belum jernih?"
Tuh, kan, malah pakai bawa-bawa patah hatinya segala. Ya, memang. Tidak dapat dipungkiri kalau terkadang dia masih sering memikirkan Indah yang sudah jadi istri orang. Apalagi kalau tiba-tiba tidak sengaja Naka membuka sosial media perempuan itu. Namun kejadian kemarin, tentu tidak ada hubungannya dengan patah hati Naka sama sekali.
"Kemarin bercanda doang, Papi," jawab Naka. Cukup heran, kenapa di usianya yang sudah 25 tahun ini Naka seakan masih diperlakukan seperti anak kecil yang kalau berbuat salah sampai dibahas sebegininya. Padahal kan, kemarin dia sudah dimarahi oleh Maminya habis-habisan.
"Kamu tahu bercanda kamu enggak lucu, Naka? Kamu hampir menghilangkan nyawa orang, loh."
"Astaga Papi! Enggak sampai sebegitunya kali." Naka melotot tidak terima. "Ada Naka di situ, Papi. Enggak mungkin Naka biarin orang tenggelam di depan Naka sendiri."
Masih insiden Alma yang tercebur kolam renang kemarin. Kemarin itu, Papinya pulang larut karena ada operasi sampai tengah malam di rumah sakit. Naka sudah senang karena itu artinya, dia tidak akan disidang malam-malam. Tidak disangka, keesokan harinya di mana masih pagi segar seperti ini, Naka justru sudah hendak dieksekusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Princess [End]
ChickLitAlmaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-laki tampan yang selalu dielu-elukan oleh semua gadis-gadis sejak dulu. Naka adalah pangeran bagi setiap wanita. Namun bagi Alma, Naka adalah...