"Nih."
Alma mengulurkan sebuah kotak P3K pada Naka yang tidak juga kunjung diambil oleh lelaki itu. Alih-alih demikian, Naka justru menatap dengan sebelah alisnya yang terangkat dan tidak tampak tidak berniat sama sekali mengambil benda yang Alma sengaja berikan untuknya.
"Apa?" tanya lelaki itu.
Alma tidak menyahut. Hanya terus mengulurkan saja tangannya sembari menatap bekas luka cakar di lengan Naka yang masih terdapat darah di sana.
"Lo pikir pasien bisa ngobatin lukanya sendiri?" sarkas Naka yang malah ikut mengulurkan lengan terlukanya itu pada Alma. "Kalau mau berbuat baik jangan tanggung-tanggung lah. Obatin sekalian."
Alma masih tidak menyahut apa pun. Namun gadis itu memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan dan mengambil duduk lesehan di karpet di hadapan Naka. Membuka kotak obat, berjengkit sedikit saat lengan Naka tiba-tiba sudah diletakkan begitu saja di atas pangkuannya. Alma hanya mendengkus pelan. Kemudian tanpa membuka suara, mengobati luka cakar di lengan itu yang sebenarnya tidak seberapa parah.
Tidak dilihat Alma bagaimana Naka yang mengamatinya sebab pandangan gadis itu hanya terfokus pada luka yang saat ini sedang ia berikan obat merah di sana. Menekannya pelan yang justru membuat Naka meringis hingga mau tidak mau, Alma pun menatap wajah lelaki itu.
"Pelan-pelan," gerutu Naka sok kesakitan.
Alma menghela napasnya. "Ini pelan. Lagian cuman luka segini aja manja banget."
"Apa lo bilang?!" Naka langsung menarik tangannya. Tampak tidak terima. "Manja banget lo kata lo? Asal lo tahu ya, luka sekecil ini juga bisa besar kalau enggak diobati dengan benar tahu enggak?!"
Mendengkus, Alma pun melepaskan pekerjaannya. Lalu mendekatkan kotak P3K pada lelaki itu. "Ya udah, obatin sendiri."
Alma bersiap bangkit, tetapi sebelum mampu melakukannya, Naka justru menarik tangannya hingga Alma kembali duduk di tempatnya.
"Begitu doang marah, emosian banget. Iya-iya deh gue diem, ini obatin lagi." Naka menyodorkan lagi tangannya, hingga mau tidak mau, Alma pun kembali menggapai tangan itu, berikut juga melanjutkan pengobatannya menutup luka cakaran yang tidak seberapa itu dengan perban.
"Kayaknya kita perlu diskusi, Ma," kata Naka tenang di tempatnya.
"Soal apa?"
"Soal si Juni," jawab lelaki itu. "Gue mau minta pendapat lo."
Alma belum menyahut. Gadis itu justru membenahi kotak obatnya sebelum kemudian bangkit dari sana untuk kembali meletakkan kotak di tempatnya semula. Membiarkan Naka yang mengekor di belakangnya, kemudian Candy yang ikut-ikutan mengejar mereka dengan Juni digendongannya masuk ke dalam kamar tidur Alma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Princess [End]
Literatura KobiecaAlmaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-laki tampan yang selalu dielu-elukan oleh semua gadis-gadis sejak dulu. Naka adalah pangeran bagi setiap wanita. Namun bagi Alma, Naka adalah...