Yang Alma dengan saat ini bukan lagi suara hujan, atau juga suara petir dan geledek, apalagi suara desahan di kamar sebelah. Satu-satunya yang masuk ke dalam indra pendengaran gadis itu hanyalah bagaimana detak jantung Naka yang seakan membangun suatu irama. Berdebar cepat dan mampu membuat Alma merasa begitu nyaman dan terlindungi berada di pelukannya seperti ini.
Kapan tepatnya Alma merasa dirinya terlindungi seperti ini?
Sejujurnya, Alma tidak dapat menjawab dengan pasti.
Selama ini, dia hidup sendiri. Berperang menghadapi kerasnya dunia hanya bertumpu pada kedua kakinya sendiri. Tidak ada yang memberikan tempat perlindungan secara utuh, tidak ada yang dekapan hangat yang tersaji untuknya, tidak ada usapan tangan lembut di kepalanya, juga tidak ada pujian-pujian yang selama ini hampir tidak pernah Alma dapatkan.
Kemudian ... dia justru mendapatkan itu semua dari lelaki ini. Sosok yang dibencinya dulu, menjadi pengingat betapa buruknya masa-masa remaja Alma. Membuat keinginan Alma begitu besar untuk menghilangkan dia dari dalam hidupnya secara penuh. Namun kini, setelah semua yang terjadi pada hidupnya kurang dari satu tahun ini, bagaimana Naka yang berusaha menyerobot masuk tanpa henti, tanpa bisa Alma hindari, gadis itu sudah tidak tahu apa yang sebenarnya dirinya inginkan.
Naka adalah sumber rasa sakitnya tetapi ternyata, dia jugalah obatnya.
"Alma." Suara pelan lelaki itu menyebut namanya, membuat Alma sedikit mengangkat kepala menatap wajah tampannya. "Hujannya udah reda."
Alma sedikit menarik diri. Balik badan menatap jendela dan menyaksikan bagaimana hujan yang sudah tidak jatuh dari langit.
"Kayaknya kita harus keluar dari sini deh," sambung Naka.
Gadis itu pun bangkit dari tidurnya. Duduk di ranjang dengan Naka yang menyusul. Wajahnya masih tampak memerah. Tangannya bergerak ke belakang tubuhnya sendiri menggaruk punggungnya.
"Badan gue gatal-gatal. Ini jangan-jangan selimutnya enggak dicuci kali, ya?" Naka turun dari ranjang. Mengibaskan selimut putih tebal itu dan matanya melotot menemukan sebuah serangga di atasnya. "Tuh kan, Ma! Ada semut!" Dia heboh sendiri.
Bibir Alma tertarik ke samping. Tawa kecil keluar dari sana melihat bagaimana Naka yang sibuk mengibas kaos tipisnya terlihat takut ada serangga yang menempel di sana. Alma pun bangkit dari ranjang. Ikut turun menghampiri Naka.
"Sini gue lihat," ujar gadis itu, membantu Naka memeriksa kondisi belakang tubuh lelaki itu.
"Kita keluar aja yuk, Ma? Jalan sedikit lagi mungkin udah ada sinyal, bisa nyalain internet. Kita cari hotel yang lebih layak."
"Ya udah ayo." Alma pun menyetujui. Kasihan dengan lelaki itu yang sepertinya tidak nyaman berada di tempat ini.
Naka pun langsung bergegas. Menarik tas Alma dari nakas dan menyelempangkannya pada pundaknya. Setelah itu, menarik tangan Alma, menggandengnya keluar dari tempat ini. Dengan telinga mereka yang masih menangkap bagaimana suara desahan di kamar sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Princess [End]
ChickLitAlmaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-laki tampan yang selalu dielu-elukan oleh semua gadis-gadis sejak dulu. Naka adalah pangeran bagi setiap wanita. Namun bagi Alma, Naka adalah...