Sekali lagi, Alma menghela napasnya. Baru saja dia hendak membuka bibirnya, Naka lebih dulu menyelanya dan kembali bicara.
"Kita sekarang udah baikan kan, Ma? Udah temenan lagi? Terus kenapa lo masih enggak mau bisnis bareng gue? Kita berbisnis di Niraca dan walau ada debat sesekali, gue rasa kita bisa jadi partner yang bagus. Bisnis ini bisa menguntungkan untuk kita berdua, Ma."
"Enggak," tolak Alma untuk yang ke sekian kali. "Kalau lo mau kos-kosan itu, silakan lo beli sendiri. Gue enggak jadi beli."
"Ah! Lo enggak seru, Ma." Naka membuang tubuh belakangnya pada sandaran sofa. "Gue itu butuh partner Ma, buat ngurus kos-kosan itu. Lagian kalau beli sendiri uang gue enggak cukup. Kan baru aja keluar buat Niraca. Belum lagi gue mau ada bisnis bareng Adam."
"Bukan urusan gue," sahut Alma tanpa minat akan curahatan lelaki itu. "Intinya, lebih baik sekarang lo keluar, pulang ke rumah lo."
Naka terlihat berdecak. Masih dengan wajah masamnya, lelaki itu menatap Alma yang terlihat kekeuh sekali mengusirnya. "Ya udah kalau lo enggak mau. In case tiba-tiba lo berubah pikiran, langsung kabarin gue ya?"
Alma tidak menyahut. Tentu saja, dia tidak akan berubah pikiran. Berbisnis dengan Naka lagi tidak akan pernah masuk ke dalam listnya. Cukup sekali di Niraca yang membuatnya kembali dipertemukan dengan lelaki itu seperti ini. Alma tidak akan mau lagi. Dia dan Naka seharusnya tidak pernah ada hubungan lagi, seperti yang laki-laki itu tuliskan di dalam suratnya dulu.
Gadis itu pun membuang wajahnya. Seiring dengan Naka yang pergi melangkah pergi meninggalkan ruang rawatnya. Tentu saja dia tidak akan bertahan lama di sini setelah Alma menolak ajakan berbisnisnya secara tegas. Naka sudah tidak memiliki keperluan lagi. Dia tidak memiliki alasan untuk tetap berada di sini menjaga Alma. Mobil barunya sudah dikembalikan. Tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Naka di sini.
Alma, harus menarik napasnya lega.
Dia suka sendirian.
Alma yakin hal itu.
*__*
Alma tertidur usai perawat mengantarkannya makan malam dan juga obat. Gadis itu baru terbangun saat dirinya mendesak ingin buang air. Turun dari ranjangnya, Alma perlahan membawa tiang infusnya. Namun, kakinya yang hendak melangkah itu urung saat mendapati seseorang yang sebelum magrib tadi pergi kini tengah duduk di atas kursi menatap pada laptop di atas meja dengan wajahnya yang serius. Kemudian, melepaskan dua netranya dari pekerjaannya itu dan menoleh menatap Alma.
"Kok bangun? Mau ke mana? Kamar mandi?" tanyanya tanpa dosa.
Alma menatap Naka masih dengan wajah terperangahnya. Tidak ada satu di kepalanya yang mengerti kenapa lelaki itu kembali lagi ke sini setelah Alma mengusirnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Princess [End]
Literatura KobiecaAlmaratu Sesilia Pramesti tidak pernah membenci seseorang sebesar dia membenci Arjuna Nakala Anugerah. Laki-laki tampan yang selalu dielu-elukan oleh semua gadis-gadis sejak dulu. Naka adalah pangeran bagi setiap wanita. Namun bagi Alma, Naka adalah...