Pemuda yang baru saja selesai salat Isya kini tengah duduk di atas kasurnya, membaca Al-Qur'an dengan khusyuk. Pintu kamarnya yang terbuka tak mengganggu konsentrasinya sedikit pun. Di ambang pintu, sosok sang ayah berdiri, memperhatikannya dalam diam.
Lantunan ayat suci terdengar merdu, memenuhi ruangan dengan ketenangan. Fahri tak ingin mengganggu, hanya menikmati momen ini sambil membatin, "Aku berharap Deva tidak membenci ibunya. Bella hingga sekarang belum ada tanda-tanda mengingat semuanya."
Fahri tahu kenyataan pahit tentang Bella ibu dari anaknya yang kehilangan ingatan sangat mengguncang psikis Deva. Beberapa kali dia melihat putranya menangis dalam tidur, mengigau menyebut nama ibunya. Setiap kali itu terjadi, Fahri hanya bisa menenangkan Deva agar kembali tidur dengan nyenyak.
Sampai akhirnya, suara Deva membuyarkan lamunannya.
"Eh, Papa?!" Deva sedikit terkejut saat menyadari keberadaan ayahnya.
Fahri tersenyum tipis. "Suaramu makin merdu saja," pujinya.
Deva tersenyum kecil. "Papa, Dev mau ke taman bunga."
"Taman bunga?" Fahri mengulang, sedikit heran.
"Iya, tadi sebelum baca Al-Qur'an, Dev lihat di Google wisata yang ada di sini. Kayaknya taman bunga di sini bagus banget," ujar Deva antusias.
"Hanya ke sana saja?" tanya Fahri memastikan.
"Yah, Dev penasaran, Pah," jawab Deva santai.
Fahri mengusap dagunya. "Sebenarnya besok Papa ada meeting sama klien."
Deva langsung merengut. "Pah!" rengeknya, jelas kecewa.
"Ayolah, Dev. Kali ini saja ya?" bujuk Fahri dengan nada lembut.
Deva memalingkan wajah. "Tahu ah! Papa nggak sayang sama Deva lagi!"
Dia lantas menaruh Al-Qur'an di meja kecil dekat lampu tidur, lalu membenamkan diri ke kasur tanpa berkata apa-apa lagi.
Fahri hanya bisa menghela napas. Salahku juga terlalu memanjakannya sejak kehilangan ibunya…
Dengan berat hati, Fahri memutuskan keluar dari kamar, membiarkan Deva beristirahat.
Namun, Deva yang ternyata belum benar-benar tidur, menatap punggung ayahnya dalam diam.
"Papa tumben nggak ngebujuk aku?" batin Deva heran.
Tak lama kemudian, dia bangkit dan melepaskan baju koko serta sarungnya, menyisakan celana pendek putih. Tidak repot-repot memakai kaos, dia langsung melangkah ke kamar sang ayah.
Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Fahri mengizinkannya masuk.
"Papa kira masih marah," ucap Fahri sambil menatap putranya.
Deva menyeringai. "Nggak baik marah lama-lama. Papa juga kalau marah paling bentar, habis itu senyum lagi."
Fahri mengangguk. "Lu mau cemilan nggak?"
"Kalau lu yang buatin, gua bakal terima dengan ikhlas, sumpah," sahut Deva dengan nada bercanda.
Fahri menatapnya dari atas ke bawah. "Terus, kenapa lu pamer perut gitu?" tanyanya melihat Deva bertelanjang dada.
"Minta beliin baju baru," jawab Deva santai.
Fahri mendengus. "Banyak mau lu."
Deva langsung mendekat, memasang wajah polos. "Papa ganteng deh," rayunya.
Fahri menatapnya dengan ekspresi jijik. "Geli gua."
Tak peduli, Deva justru semakin mendekat, mencium pipi kanan dan kiri sang ayah berulang kali. Fahri terkekeh, sudah terbiasa dengan tingkah Deva yang selalu punya maksud tersembunyi.
![](https://img.wattpad.com/cover/320481696-288-k507816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(Revisi) Deva (END)
Teen FictionZyandru Bakrie Radeva, yang akrab dipanggil Deva, dikenal sebagai cowok dingin yang sering dijuluki kulkas berjalan oleh teman-temannya. Di balik sikapnya yang keras, Deva menyimpan trauma berat akibat suatu kejadian di masa lalunya. Meskipun terkes...