Toilet Purnell itu berada di pojok hampir berada di bagian belakang gedung sekolah itu. Jadilah koridor di sekitar itu sepi tak ada di lewati saat ini. Mengizinkan untuk dua orang itu bisa dengan bebas berteriak seperti yang dilakukan Chaesa saat ini.
Leo dengan santai mengulurkan tangan menangkis lemparan Chaesa itu yang seperti sangat bernafsu untuk menyakiti wajahnya. Kemudian dengan tenang memegang jaketnya kembali dan menyampirkan di pundaknya.
Membiarkan Chaesa menyentak marah dengan menutupi bagian depan kemejanya dengan almet basahnya. Jelas sekali cewek ini tak sudi memakai jaket Leo dan lebih memilih menutupi tubuhnya dengan almet lembabnya itu.
"Lo mandi di toilet sekolah?" tanya Leo yang membuat Chaesa melotot.
Masih di posisi yang sama Leo menyenderkan kepalanya ke dinding menatap Chaesa, "Atau lo kesandung terus basah? Alasan yang mana kira-kira yang cocok buat kondisi lo ini?" tanya nya yang membuat Chaesa paham sekarang.
Leo tengah bertanya kenapa ia bisa basah seperti ini. Mengetahui itu, ingin sekali Chaesa berteriak di depan wajah sombong itu bahwa 'ini semua ulah pacar lo'. Tapi untunglah kewarasannya masih tersisa banyak.
Untuk apa ia mengadu pada pacarnya Ruby, sudah jelas sekali Leo akan berpihak pada pacarnya. Apalagi image Ruby sebagai gadis baik hati, sangat tak mungkin Leo akan percaya jika ia mengatakan yang sebenarnya. Mengetahui itu tanpa sadar wajah Chaesa merengut sedih. Perasaan bahwa ia tak akan di percaya menusuk hatinya.
Tak ingin berlama-lama dengan Leo yang memungkinkan ia akan sakit hati. Chaesa segera berniat pergi dari sana. Jangan sampai ada orang yang melihat mereka berdua sehingga kemungkinan ia benar-benar akan jambak-jambakan dengan Ruby terjadi. Ia lelah sekarang.
Belum selesai melangkah, Leo sudah lebih dulu berdiri di hadapannya. Entah kapan cowok ini berpindah, menghalangi jalannya membuat Chaesa terdiam di tempatnya dengan memeluk tubuhnya agar almet basahnya ini masih menutupi kemejanya.
Tapi Leo justru berdiri diam di hadapannya, mematut lama wajah Chaesa, yang entah kenapa makin membuatnya gelisah sendiri.
"Minggir gue mau ke kelas" ucapnya yang ingin melewati Leo dengan berpindah berjalan ke sebelah kanan. Tapi seakan tak setuju, Leo juga berpindah ke kiri yang kembali menghalangi jalan Chaesa. Chaesa berpindah ke kiri, Leo balik melangkah ke kanan juga.
Merasakan perasaan sia-sia, Chaesa menghembuskan napasnya dan memilih mendongak menatap Leo yang memang tingginya jauh melebihi dirinya.
Tepat ketika itu, Chaesa langsung tersentak ketika ujung jari Leo terasa menyentuh kulitnya. Leo mengulurkan tangannya ke ujung mata kiri Chaesa, mengusap pelan di sana yang membuat Chaesa menaikkan bahunya tersentak.
"Kenapa di sini merah?" tanya Leo lagi masih mengelus di tempat yang sama. Bergerak gelisah, Chaesa langsung mundur selangkah dari tempatnya berdiri membuat tangan Leo menggantung di udara. Tiba-tiba merasakan kehampaan di tangan itu, Leo menarik tangannya kembali.
Chaesa menolehkan kepalanya tak ingin menatap Leo, menatap kemana saja matanya bergerak liar, "Bukan urusan lo!" jawab juteknya membuat Leo diam.
Hening sejenak, tak ada lagi pembicaraan. Tapi Chaesa masih bisa merasakan jika Leo berada di hadapannya.
Kenapa cowok ini tidak pergi juga?
Merasa kesal karena kemejanya yang lembab mulai terasa tak nyaman, Chaesa mengalah kembali menatap ke arah Leo.
Entah karena memang suka membuatnya kaget, Leo sudah ada di hadapannya dengan jarak tipis. Bahkan pandangan matanya hanya terisi oleh wajah Leo saja, membuatnya lagi-lagi membeku sulit melawan pesona Leo. Dan ketika itu, kepala Leo mulai mendekat padanya, jarak yang tipis itu makin di kikis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Ketua Aiglon
Jugendliteratur"Pilih! Lo putusin cowok Lo atau dia harus nginap di rumah sakit nanggung penolakan Lo" "A-apa" "Gue lagi berminat buat matahin tulang cowok lo. Nggak mau itu terjadi? putusin cowok Lo dan sekarang Lo jadi pacar gue" Chaesa menatap ngeri pada setiap...