Hari itu masih pagi, sinar mentari hadir tapi tak mengusik mata untuk memandang. Di bawah rimbunnya dahan pohon di samping lapangan basket, itu hanya memberi celah sempit untuk cahaya masuk.
Duduk di undakan tangga, Chaesa mendongak kala mendengar suara malas seseorang, datar tanpa emosi berarti.
"Jadi apa yang temen lo itu pilih? Percaya atau enggak?" suara itu keluar dengan santai dari Leo yang yang perlahan mulai duduk di sampingnya dengan jarak yang kurang untuk 2 orang.
Lalu mata Chaesa beralih pada minuman soda yang masih tergantung di depan wajahnya, menghalangi pandangan, Chaesa segera mengambil botol itu.
"Kenapa lo di sini?" tanya nya yang mengingat ini sudah jam pelajaran.
Leo menaikkan alisnya, justru merasa aneh dengan pertanyaan itu, "Harusnya gue yang tanya, anak rajin kayak lo ngapain di sini?"
Chaesa langsung merenung, benar juga. Jika modelan Leo ini berkeliaran di jam pelajaran, seharusnya bukan hal baru lagi, apalagi alasan yang bisa ia dengar kecuali malas belajar.
Merasa pertanyaannya sudah mendapat jawaban, Chaesa menggenggam botol soda itu dan menatap lurus ke arah lapangan kosong yang bersih di setiap sudut, tanpa daun kering. Sepertinya pihak kebersihan benar-benar menjaga sekolah ini.
"Di lihat dari wajah lo, temen lo itu pasti marah" ucap tiba-tiba Leo di keheningan yang sebentar tadi.
Chaesa diam karena memang tebakan Leo itu benar adanya.
"Dan sekarang lo nyesel" cibir Leo dengan nada geli.
Chaesa langsung menggeleng, "Enggak, gue nggak nyesel" bantahnya.
Leo diam tak mendebat lagi, ia memilih menatap ke depan entah ke lapangan atau ke taman atau ke bangunan di depan mereka.
Hening tak bertahan lama di antara mereka, "Menurut lo yang gue lakuin itu salah?" tanya Chaesa yang tak tahan lagi ingin bertanya, ia mengeluarkan pikiran yang sejak tadi mengisi kepalanya yang mulai terasa sempit. Dan kali ini Leo menoleh dan memiringkan kepalanya, menatap wajah yang tengah menunduk, menatap kaleng soda di pangkuannya.
"Tergantung" Leo menjeda ucapannya hingga perhatian Chaesa teralih padanya, menatap mata hazel cerah yang terkena sinar mentari, ia melanjutkan. "...siapa orangnya"
Chaesa sedikit mengernyit mendengar itu, tak ingin bertanya maksudnya apa, tapi lebih memilih memikirkan sendiri. Tergantung siapa orangnya? maksudnya seberapa orang tersebut percaya padanya? Atau seberapa dekat dia dengan orang tersebut?
Chaesa merasa ia memiliki hubungan yang lebih dari kata baik dengan Zella, mereka sudah berhubungan dari SMP dan telah menjadi teman dekat selama kurang dari 5 tahun. Itu sudah tergolong dekat kan? selama 5 tahun tidak mungkin tidak menumbuhkan rasa percaya antara mereka kan?
"Kami dekat, kalau gitu gue nggak salah kan?" tanya Chaesa lagi yang menimbulkan senyum geli di bibir Leo.
Tapi beberapa detik kemudian wajah Leo berubah datar lagi, "Mungkin karena ini lo gampang ditipu"
"Hah?" Chaesa melongo di tempatnya. Siapa yang ditipu? Dirinya? Chaesa tak mengerti dan juga heran kenapa cowok dingin di depannya ini bisa berkata demikian.
"Gue ditipu? kapan? Lo tau sesuatu?" tanya Chaesa yang masih terganggu dengan ucapan itu. Tapi Leo tak berminat menjawab, cowok itu justru berdiri dengan tangan di saku mulai melangkah turun ke lapangan basket yang sepi itu.
Chaesa ikut melangkah karena tak puas belum mendapat jawaban dari cowok itu. "Lo mau pergi gitu aja, setelah ngomong nggak jelas kayak gitu?" tanya kesal Chaesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Ketua Aiglon
Fiksi Remaja"Pilih! Lo putusin cowok Lo atau dia harus nginap di rumah sakit nanggung penolakan Lo" "A-apa" "Gue lagi berminat buat matahin tulang cowok lo. Nggak mau itu terjadi? putusin cowok Lo dan sekarang Lo jadi pacar gue" Chaesa menatap ngeri pada setiap...