OS | 38

56.9K 6.6K 1.6K
                                    

✨بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ✨


*****


Setelah hari itu, hari dimana mereka berspisah, hari-hari mereka menjadi sepi. Terutama bagi Ibra. Setiap harinya laki-laki itu selalu dikelilingi oleh banyak orang, namun ia merasa sepi. Tidak ada Shireen, tidak ada istrinya di sini. Dulu, sebelum Shireen, Ibra sudah terbiasa sendiri dan awalnya Ibra berpikir dirinya bisa tanpa Shireen, tapi nyatanya? Ibra tak bisa dan tak mampu.

Ibra..., butuh Shireen disisinya...

Kini laki-laki itu lebih banyak diam, hanya berbicara seperlunya, tidak ada senyum manis lagi di wajahnya, jarang keluar ndalem, dan akan keluar jika ada jadwal mengisi kajian atau hal mendesak saja.

Kalau kata Nabil, Mas Ibra udah balik ke setelan pabrik.

Sebagai seorang Ibu, Dira tentu saja mencemaskan anak sulungnya banyak murung seperti ini. Bahkan beberapa bulan ini Ibra sudah tidak menekuni hobinya bermain wayang. Ruang musik tempat biasa Ibra berlatih kini tidak pernah laki-laki itu tapaki lagi, koleksi wayang di kamarnya pun tak pernah ia sentuh lagi.

"Mas Ibra," panggil Dira kepada Ibra yang tengah membaca buku di saung belakang ndalem.

Ibra menoleh pada bundanya itu sambil bertanya, "kenapa, Bun?"

"Dipanggil sama Baba di ruang tengah," Dira menjawab.

Ibra mengangguk kemudian beranjak dari saung dan menuju ruang tengah setelah mengucapkan terima kasih kepada Dira.

Sesampainya di ruang tengah, Abi langsung menyuruh putra sulungnya tersebut untuk duduk di depannya. Selama beberapa detik tak ada yang membuka suara, Ibra hanya diam dengan kepala yang tertunduk dan Abi menatap lekat putranya itu. Di luar Abi memang terlihat cuek, namun kenyataannya Abi peduli dan merasa khawatir terhadap putranya yang berubah selama beberapa bulan ini. Abi tau perasaan Ibra karena dirinya pun pernah merasakan hal yang sama, jauh dari istri disaat rasa sayang itu tengah memuncak.

"Baba mau bicara apa?" akhirnya Ibra buka suara setelah beberapa menit mereka hanya saling diam.

"Bulan depan kita akan mengadakan acara tahunan pasar kreatif," Abi memulai topik pembicaraan. "Acara kali ini tidak jauh berbeda dari tahun lalu, yang membedakan tahun ini dengan tahun sebelumnya adalah kita akan mengadakan pentas budaya wayang dan Baba mau kamu bareng santri yang sudah kamu latih itu tampil bareng," tutur pria tersebut panjang lebar.

Ibra langsung mendongak menatap Babanya dengan tatapan sedikit terkejut. Menggelar pentas budaya dengan menampilkan wayang kulit adalah impiannya sejak dulu. Tahun-tahun sebelumnya Ibra sudah pernah mengusulkan ide ini, namun idenya tersebut tidak terlaksana karena suatu alasan tertentu. Dan di saat dirinya sudah tidak lagi menekuni hobinya ini, kenapa malah datang kesempatan? Disaat dirinya sudah tidak menginginkannya?

Our Secret [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang