🌵Bab 40 - All Done

82 13 39
                                    

🌵BAB 40🌵~♥ All Done ♥~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌵BAB 40🌵
~♥ All Done ♥~


Gue duduk di bangku taman belakang sekolah yang sepi banget. Ini karena para junior masih di cafe, mudah-mudahan sedang merenungi apa yang udah mereka lakukan, sementara anak kelas 12 paling masih di aula, seminar.

Navin yang berdiri di depan gue mengeluarkan saputangan dari saku jaketnya, lalu dengan perlahan dia mengelap pipi gue yang bernodakan kuah sup dan kuah kari. Gue cuma menunduk berusaha menetralkan perasaan kacau gue.

"Maafin gue, Ran," gumam Navin yang tangannya beranjak membersihkan kemeja putih gue dari saus cabai, tomat, dan mie rebus yang masih melekat. Gara-garanya tangis yang gue tahan-tahan selama ini semakin tidak lagi bisa gue tahan.

Kenapa Navin minta maaf? Dia kan nggak salah apa-apa.

Nggak tau kenapa, gue jadi makin ingin nangis. Gue mulai terhisak tapi gue masih bisa menahannya. Jangan nangis, please, gue enggak mau nangis!

Navin pun juga memperbaiki kerah kemeja gue, mengancingkan satu buah kancingnya yang lepas, dan merapatkan bagian baju yang kancingnya benar-benar putus karena ditarik junior tadi. Ya ampuun, gue malu, pasti tanktop gue keliatan sama Navin. Bunuh aja gue sekarang!! Bunuh!

Gue makin menunduk nggak sanggup memperlihatkan wajah gue di depan Navin. Rasanya gue enggak pantes lagi buat mengangkat kepala menatap dia. Gue emang enggak pantes lagi duduk di sebelah Navin setelah dipermalukan oleh hampir seluruh junior di sekolah gue.

Gue udah enggak punya percaya diri lagi. Tangis ini masih tetep gue tahan karena gue enggak mau nangis di depan Navin. Rasanya itu malah makin bikin gue terlihat makin buruk di hadapan dia.

"Ran," panggil Navin pelan.

Gue hanya diam nggak berani menjawab apalagi membalas tatapannya.

"Gu-gue nggak sanggup ngeliat elo begini ... Ran, maafin gue nggak bisa ngelindungin elo," ucap Navin dengan tatapan lembut

Hiks! Ya ampun, gue makin sulit menahan tumpahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata gue. Mendengar Navin berkata begitu bikin gue makin ingin nangis.

"Ran, gue emang nggak becus jadi cowok, gue enggak bisa melindungi orang yang berharga buat gue," lanjut Navin lagi.

Please, gue enggak tahan lagi buat nangis.

Tiba-tiba Navin menarik gue ke pelukannya, sambil berbisik, "Kalau elo mau nangis, jangan ditahan, Ahran."

Gue berhenti bernafas, Navin meluk gue?

"Elo boleh nangis di bahu ini sepuasnya, nggak bakal ada yang ngeliat elo nangis kok, termasuk gue," bisik Navin bikin mata gue makin banjir.

Akhirnya gue bener-bener enggak tahan menampung tumpahan air mata. Gue langsung nangis sepuasnya. Gue tumpahkan segala rasa kepedihan, rasa nyesek nahan penderitaan dan ketakutan yang gue rasain selama gue diteror dan dianiaya.

Gue tersedu-sedu, nggak nanggung-nangung lagi hingga bikin vest bagian bahu dan dada Navin basah oleh banjir air mata gue.

Gue enggak tau berapa lama gue nangis, yang jelas laaammaaaa ... banget.

Setelah gue puas menangis, gue akhirnya melepaskan pinggang vest Navin yang gue remas, dan gue pun menjauh dari rangkulan Navin. Gue mendehem masih nunduk nggak mau nunjukin wajah gue yang masih ada ingus-ingusnya di hidung.

Navin menyerahkan saputangan lain dari saku celananya sambil tersenyum penuh pengertian. Gue menerimanya masih tanpa natap Navin dan membuang ingus gue nggak peduli lagi gimana anggapan Navin tentang cewek kayak gue. Pasti dia nganggap gue cewek jorok yang nggak tau malu.

Navin mengangkat dagu gue supaya gue membalas tatapannya. Gue hanya nurut dan akhirnya melihat wajah Navin. Dia tersenyum tulus yang begitu melegakan. Gue jadi merasa tenang setelah melihat cengirannya itu.

Dahinya agak berkerut melihat wajah gue yang masih penuh luka-luka dan lebam. "Ran ayo kita pergi," ajaknya menarik tangan gue.

"Lho ... ma-mau kemana?" tanya gue cuma bengong ngikutin langkah Navin.

"Pulang," jawab Navin datar dan ngerangkul gue pergi, semacam memapah gue lah.

"Ha? Lo gila?" kaget gue. "Kan belum jam pulang sekolah lagian gue bisa istirahat di ruang kesehatan."

"Gue enggak peduli, gue enggak mau elo sekedar tidur di ruang kesehatan setelah keadaan lo kacau begini." Navin langsung narik tangan gue pergi dari taman samping sekolah itu.

Akhirnya kami sampai di parkiran. Navin menaiki motornya disusul gue yang ngebonceng.

Kali ini, Navin bahkan nekat menggunakan kekuasaannya untuk membawa gue pulang. Berani banget ya? Cowok itu sampai nggak mengacuhkan wakil kesiswaan dan pak satpam yang udah teriak-teriak ngejar kami ke parkiran.

Lagian tuh guru ama satpam kejam amat, masa gue udah babak belur begini tetep enggak dibolehin pulang sih, atau masa gue harus pake prosedur dulu baru boleh pulang, orang penampilan guenya udah kacau begini.

Selama di perjalanan, gue cuma diam memegang erat pinggang jaket Navin. Tubuh gue terlalu lemah untuk duduk bertahan sendiri. Dan tak lama gue terpikir sesuatu, kak Zafran mungkin udah pulang hari ini. Tadi dia sempat telpon kalau dia udah nyampe rumah.

"Navin, apa kata Kak Zafran kalau gue pulang dalam keadaan begini?"

"Tenang aja, gue bakal bawa elo ke rumah gue, biar kak Nadien yang menangani elo." jawab Navin serius.

Hm ... ide bagus, tapi itu artinya gue bakal ketemu sama adik Navin lagi, gue tau kalau adik jutek itu hari ini enggak sekolah karena demam. Gue bener-bener enggak tau apa yang ada dipikirannya saat melihat gue datang dengan tampang kayak monster makanan begini.

~o0O0o~

.
.
.
.
.

Thankyou for reading this story
Love di Udara💕
Ranne Ruby

ENEMY ZONE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang