🌵BAB 32🌵
~♥ Siapa Navin? ♥~
Hari ini ada jam pelajaran tambahan sejarah, tentunya dengan Bapak Sandoso. Perasaan yang masih campur aduk cuma bikin gue diam tak bersemangat mengikuti pelajaran hari ini.
Antara lega karena waktu di perpus gue udah jujur ke Lisa, atau antara nyesek karena Navin masih belum ngomong apa-apa ke gue.
Padahal, acara kumpul OSIS itu besok malam, kenapa Navin masih diem aja, dah! Katanya mau ngajakin gue ... umpat gue dalam hati sambil ngelirik ke samping, Navin.
Tampak dirinya cuma duduk diam natapin buku sejarahnya. Jelas banget pandangannya ke buku itu bukan sedang membaca tapi tatapannya kosong, kayak lagi mikirin sesuatu.
Pukul 5 sore. Jam besar di puncak gedung tertinggi sekolah berdentang lima kali. Lima menit lagi pelajaran tambahan usai. Gue bener-bener nggak sabar pengen cepat-cepat pulang.
Tiba-tiba di tengah kegelisahannya, Navin berdiri menggebrak meja. Kursi yang didudukinya bergeser menghasilkan deritan nyaring hingga bikin seluruh penghuni kelas kaget. Bahkan semut yang lagi melintas di meja Bapak Sandoso juga kaget! (LOL).
Navin bergerak cepat melangkah mendekati gue. Gue terkesiap saat dia langsung meraih tangan kanan ini sambil berkata dengan wajah serius.
"Ran!" panggilnya dengan nada penuh keyakinan. "Gue bakal bikin Naito balik lagi."
Kata-katanya terdengar begitu jelas. Tiap kata yang diucapkannya terasa menggema. Nggak cuma gue yang merasakan suara Navin bergema, gue rasa semua teman-teman, Bapak Sandoso, dan semut pun juga merasakan hal yang sama.
Navin menarik tangan gue yang diraihnya tadi lalu membawa gue pergi. Bisa gue dengar tarikan napas tercekat dari semua orang di kelas ini. Saking kagetnya, Bapak Santodo sampai tak terpikir untuk melarang kami pergi. The Power of Ketos, wkwk.
Gue masih mengikuti langkah Navin melewati koridor yang berwarna keorenan karena sinar matahari sore yang merembes masuk melewati jendela kaca. Diri ini gue cuma diam karena masih tersihir dengan kata-kata Navin tadi. Gue bener-bener kehilangan pikiran.
Akhirnya kami tiba di sini, di tepi jurang dekat hutan belakang sekolah. Tempat dimana gue sama Navin pernah lewat sini ketika diborgol bareng karena hukuman dari Pak John.
Dari tepi jurang di belakang sekolah ini kita bisa melihat dengan jelas matahari orange di ufuk barat diapit oleh bukit-bukit seolah, seolah khusus menyoroti kami.
Setelah sampai, Navin melepaskan pegangannya dan berjalan beberapa langkah mendahului gue. Tangannya dimasukkan kedalam saku celana dan matanya menatap lurus ke arah cakrawala. Angin sore berhembus, hingga membuat rambut dan ujung baju kami melambai-lambai. Kali ini scene-nya jangan bayangin drakor tapi anime school gitu, yang romantis pokoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENEMY ZONE [TAMAT]
Teen FictionNot Every Princess Needs a Prince Charming "I am priceless, lo punya modal apa buat deketin gue?" "Most wanted boy?" "Gue ngga butuh gelar lo itu." © Copyright Ranne Ruby