🌵BAB 44🌵
~♥ Target Pembunuhan ♥~
Gue berteriak sambil menahan tangan Luna yang memegang pisau. Ujung pisau yang runcing itu kini menghadap ke arah gue.
"Luna, elo gila, ya! Lepasin pisau itu! Apa lo mesti bertindak sejauh ini! Aaarrggghh!!!" erang gue masih bertahan. Kekuatan cewek ini memang benar-benar kuat dan itu cukup bikin gue kewalahan.
"Enggak akan! Gue nggak mau berada dalam dunia yang sama dengan elo!" teriak Luna berusaha menarik tangannya yang memegang pisau dari cengkraman tangan gue.
"Stop, Luna! Lo nggak takut apa, kalau gue mati ntar gue bakal gentayangan dan balas dendam sama lo atas kematian gue!" ucap gue yang sebenernya asbun alias asal bunyi. Pikiran gue bener-bener langsung blank sejak Luna maju dan melayangkan pisau itu ke arah gue.
"Gue udah memulai, dan nggak bisa mundur lagi. Elo harus musnah, supaya mulut elo bisa bungkam," balas Luna melotot dan terus menekan kekuatan tangan gue, berharap pisau itu nusuk bagian mana pun di tubuh gue.
"Gue janji enggak bakal bilang sama siapa-siapa. Jadi elo lepasin ya pisaunya dulu. Please ini bahaya, gue nggak mau elo jadi pembunuh, Luna," kata gue makin panik karena tenaga gue makin habis.
"Gue nggak percaya, dan gue nggak perlu simpati elo! Musnahlah!" geramnya memperkuat tenaganya.
Gue makin terjepit. Apa yang harus gue lakuin?
Mau teriak juga nggak bakal ada yang denger karena lokasi ini paling jauh dari gedung terpakai. Gue pun inget jurus ampuh yang diajarin Kak Zafran di saat keadaan terdesak.
Dengan sekuat tenaga, gue tendang tulang keringnya hingga Luna terpekik kesakitan. Pisau yang dipegangnya terlepas. Gue cepat-cepat memungut pisau itu dan membuangnya jauh-jauh ke luar, ke arah hutan.
Setidaknya kini gue akhirnya bisa menghembus lega. Mudah-mudahan cuma itu senjata yang dibawa Luna sinting ini.
Tiba-tiba cewek itu bangkit dan berlari menghambur ke arah gue hingga kami sama-sama jatuh terlentang di lantai. Luna langsung menghimpit tubuh gue dan begitu gue sadar dia udah mencekik leher gue dengan keras. "Sialan!!" geramnya menyeringai. "Matilah!"
"Lu-Luna! Uhuk ... uhuk! Lepasin! Uhukh aakhh!!" Gue bener-bener nggak bisa bernafas, apalagi bergerak, kedua tangan gue hanya bisa mencengkram pergelangan tangan Luna dan menatap matanya dengan mata berair. Muka gue mungkin udah mulai membiru.
Fix, kali ini gue bener-bener terasa mau mati. Apa ini adalah ajal gue? Mati karena dicekik oleh teman sekelas sendiri?
Tiba-tiba ada ponsel yang berdering. Dari nada deringnya gue tau kalau itu bukan bunyi hp gue. Gue melirik layar ponsel itu, sementara Luna nggak mempedulikan hp-nya yang tergeletak di lantai karena tadi terjatuh saat dia menghambur menjatuhkan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENEMY ZONE [TAMAT]
Roman pour AdolescentsNot Every Princess Needs a Prince Charming "I am priceless, lo punya modal apa buat deketin gue?" "Most wanted boy?" "Gue ngga butuh gelar lo itu." © Copyright Ranne Ruby