Chapter 31

582 77 4
                                    

Lee Jihoon menguap dan membalikkan tubuhnya pada sandaran sofa. Matanya masih terpejam dan lututnya memeluk bantal leher abu-abu milik Seungcheol.

Suara nafasnya terdengar bahkan sampai telinga Seungcheol yang duduk dibalik meja kerjanya. Itu membuat Seungcheol memutar mata. "Ia tidak mendengkur namun kenapa suara nafasnya sampai terdengar dari sini."

Ia bangkit dari kursi kerja dan meraih gelas di samping lemari es. Telunjuknya menekan air dingin dari chiller lalu berjalan ke sofa. Bokongnya mendarat ke meja, tangannya yang membawa gelas bertumpu pada lutut menghadap Jihoon yang sedang terlelap.

"Jihoon-ah..." ia berbisik. Ia meletakkan gelas di meja. Tangannya menyentuh rambut Jihoon pelan.

"Bangunlah..." keningnya mengkerut sebentar menyadari kening Jihoon berkeringat.

"Kau demam? Yak! Jihoon..." ia menggoyang tubuh yang tertidur dan tidak ada respon. Seungcheol berpindah pada sofa. Duduk tepat berjajar dengan pinggang Jihoon.

"Jihoon, bangunlah," ia mengusap pundak Jihoon lembut.

"Hm?" yang dibangunkan menyaut walaupun dengan mata yang masih tertutup. "Ada apa?"

"Bangunlah."

Baru setelahnya Jihoon mengerjap bangun. Matanya terbuka dan berkedip berulang-ulang. "Panas sekali. Aku haus."

Seungcheol tersenyum. Tangannya meraih gelas di meja. "Minumlah. Suhunya 170 dan kau berkeringat. Apa kau demam?"

Jihoon menggeleng sambil meneguk airnya. "Tidak. Ibuku selalu menurunkan suhunya sampai setidaknya 100 baru aku bisa tidur tanpa berkeringat.

"Apa selalu begitu?"

Ia mengangguk. "Aku lapar, dan aku ada kelas jam tiga." Mata Jihoon melirik arloji miliknya. Pukul 1:20.

"Kau akan bolos hari ini," Seungcheol bangkit dengan gelas ditangannya. Mengembalikannya ke tempat semula kemudian duduk kembali di kursi.

"Cuci mukamu. Kita makan siang setelah aku menandatangani dokumen ini."

"Tapi aku sudah berjanji pada temanku akan masuk hari ini. Kami mau ke internet café."

"Ngapain?" Seungcheol menaikkan kedua alisnya.

Jihoon selalu penasaran kenapa Seungcheol menaikkan kedua alisnya. Karena memang harus dua atau karena pria kaya ini tidak bisa menaikkan hanya satu alis saja. "Main game." Ia menjawab tak antusias sambil meraih ponsel diatas meja- ponsel yang dulu diberikan oleh Seungcheol.

Seungcheol menggelengkan kepala. Apa remaja jaman sekarang seperti mereka semua. "Batalkan janjimu dengan temanmu."

"Mana bisa begitu!" Jihoon merajuk.

Seungcheol hanya memandang Jihoon dengan wajah muram. Tanda bahwa ia tidak sedang ingin beradu argumen.

"Okay, Daddy." Jihoon mengalah.

Seungcheol hanya memutar bola matanya jengah lalu kembali pada pekerjaannya.

"Kita sudah menunggu Seungkwan dari jam 11. Sudah tiga jam mereka tidak datang. Tiga jam dua puluh enam menit. Bahkan mereka tidak menghubungimu sama sekali."

grand bébé [SEOKSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang