Chapter 35

341 47 6
                                    

Seminggu sudah berlalu dan Seungcheol memiliki banyak hal untuk dikerjakan di kantor.

Hansol juga harus pergi ke New York untuk sebuah proyek kerja sama dengan stasiun TV. Mereka, untuk sementara, mengesampingkan pikiran mereka untuk Jisoo. Namun hari ini berbeda. Jihoon meneleponnya jam empat pagi membicarakan tentang Lee Seokmin.

"Aku tahu siapa Seokmin!"

Ucapan Jihoon mengiang saat Seungcheol melajukan mobilnya menuju kediaman Jihoon. Ini bukan hanya tentang Seokmin namun ia juga merindukan bocah periang itu.

Mobil berhenti di sebuah apartemen kecil, sepertinya baru juga, nyaman dan classy.

"Aku harus masuk atau kau turun?" Seungcheol menghubungi Jihoon. Ia mendesah panjang lalu menutup ponsel. Jihoon sedang sarapan di minimarket di seberang apartemen.

Jihoon tampak duduk bodoh dengan sebuah cup ramen di atas meja. Sepertinya ia sudah selesai makan. Seungcheol turun dari mobilnya dengan kaos hitam santai dengan celana hitam pendek, berjalan menuju Jihoon.

"Hi!" sapanya.

"Hi. Duduklah," jawabnya.

Seungcheol menaruh bokongnya di kursi seberang Jihoon. "Kita bicara disini?"

"Ya. Karena aku tidak punya banyak waktu. Aku harus ke kampus. Dengar,"

Jihoon mendekatkan wajahnya ke meja. Wajahnya tiba-tiba serius dan matanya lurus pada mata Seungcheol.

"Aku sudah banyak menelusuri silsilah keluargaku dalam seminggu ini seperti apa yang kau minta. Bahkan sampai kakek buyutku."

Ia membasahi bibirnya sebagai jeda sambil menarik nafas. Ada sesuatu yang ia simpan diujung lidahnya, seperti untuk memberikan kejutan untuk Seungcheol.

"Katamu ada hubungan antara Seokmin dan keluargamu?" tanya Seungcheol pura-pura tidak paham.

"Ya, sebentar aku belum selesai. Setelah aku mencari sangat jauh, ternyata Seokmin tidak berada sejauh itu. Nenek dari ibuku bermarga Lee. Ia menikah dengan seorang bermarga Park sehingga ibuku juga bermarga Park. Lalu ibu bertemu ayah yang bermarga Lee, lalu aku bermarga Lee." Jihoon menggerakkan tangannya kiri, kanan, ke dadanya lalu ke udara lagi, lalu ke dadanya lagi. Sangat lucu.

Seungcheol menggaruk keningnya pelan. Ia menahan tawa sebenarnya namun ia menutupinya dengan sebuah pertanyaan sederhana. "Jadi?"

"Nenekku dari ibu memiliki dua orang kakak. Lelaki dan perempuan. Karena kakak perempuannya tinggal jauh sekali dari sini aku tak pernah bertemu dengannya. Sedangkan kakaknya yang lelaki ternyata dia sudah meninggal-"

"Dan yang sudah meninggal itu bernama Lee Seokmin, begitu?" Seungcheol memotong cerita Jihoon yang panjang dan konyol. Cara menyampaikannyalah yang konyol, bukan ceritanya.

"Ya!" Jihoon terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Bagaimana aku tahu?" Seungcheol balik bertanya. Ia benar-benar ingin tertawa. "Karena sudah sangat jelas."

"Wah... begitu? Aku benar-benar tak habis pikir. Aku memiliki kakek sepupu atau keponakan kakek seorang pianis dan seorang hantu tampan."

Seungcheol tersenyum. Jadi memang benar ada hubungan darah antara Seokmin dan Jihoon, itu mengapa Jihoon bisa melihat rupa Seokmin dan berinteraksi dengannya. Lalu bagaimana dengan Nona Min?





***






Jisoo meringkuk di ranjangnya dengan selimut menutup tubuh bagian bawahnya. Matanya menatap pada pendar kuning lampu wardrobe room. Ia menyesal kenapa setting kamarnya tanpa jendela.

Setidaknya jika ada jendela kaca maka sedihnya akan lebih mendrama. Sedih dan menatap pada langit yang mendung atau langit cerah atau apapun yang ada diluar sana akan membuatnya lebih sedih lagi.

Setidaknya sedihnya tak sendiri. Ia mendesah. Kakinya turun dari ranjang dan ia meraih segelas air di meja rias. Ia berjalan ke ruang kaktus. Matahari sedang terik-teriknya diluar sehingga ia harus memicingkan mata. Bokongnya mendarat di kursi baby grand milik Seokmin lalu ia dengan lemas menyandarkan kepalanya di penutup piano. Matanya menatap keluar. Pada langit.

Sudah lima atau enam hari Seokmin tidak pulang. Ia menghilang sesaat setelah ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan Jisoo lagi. Ini pertama kali bagi Jisoo merasa sangat terpukul dan tak tahu harus berbuat apa.

Jika Seokmin manusia, maka Jisoo bisa saja mencari Seokmin ke beberapa tempat seperti café atau hotel atau kemanapun. Tapi Seokmin bukanlah manusia. Orang lain tidak bisa melihatnya. Bertanya dengan beberapa tetangga seperti Hi, apa kau melihat kekasihku yang tinggi dan tampan? Mustahil.

"Seokmin..." ia memanggil sekali lagi.

"Kau dimana?" setitik air mata keluar dari sudut matanya.

"Kau pergi karena ada urusan atau untuk meninggalkanku?" jemarinya menari diatas kayu piano, menuliskan nama Seokmin berulang-ulang.








TBC

grand bébé [SEOKSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang