Chapter 34

1K 80 13
                                    

Seungcheol sudah berada di kantor setelah mengantar Jihoon ke apartemen milik temannya.

Jihoon tidak ingin sendirian jadi ia memilih untuk mengunjungi kawannya. Bermain game mungkin ide yang keren untuk mengisi hari liburnya. Di tangga besar ia bertemu dengan Hansol yang sedang membawa file folder biru tua menuju lobi.

"Ayah sudah datang?"

"Di ruangannya," katanya sambil bergegas.

Lalu Hansol berbalik memandang Seungcheol lalu bergumam sesuatu tidak jelas seperti kopi atau semacamnya kemudian berlari kecil. Sungguh kekanak-kanakkan.

Seungcheol mengetok pintu dua kali lalu ayahnya berteriak masuk Seungcheol dari dalam. Bagaimana orang tua itu tahu kalau Seungcheol yang datang.

"Hi, ayah," sapanya canggung.

"Ada masalah?" ayahnya bertanya dari balik kacamata bacanya yang tebal.

Seungcheol menggosok tengkuknya, lalu mata kanannya. "Hm, sedikit."

Saat itu baru Tuan Choi memandang Seungcheol serius, sedikit terkejut.

"Bukan tentang perusahaan, ayah. Ini tentang seorang yang mungkin kau kenal. Lee Seokmin."

Seungcheol dengan hati-hati mendekat ke sofa. Ia mengamati ayahnya yang melepas kacamata bacanya lalu berdiri dengan nafas yang berat.

"Duduklah, Cheol," beliau bergumam lirih kemudian mendekati Seungcheol. "Ada apa dengan Lee Seokmin?"

"Bisakah ayah menceritakan sedikit tentangnya padaku?"

Tuan Choi sedikit menerawang, atau mungkin sedang berfikir. "Ia sahabat yang baik," Tuan Choi memulai.

Ia duduk di sofa cokelat tuanya dengan melipat kaki. "Namun ia meninggalkanku beberapa hari sebelum aku menikahi ibumu."

"Sahabat?" Seungcheol bergumam. Bertanya pada dirinya sendiri sebenarnya namun ayahnya menanggapi pula.

"Kenapa? Apa ini tentang saham?"

Saham? Bahkan Seungcheol tak tahu menahu tentang saham. "Saham?"

Ayahnya diam meneliti wajah Seungcheol. Pria tua itu mendelik sekali lalu berdecak. "Bertanyalah, aku akan menjawab."

"Jadi apa hubungan Lee Seokmin denganku?"

"Ia sahabatku dan kau anakku," selalu singkat seperti biasanya.

Okay, Seungcheol sudah tahu keduanya. Bahwa Seokmin adalah sahabat ayahnya dan ia adalah anak dari ayahnya. Namun yang ia pertanyakan kenapa ia selalu lupa dengan apartemen 407 sedangkan Hansol baik-baik saja dengan apartemen itu. Atau jangan-jangan…

"Hansol anak ayah, kan?"

Tuan Choi terbatuk. Mendelik lebih dalam lagi memandang Seungcheol tak percaya.

"Apa yang kau pertanyakan? Kau pikir aku punya gundik?" nada suara ayahnya lebih ke kecewa daripada sebal.

"Bukan itu maksudku, yah. Aku hanya bertanya. Kau bilang aku boleh bertanya."

"Tentu saja adikmu adalah anakku. Aku adalah pria yang terhormat."

Seungcheol masih ingin mencoba lagi. "Lalu apakah aku anak kandung ayah?"

Tuan Choi menekan pelipisnya. "Tentu saja! Sebenarnya ada apa sehingga kau menanyakan hal bodoh seperti ini padaku? Sangat tidak cerdas."

Seungcheol diam. Mungkin ini bukan tentang hipotesis hubungan darah atau semacamnya. Mungkin kelupaannya akan apartemen 407 dan mata Jihoon yang bisa melihat Seokmin bukanlah dialasani dengan hubungan darah. Mungkin itu hanyalah proteksi dari Seokmin.

"Seungcheol? Aku tak punya waktu banyak untuk berbincang tentang bahwa kalian benar-benar anakku atau bukan. Sekarang apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya ayahnya final.

"Ini tentang Jisoo, yah. Ia berkencan dengan seorang… hm, sebenarnya bukan orang. Hantu Seokmin." Seungcheol sudah sangat berhati-hati saat mengungkapkan hal itu.

Ayahnya berdiam cukup lama. Tangannya menimbang-nimbang kacamatanya, matanya menatap kosong ke pintu.

"Ayah, aku tahu kau sering mengajariku untuk menyelesaikan masalahku sendiri, namun demi Tuhan, ayah, ini benar-benar diluar kemampuanku. Jika ini tentang perusahaan, okay aku bisa, tapi jika ini tentang hantu… aku tidak bisa menjelaskannya."

Ayahnya masih terdiam. Seperti beliau sedang terluka.

"Ayah, maafkan aku." Seungcheol menunduk. Ia memandang bayangan wajahnya di meja kaca.

"Seokmin adalah sahabat yang baik. Seorang pianis yang luar biasa hebat. Rekan bisnis yang sangat tulus," ayahnya bernostalgia.

"Ia pernah mencintai seseorang namun mereka berpisah karena orang itu menikah dengan orang lain. Enam tahun setelahnya, ia masih belum bisa menemukan orang lain sampai ia meninggal."

Lalu Tuan Choi tersenyum, lehernya menoleh pada Seungcheol dan bertanya, "Mungkin Seokmin yang kau maksud bukanlah Seokmin sahabatku. Pria itu adalah pria yang terhormat."

"Ayah, awalnya aku juga ragu. Namun lihatlah," Seungcheol mengeluarkan foto dari sakunya. "Ini adalah Seokmin yang kau kenal, bukan?"

Ayahnya membungkuk untuk meraih foto itu. "Lee Seokmin," ada senyum di wajahnya yang sudah keriput. "Dibalik baby grandnya."

"Dan ini adalah kekasih Jisoo," Seungcheol menyodorkan satu foto lagi.

Sebenarnya adalah foto kosong yang ia ambil saat ke rumah Jisoo kedua kalinya. Foto yang hanya Nona Min dan Jihoon yang tahu ada Lee Seokmin disana.

"Darimana kau dapatkan foto ini?" Ayahnya mendelik memandang foto itu. Beliau mengenakan kembali kacamatanya.

"Aku yang mengambil foto itu."

"Tidak mungkin. Ini adalah apartemennya. Sudah tidak ada sekarang ini," ayahnya memandang Seungcheol dengan tatapan risih. Atau tersinggung.

"Ayah, itu adalah apartemen Jisoo sekarang. Apa kau melihat Seokmin disana?"

Tuan Choi mengangguk pelan. "Jangan bilang bahwa kau tidak melihatnya."

"Bahkan apartemen itu sudah direnovasi. Yang kulihat foto itu tak setua yang kau lihat, ayah."







TBC

grand bébé [SEOKSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang