Chapter 36

650 63 25
                                    

Seokmin tidak pernah ingin pergi. Ia bahkan tidak pernah pergi. Ia selalu ada di apartemen itu menemani Jisoo. Ada hal yang mengganggu perasaannya sehingga ia memutuskan untuk sebentar saja menenangkan diri.

Seminggu yang lalu ia menghindari Jisoo dan kemudian menghilang dari hadapannya. Hal ini menyakiti Seokmin, apalagi melihat Jisoo yang sangat sedih membuatnya berkali lipat merasa sedih. Tapi ini harus.

Semenjak pertemuannya dengan Lee Jihoon dan ucapan bocah itu terus mengiang ditelinga Seokmin.

Benar bahwa ia dan Jisoo tidak akan pernah berakhir bahagia. Mereka sudah berbeda. Kalaupun mereka bisa Bersama, satu-satunya jalan adalah membawa Jisoo ke dunianya karena sangat mustahil untuk Seokmin bisa masuk seutuhnya ke dunia Jisoo.

Memikirkannya saja membuat Seokmin merasa sakit. Ia tidak akan pernah mampu membunuh orang yang ia cintai walaupun itulah satu-satunya jalan.

Ia juga tidak akan pernah bisa mengungkapkan hal itu pada Jisoo karena bisa saja Jisoo bunuh diri setelah mendengar penjelasannya.

Jadi Seokmin memutuskan untuk diam. Menghilang. Berfikir.

Namun ia tak mampu. Melihat Jisoo sangat terpukul membuatnya datang kembali. Ia tahu bahwa ini salah namun sekali lagi, ia tak mampu.

Kemudian ia menghilang lagi untuk berfikir dan sepertinya ini sudah saatnya untuk mengakhiri.

"Jisoo," suaranya begitu lirih. Ia berdiri di antara sekat pembatas ruangan. Memandang Jisoo dengan tatapan sedih yang tak bisa ia tutupi.

Jisoo bergerak cepat. Seperti kaget, tapi lebih dari itu, Jisoo berdiri mematung memandang Seokmin.

Tak ada kata yang terucap selain matanya yang menitikkan air mata. Seokmin pun tak berkata apapun, ia hanya berdiri balas menatap.

Air mata Jisoo semakin deras karena ia tahu apa yang ingin diucapkan oleh Seokmin. Hubungan ini sudah berada diujung tanduk. Sedikit ucapannya akan membuat hubungannya jatuh hancur tak terselamatkan. Tapi ia harus mendengar pernyataan langsung dari bibir Seokmin. "Kenapa?"

Pertanyaan Jisoo menyasat hati Seokmin. "Karena ini adalah akhir dari perjuangan kita. Semua sudah usai, Soo. Berhentilah menungguku," tenggorokannya seperti terbakar, begitu pula dengan matanya. Seokmin merasa ini sangatlah sulit.

"Tapi kenapa?" seperti tak percaya dengan apa yang telah terjadi, Jisoo masih terus bertanya.

Seokmin tak menjawab. Ia melangkahkan kaki mendekati kekasihnya. Memeluknya dengan pelukan terlembut yang pernah ia berikan pada siapapun.

"Berjanjilah kau akan menjaga dirimu dan hidup dengan baik sampai kau menua." Katanya dalam kehancuran.

"Aku tak akan bisa... teganya kau mengatakan itu padaku," tangan Jisoo memukuli dada Seokmin dengan brutal.

Ia tak peduli dengan sakit yang mungkin dirasakan oleh Seokmin namun ia harus. "Kau sudah berjanji padaku bahwa kita akan Bersama selamanya. Lalu apa ini? Kau mengatakan apa?!" tangisnya pecah bertalu-talu mengiris hati Seokmin.

"Maafkan aku..."

Namun Jisoo tetap menolak untuk mengerti. Ia tak mau berpisah. Ia sangat mencintai Seokmin dan hanya itu yang ia butuhkan dalam hidupnya.

"Jangan meminta maaf," Suaranya begitu lirih. "Apa semua akan kembali seperti semula jika aku mati? Jika aku bunuh-"

"Stop, Jisoo!" Seokmin melepaskan pelukannya. Matanya menatap lurus pada pupil Jisoo yang kecokelatan.

"Aku lakukan ini agar kau hidup dengan bahagia. Jadi jangan pernah berfikir untuk bunu... tidak, jangan berfikir untuk melukai dirimu sendiri."

"Kehilanganmu adalah luka terbesar bagiku, Seok."

Seokmin hanya terdiam. Hatinya sungguh hancur dan ia sudah tak sanggup lagi.

"Dengarkan aku, aku harus pergi. Lima belas menit lagi Seungkwan akan datang. Ikutlah dengannya dan mulailah kehidupan barumu. Berkaryalah seperti biasanya dan... lupakan aku."

Seokmin tidak memberikan kesempatan sedikitpun untuk Jisoo menyanggah. Ia memeluk tubuh mungil kekasihnya dengan sangat erat. Ia dapat merasakan jantung Jisoo yang berdetak cepat dengan nafas yang terengah karena tangisnya yang luar biasa.

Pelukannya semakin erat dibarengi dengan ucapan maaf yang tak ada hentinya, lalu dengan pelan Seokmin memudar... kemudian menghilang. Itu meninggalkan Jisoo yang terduduk di lantai. Hatinya hancur, hidupnya sudah begitu gelap, dan hatinya terasa sangat kosong.

Kisah cintanya terlalu cepat berlalu. Kekasih yang berjanji untuk terus Bersama dengan tiba-tiba mengucapkan perpisahan sepihak yang begitu menyakitkan. Ia sudah tak sanggup lagi.

Kakinya bangkit ke kamar, begitu lunglai, ia menuju kamar mandi. Menyalakan air pada bath up dan membasahi tubuhnya. Jisoo sering melihat ini di drama-drama, ia berharap air yang menutupi sebagian tubuhnya mampu membantunya mencerna kalimat yang diucapkan oleh Seokmin namun ia tetap gagal.

Dengan air mata yang bercampur dengan air, ia menurunkan tubuhnya dengan perlahan. Air menenggelamkan dadanya, kemudian leher dan bibirnya, lalu sampai pada mata dan kepalanya.

Ia lelah dan ia ingin berhenti. Dari hidup. Dari kisahnya.

Atau ia ingin mencari Seokmin didunia lelaki itu.












































•••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

grand bébé [SEOKSOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang