Hallo semua, maaf banget ya... Untuk book ini Lara TIDAK AKAN MELANJUTKANNYA LAGI. Huhuhu(╯︵╰,) maaf banget ya🙏
-------------🎀
Pernikahan ini bukan tentang cinta. Setidaknya, bukan untuknya.
Astra Elyra Calista selalu percaya pada pernikahan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Kita semua adalah roda gigi dalam mesin kehidupan. Jika kita tidak bisa bekerja sama, maka segalanya akan berantakan.”
—°•°🎀°•°—
Bertempat di halaman fakultas komputer, Astra dan Vesta duduk di bangku taman, berbincang santai. Di sekitar mereka, mahasiswa berlalu-lalang, sebagian asyik berbicara dengan teman-temannya, sebagian lagi sibuk dengan laptop atau buku catatan. Fakultas teknik dan komputer memang berdampingan, membuat interaksi antara mahasiswa dari dua jurusan ini cukup sering terjadi.
“Jadi, kamu berhasil membuat Aldrin kehilangan banyak uang.” Vesta menatap Astra dengan ekspresi setengah kesal, setengah tak percaya.
Astra menangkupkan kedua tangannya, memasang wajah memelas. “Aku minta maaf. Kelas terakhirmu selesai jam empat sore, kan? Yuk, kita pergi makan."
Vesta memutar bola matanya. "Apa kamu sedang mencoba menyuapku dengan makanan?"
Astra tersenyum kecil. “Aku hanya ingin menebus kesalahanku.”
"Hmph. Aku masih marah padamu."
Astra menghela napas, lalu menatap sahabatnya dengan penuh keyakinan. "Kamu nggak bisa marah lama-lama sama aku. Aku tahu kamu terlalu menyayangiku."
Vesta akhirnya terkekeh, lalu menyodorkan beberapa kotak sandwich. “Terserah kamu saja. Nih, aku tadi bawakan beberapa sandwich. Bagikan juga ke teman-temanmu.”
Astra menerima dengan senang hati. “Terima kasih banyak! Nona muda Vesta memang paling baik hati dan imut.”
Vesta menyipitkan matanya curiga. “Jangan terlambat hari ini, ya. Aku ada urusan setelah ini.”
“Siap!”
---🎀
Di dalam ruang kelas teknik, suasana ramai dengan suara mesin yang berdengung di sana-sini. Para mahasiswa sudah bersiap untuk sesi praktik. Di depan kelas, seorang profesor paruh baya berdiri di depan papan tulis dengan beberapa roda gigi di tangannya.
“Baik! Saatnya kerja tim!” Profesor menatap mahasiswa-mahasiswanya dengan penuh semangat. “Kalian tahu kenapa saya menunjukkan roda gigi ini?” Ia mengangkat benda tersebut.
“Saya tidak ingin kalian hanya belajar teori atau melakukan praktik tanpa memahami esensinya. Hidup ini seperti mesin. Kalian semua adalah roda gigi yang harus bekerja sama agar mesin ini berjalan dengan baik. Jika salah satu tidak berfungsi dengan benar, semuanya akan kacau.”