Hallo semua, maaf banget ya... Untuk book ini Lara TIDAK AKAN MELANJUTKANNYA LAGI. Huhuhu(╯︵╰,) maaf banget ya🙏
-------------🎀
Pernikahan ini bukan tentang cinta. Setidaknya, bukan untuknya.
Astra Elyra Calista selalu percaya pada pernikahan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Beberapa orang datang ke dalam hidupmu seperti mobil balap—cepat, berisik, dan tidak mungkin diabaikan.”
—°•°🎀°•°—
Mobil berhenti perlahan setelah melaju beberapa putaran mengelilingi sirkuit Galilei. Suara mesin meredup, menyisakan denting napas dan degup yang belum reda.
Astra duduk di kursi penumpang, masih terengah pelan, matanya berbinar. Ia menoleh ke arah Archer yang tetap tenang, wajahnya datar seperti biasa—sedikit angkuh, dan selalu sulit ditebak.
“Itu tadi... menyenangkan banget! Jangan bilang kamu takut, ya?” goda Astra sambil menyikut pelan lengan Archer, senyumnya nakal. Ia tahu betul Archer bukan tipe yang gampang goyah. Tapi tetap saja, menggoda cowok satu ini terasa memuaskan.
Archer hanya menggeleng pelan. “Aku tidak takut,” jawabnya datar, tanpa menoleh.
Tidak heran. Putaran barusan tak ada apa-apanya untuk Archer—si raja sirkuit yang bisa melibas tikungan tajam tanpa ragu.
Astra mengangkat ponselnya, membuka kamera. Ia mengatur posisi, lalu dengan cekatan menekan tombol shutter.
Cekrek.
Satu foto yang menangkap momen mereka berdua di dalam mobil balap. Archer tak terlihat menolak. Atau mungkin terlalu malas menanggapi.
“Yuk, pergi. Kita udah selesai di sini, kan?” ucap Astra, menurunkan ponselnya.
Namun sebelum Archer menjawab, ia buru-buru menatap pria itu dengan ekspresi memelas, mata besarnya bersinar seperti anak anjing.
“Tapi... boleh satu putaran lagi nggak? Putaran terakhir tadi lambat banget. Aku belum puas,” pintanya manja.
Archer menatapnya sejenak. “Hm,” sahutnya singkat, lalu menghidupkan mesin mobil lagi.
Brumm. Suara mesin kembali meraung—dan mereka pun melaju sekali lagi.
---🎀
Beberapa saat kemudian…
Astra kini berdiri di lorong ruang ganti wanita. Ia telah berganti pakaian, rambutnya sedikit berantakan, tapi senyumnya terukir jelas. Ponsel di tangannya menampilkan foto barusan—dirinya dan Archer, duduk berdampingan di dalam mobil balap. Momen yang singkat, tapi penuh sesuatu yang sulit dijelaskan.
Bibirnya terangkat perlahan, membentuk lengkung bulan sabit yang indah. Ada binar puas, ada bahagia yang tak sempat didefinisikan.
Kemana kita akan pergi selanjutnya? batinnya dengan senyum mengambang.
Namun hanya dalam sepersekian detik, raut wajahnya berubah. Senyumnya memudar, digantikan keraguan.
Tunggu… aku jatuh cinta pada taktiknya lagi. Bukankah aku ke sini untuk mencari tahu motif dia yang sebenarnya? Kenapa aku terus melupakannya? pikirnya.