Hallo semua, maaf banget ya... Untuk book ini Lara TIDAK AKAN MELANJUTKANNYA LAGI. Huhuhu(╯︵╰,) maaf banget ya🙏
-------------🎀
Pernikahan ini bukan tentang cinta. Setidaknya, bukan untuknya.
Astra Elyra Calista selalu percaya pada pernikahan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Jika ada tempat paling damai di dunia ini, maka itu adalah pelukanmu.”
—°•°🎀°•°—
Pagi harinya, di kediaman Aldrin...
Langkah kaki Vesta terhenti di ambang dapur. Ia sempat ragu masuk, tetapi tatapannya tertuju pada tas yang tertinggal di atas meja pantry. Dengan gerakan perlahan, ia mencoba meraihnya tanpa suara—seolah menjadi pencuri di rumah sendiri.
Srek.
Suara kecil dari gesekan tas terdengar cukup untuk membuat Aldrin mengangkat kepalanya dari laptop. Tatapan mata mereka bertemu. Vesta membeku.
Aldrin menyesap kopi dalam diam. “Kamu tidur di sini semalam?” tanya Vesta gugup.
“Ya."
“Oh... Mungkin... aku ketiduran. Aku nggak tahu kamu juga di sini.”
Ia tertawa kecil, canggung. Sementara itu, Aldrin meletakkan gelas kopinya dengan tenang di atas meja. Tak. Lalu ia bersandar, menatap Vesta yang masih berdiri kikuk di dekat pintu.
“Jangan khawatir. Aku melihatmu sudah tertidur di kamar. Aku tidak ingin membangunkanmu,” ucapnya pelan. “Mau ke universitas?”
Vesta mengangguk. “Iya...”
“Aku bisa mengantarmu,” ujar Aldrin sambil menutup laptop dan bersiap berdiri.
Sontak, Vesta bereaksi cepat. Ia langsung meraih tasnya dan mundur satu langkah. “Nggak perlu! Aku bisa sendiri!”
Sebelum Aldrin bisa berkata apa-apa, Vesta sudah kabur menuju pintu, nyaris tersandung.
“Vesta, tunggu! Vesta!” panggil Aldrin.
Namun gadis itu tak menoleh. Langkah kakinya justru semakin cepat.
Di luar, angin pagi menyambutnya. Vesta menarik napas panjang, mencoba menenangkan debar jantungnya yang kacau. Ia memejamkan mata sejenak.
“Apa yang salah denganku?” bisiknya pada diri sendiri. “Setiap aku melihat wajahnya... yang teringat justru apa yang terjadi kemarin.”
Tangannya naik, menyentuh bibirnya pelan—seolah masih merasakan jejak peristiwa yang membuatnya gelisah.
“Aldrin... kenapa kamu melakukan itu padaku?” gumamnya dengan suara lelah. Ia menggigit bibir, kesal sendiri, lalu melangkah pergi sambil menghentakkan kakinya.