Hallo semua, maaf banget ya... Untuk book ini Lara TIDAK AKAN MELANJUTKANNYA LAGI. Huhuhu(╯︵╰,) maaf banget ya🙏
-------------🎀
Pernikahan ini bukan tentang cinta. Setidaknya, bukan untuknya.
Astra Elyra Calista selalu percaya pada pernikahan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Kamu bisa saja menyangkal perasaanmu, tapi tubuhmu akan tetap mencari tempat pulang yang terasa seperti rumah.”
—°•°🎀°•°—
Pukul 22.00
Suara musik low-beat berdentum pelan di dalam bar yang remang. Lampu-lampu neon berwarna ungu dan biru menari di dinding, sementara aroma alkohol dan parfum menyatu di udara. Mereka berenam duduk melingkar di sofa panjang dengan meja rendah di tengah. Gelas-gelas wine dan minuman lainnya bertebaran, beberapa sudah setengah kosong.
“Hey! Mari kita main game,” ujar Jeano sambil menyenggol botol minuman ke tengah meja. Senyumnya nakal, matanya berbinar. “Kalian pernah main ‘Pernah atau Tidak Pernah’?”
Lisiana langsung duduk tegak. “Oh! Aku tahu itu! Seru banget.”
Aldrin menyilangkan tangan, bibirnya membentuk senyum datar. “Ck, permainan murahan. Tapi ya, boleh juga.”
Jeano mengangkat gelasnya. “Aku mulai. Aku belum pernah... Pergi ke Jerman.”
Lisiana langsung mengernyit. “Ya! Jean! Kamu serius? Kamu lupa kencan pertama kita? Hah?!”
“Wah—” Jeano kelabakan. “Bukan gitu maksudku!”
Aldrin, Nara, dan Archer hanya menggeleng pelan, nyaris bersamaan.
“Ayo dong, jangan mulai berantem. Kita ke sini buat have fun, bukan debat sejarah percintaan kalian,” ujar Nara sambil menuang wine ke gelasnya.
“Dan kamu udah mulai mabuk,” potong Aldrin cepat, melirik gelas Nara yang hampir kosong.
Aldrin mendesah. “Oke, giliranku. Aku belum pernah... punya superbike.” Senyum kecilnya tampak penuh arti.
“Superbike...” gumam Astra pelan, nyaris tak terdengar.
Archer menatapnya sebentar, lalu mengalihkan pandangan. Aldrin menoleh padanya, nada suaranya menggoda, “Gimana? Kamu punya? Kok ragu?”
“Aku nggak yakin. Koleksi mobilku terlalu banyak buat diingat satu-satu,” jawab Archer datar tapi angkuh.
“Ducati, superbike... seriously? Kamu nggak mungkin lupa kamu punya itu?” Aldrin menekan, sengaja memancing. Archer hanya melirik sekilas ke arah Astra, yang saat itu sedang memotong sepotong cake di piring kecilnya.
“Oh? Nona Astra punya superbike juga?” tanya Lisiana dengan nada ingin tahu.
Astra meletakkan garpunya dengan tenang. “Yah... mungkin. Aku pikir aku punya satu di rumah, entah disimpan di garasi atau gudang.”