1.5 Kekuatan Doa

4.1K 358 111
                                    

Vote & comment jangan lupa ya guys <3

---

Keadaan pagi di posko 109 & 110 nampak begitu damai karena kebanyakan mahasiswa disana melanjutkan tidur lagi setelah sholat subuh. Namun ada beberapa mahasiswa yang memilih jalan-jalan pagi menyusuri desa, ada yang niatnya hanya tepe-tepe atau memang hanya sekedar jalan pagi menikmati udara yang dingin namun lebih ke sejuk karena desa mereka tidak jauh dari pegunungan.

Seperti Dhisti dan Kirana yang memilih jalan-jalan untuk menikmati udara dan pemandangan sunrise di pagi hari. Katanya ingin jadi morning person juga mereka, padahal kalau di rumah kebo banget dan suka bangun siang.

"Lu emang suka bangun pagi ya Dhis?" tanya Kirana seraya menggerakan badanya seperti melakukan pemanasan.

Dhisti menggeleng, "Enggak, justru gue orang yang hobi bangun siang, Gatau aja dah tadi abis subuh pengen jalan-jalan aja di sekitar sini. Pengen ngerasain udara pagi disini sekaligus jadi morning person itu gimana." katanya.

"Oh sama berati, bahkan gue orangnya pelor banget. Kadang enggak tau tempat tiba-tiba ketiduran aja." balas Kirana sambil terkekeh.

Dhisti ikut terkekeh, "Normal kok orang suka tidur, gue juga suka. Bahkan gue bisa tidur hampir seharian."

Mereka menyusuri jalan setapak itu dengan bercerita satu sama lain, cukup jauh mereka berjalan, bahkan sampai area persawahan. Memang sengaja, karena mereka ingin melihat pemandangan pegunungan yang terlihat jelas jika dilihat dari area persawahan.

"Ayu-ayu tenan iki mbak-mbak, badhe tindak pundi?" tanya ibu-ibu yang kebetulan akan pergi ke sawah.

"Kita cuma jalan-jalan di sekitar sini saja bu, kebetulan kami mahasiswa KKN yang ada di desa sini." jawab Kirana Ramah.

"Woalah mbak-mbak KKN sing nginep neng aulane mbak Asri to." lanjut ibu-ibu lain yang membawa cangkul kecil.

Kirana dan Dhisti hanya tersenyum, soalnya tidak tahu juga nama pemilik aula itu siapa.

"Wong akeh to mbak sing KKN?"

"Perkelompok hanya 12 mahasiswa bu, tapi kita tinggal bareng dengan kelompok lain, jadi di aula ada 24 orang." balas Dhisti. Dia tidak bisa bahasa krama alus, kalau ngoko masih mengerti. Daripada dikira tidak sopan mending pakai bahasa Indonesia aja.

"Gak sumpek to mbak?"

Kirana tersenyum kikuk, "Ya begitulah bu, tapi kita tetep bersyukur dapat tempat tinggal yang layak." jawabnya, takut salah ngomong.

"Iya mbak, disitu aulanya bersih kok, daripada rumah yang kosong itu. mending aulanya bu Asri." balas ibu yang memakai caping.

"Hehe iya bu, ibu-ibu ini mau ke sawah sendiri atau kerja di sawah orang lain kalau boleh tau?" tanya Kirana agak kepo.

"Kita kerja mbak di sawah punyane orang, ora nduwe sawah dewe soale." balas ibu berbaju pink.

"Oalah, enggak papa bu, mungkin insyallah kedepanya bakal punya sawah sendiri. Kalau begitu kami pamit ya bu, semangat kerjanya." Dhisti segera mengajak Kirana berpamitan, masih malu soalnya, mana tidak bisa bahasa krama alus.

"Amin, monggo mbak."

Terdapat beberapa bisikan-bisikan kecil dari keempat ibu-ibu tadi, ada yang bilang Kirana dan Dhisti, cantik, ramah, sopan. Begitulah yang terdengar dari telinga Dhisti dan Kirana.

Hah, syukurlah mereka mendapatkan first impression yang baik dari masyarakat.

Keduanya melanjutkan perjalanan mereka untuk melihat pemandangan sawah di pagi hari yang nampak sayang untuk dilewatkan.

KKN 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang