Chapter 15 : Sayang

2.9K 355 17
                                    

Ara terbangun saat merasakan kepalanya berdenyut, dia mengeram kecil dan akhirnya bangun. Melihat kamarnya yang gelap, tangannya segera meraih saklar lampu. Dalam sekejap suasananya berubah terang, mata Ara sedikit menyipit.

Ceklek...

Ara melangkah keluar kamar, seperti sebelumnya ruangan yang lain juga masih gelap. Dengan langkah meraba-raba Ara mencari saklar lampu dan menekannya.

Tik!

Wajah Ara yang kusut berubah bingung dan jengkel ketika melihat Yessica yang berbaring di sofa sambil meringkuk, sofa yang hanya muat untuk dua orang itu terlihat kecil untuk ukuran Yessica.

"Yessica..." Panggil Ara lirih, dia pikir jika saat ini Yessica hanya berpura-pura.

"Bangun!" Sekali lagi Ara bersuara, melihat tidak ada reaksi dia melangkah mendekat dan memegang pergelangan tangan Yessica tetapi itu hanya berlangsung selama beberapa detik sebelum Ara menarik kembali tangannya.

Kedua alis Ara menyatu saat merasakan suhu tubuh Yessica yang panas, dia yang ingin memastikan kembali memegang dahi Yessica dan rasa panas menjalar ke kulitnya.

"Yessica bangun, kamu demam" Panggil Ara cemas.

Hanya ada gumam lirih dari Yessica, tampaknya dia tidak bisa membuka matanya. Bibirnya yang pucat bergerak kecil dan kemudian kembali diam. Melihat itu Ara merasa bersalah, dia dengan sengaja mengunci pintu kamar dan membiarkan Yessica yang demam tidur di sofa kecil terlebih luka dikepalanya karena kecelakaan belum sembuh total.

Ara menghela nafas panjang, dengan sedikit ragu-ragu dia membopong tubuh Yessica masuk ke kamarnya dan membaringkan tubuh lemah tersebut diatas kasur.

"Ara..." Panggil Yessica, bulu matanya bergerak tetapi tidak terbuka.

"Tidur lagi masih malam" Ara mengusap lembut kening Yessica, setelah memastikan jika Yessica tertidur dia bangkit dan melakukan panggilan.

"Ke studio..."

"Temanku sedang sakit dan aku tidak ingin kerumah sakit"

Memikirkan tentang para wartawan yang suka mengikuti mereka itu tidak akan nyaman jika harus kerumah sakit sekarang.

"Teman! Bukan pacar!"

"Cepat kesini!"

Ara mematikan panggilan secara sepihak, dia menghela nafas kasar.

15 menit kemudian.

Seseorang datang dan mengetuk pintu studio Ara.

Dengan langkah lebar Ara melangkah keluar kamar dan menuju kearah pintu membukanya.

"Kenapa lama sekali..." Seorang wanita dengan pakaian kasual berdecak kesal, dia kemudian berjalan masuk.

"Dimana temanmu?" Tanya wanita tersebut.

Ara tidak menjawab dan hanya menunjuk kearah kamarnya menggunakan dagu.

"Tempat ini tidak besar, jika aku jadi kamu aku lebih suka tinggal di rumah besar itu"

Wanita tersebut berjalan masuk. Karena sekarang ada seorang dokter yang memeriksa Yessica, Ara sedikit lega. Dia kemudian berjalan ke arah dapur kecil yang berada di belakang, menuangkan segelas air putih dan kembali ke kamar.

Ara meletakkan gelas air di nakas, dokter yang memeriksa Yessica juga telah selesai.

"Dia hanya kelelahan dan banyak pikiran, aku akan memberinya obat. Jika besok pagi demamnya tidak turun sebaiknya bawa dia ke rumah sakit"

"Kamu tidak menyuntiknya?" Tanya Ara bingung.

"Kenapa aku harus menyuntik dia?"

"Saat aku demam kamu memberiku suntikan"

My Obsession (Chika×Ara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang