بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Untuk merealisasikan suatu rencana, pasti memerlukan waktu serta persiapan yang matang."
⏭️⏸️⏮️
AKHIRNYA setelah melewati berbagai macam proses dan persiapan, pameran foto yang semula hanya sekadar angan bisa saya wujudkan. Sungguh di luar dugaan, banyak sekali tamu yang hadir meramaikan.
Saya tidak berharap lebih dari sekadar, lancarnya acara hari ini. Dengan hasil yang sekarang, sudah sangat memuaskan sebab kami pun sudah memberikan yang terbaik.
Hamzah, meskipun kamu jauh di Jerman sana, tapi suatu saat nanti kamu pasti akan tahu bahwa saya sudah berusaha semaksimal yang saya bisa untuk mewujudkan mimpi kita berdua.
Ini rumah kita, Rumah Sang Pemimpi yang tidak hanya mampu saya nikmati seorang diri. Sebab, sekarang sudah diketahui khalayak ramai.
"Pameran foto ini saya dedikasikan untuk kerabat baik saya. Partner berproses dan bertumbuh, Hamzah Wiratama. Meskipun saat ini dia berhalangan hadir, sebab sedang menuntaskan pendidikan di Jerman. Saya harap dengan adanya acara ini, dia bisa semakin meningkatkan kualitas serta kemampuannya dalam bidang seni dan fotografi."
"Dengan ini, saya Zanitha Daniza selaku pihak penyelenggara menyatakan bahwasannya Rumah Sang Pemimpi dibuka untuk umum."
Suara gemuruh tepuk tangan saya sambut dengan senyuman lebar. Sungguh lega dan bahagia sekali rasanya, bisa berada di titik sekarang.
Bangunan yang dulu masih terbilang kosong, karena hanya diisi oleh beberapa pigura kini sudah kian banyak karena saya sengaja mencetak semua hasil karya Hamzah yang terarsip di dalam flashdisk, dan juga kamera yang dia amanahkan untuk saya rawat dan jaga.
Bahkan kini, sudah banyak juga buku-buku yang terpajang. Sebagian hasil karya saya, sisanya hasil dari teman-teman penulis yang lain. Impian saya untuk membuat sebuah perpustakaan dan taman baca, akhirnya bisa terwujud dengan adanya Rumah Sang Pemimpi.
Tak ketinggalan studio foto yang sengaja dia hadirkan pun menjadi nilai lebih, karena dengan begitu akan menjadi sebuah daya tarik untuk menjangkau para kaula muda yang memang sangat gemar mengabadikan momen.
Acara kali ini bukan hanya sekadar pameran foto biasa. Karena saya sengaja menggabungkannya dengan acara Grand Launching Rumah Sang Pemimpi. Saya harap tempat ini bisa bermanfaat bagi banyak orang, bisa menjadi motivasi, dan juga suntikan semangat.
Bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, kala kita yakin dan percaya dengan ke-Mahabesaran Sang Illahi. Manusia akan mati, tapi karyanya akan senantiasa abadi.
Setelah turun dari panggung, Mama menyambut saya dengan pelukan. Tangis bahagianya membuat saya tak kuasa menahan linangan air mata.
"Mama bangga sama kamu, Tha," katanya membuat rasa bahagia saya semakin membara.
Hanin pun tak mau kalah, dia merentangkan tangannya agar saya bisa melesak masuk dalam rengkuhan wanita hamil tersebut.
Saya berulang kali mengucapkan terima kasih, karena atas bantuannya acara ini bisa terlaksana.
"Duduk lagi, Nin, kandungan kamu semakin besar. Capek pasti kalau terlalu lama berdiri," titah saya saat pelukan kami sudah terurai.
"Seandainya A Hamzah ada di sini, pasti dia akan bangga dan berterima kasih sama kamu, Tha. Aku sangat berterima kasih sama kamu, karena bisa mewujudkan impian A Hamzah," tutur Hanin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epilog Tanpa Prolog
SpiritualDISCLAIMER || NARASI & DIALOG BAKU Kisah yang tidak pernah DIMULAI, tapi harus berakhir dengan kata SELESAI. Terdengar cukup memiriskan, tapi itulah kenyataan. Garis takdir memang tidak bisa dikendalikan, hanya sekadar bisa direncanakan tanpa tahu...